HALOOOOO selamat membaca cerita Agrio!!
Habis tarawih enak kali yaa baca kisahnya Agrio-Havana?
YUKKK VOTE SEBELUM MEMBACA!!
Enjooooyyy!!
🎈🎈🎈
"Enak banget kayaknya,"
Havana terkekeh lalu menjilat jarinya yang terdapat coklat dari martabaknya. Kini keduanya sedang duduk di ruang keluarga. Agrio menepati janjinya mengunjungi dirinya setelah pulang sekolah dengan membawa martabak. Bahkan Havana yakin lelaki itu benar-benar langsung mengunjunginya. Terbukti dari seragam yang masih melekat di tubuh lelaki itu. Lelaki itu selalu tahu cara membuat Havana senang.
"Kamu selalu tau cara nyenengin aku,"
Agrio tersenyum mendengarnya. Ia mengusap pipi Havana yang terkena coklat.
"HAVEY!!"
Keduanya menoleh terkejut pada pintu yang baru dibuka oleh asisten rumah tangga Havana menampilkan kedua gadis dengan balutan seragam yang sama seperti Agrio sedang tersenyum senang.
Agrio terpaksa mundur saat kedua gadis itu berlari dan memeluk Havana. Agrio tersenyum tipis melihat senyum Havana yang membentang. Senyum kebahagiaan gadis itu menghangatkan hati Agrio.
"Kangen banget," rajuk Ijah membuat Havana terkekeh.
Keduanya melepaskan pelukannya. Menatap Agrio dan Havana bergantian.
"Gak ganggu kan kita?" Tanya Liza.
Havana menggeleng. Gadis itu berusaha menggapai kotak martabaknya di meja yang akhirnya dibantu oleh Agrio.
"Makasih Gri,"
Agrio mengangguk. Matanya menatap Havana yang menyodorkan martabak itu kepada kedua sahabatnya.
"Nih. Agrio tadi bawain buat gue,"
Liza bertepuk tangan senang. "Tau aja lo Vey kalau kita laper,"
Havana tertawa. Tawa gadis itu cukup membuat Agrio akhirnya bangkit.
"Aku pulang aja ya?" tanya Agrio pada Havana.
Liza dan Ijah saling berpandangan. Merasa tak enak mengganggu pasangan itu.
"Eh kenapa pulang Gri? Santai aja kali sama kita," ucap Ijah menengahi.
Liza mengangguk setuju. "Mau pacaran sama Havana depan kita juga gak apa-apa," ucap Liza sembari menyuap martabaknya.
Mata Agrio menatap Liza lalu berdeham. Lelaki itu kembali menatap Havana dan tersenyum kecil.
"Havana udah lama gak kumpul sama kalian,"
Agrio membereskan barang-barangnya. Ia mengambil kunci mobilnya. Agrio berjalan menuju Havana lalu mencium dahi gadis itu.
"Hubungin aku kalau kamu butuh sesuatu,"
Havana mengangguk senang. Entahlah, Havana beruntung mendapati Agrio yang begitu pengertian.
Sebelum Agrio meninggalkan rumah Havana, ia melirik pada Liza yang masih sibuk memakan martabaknya. Gadis itu tampak tidak mempedulikan sekitarnya dan hanya terfokus pada makanannya.
Persis kayak Havana.
Agrio berdeham membuat kedua sahabat Havana itu kompak menatapnya. Namun, Agrio hanya memusatkan pandangannya pada Liza yang masih menganga dengan martabak yang menggantung di tangannya.
"Gue... titip Havana,"
Mungkin Agrio memaksudkan ucapan itu untuk keduanya. Namun mata Agrio yang tajam itu hanya menatap Liza yang akhirnya mengerjapkan matanya lalu mengalihkan tatapannya. Tidak ingin menatap mata Agrio.

KAMU SEDANG MEMBACA
AGRIO
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Agrio, keturunan ke empat Surendra yang memiliki sifat yang berbeda dengan Papi, Opa, maupun pendahulu Surendra sebelumnya. Kalau dulu Opa dan Papinya adalah pemimpin geng yang brandal, kali ini Agrio ialah lelaki yang...