HAIII selamat datang kembali!
YUKKK vote dulu yukkk....
Selamat membaca, enjooooyy!
🎈🎈🎈
Agrio berlari dengan sekuat tenaga menuju ruang kesehatan di sekolahnya. Ia tidak mempedulikan peluh yang membasahi tubuhnya. Pikiran Agrio pecah antara kesehatan Havana dan Agria. Kenapa kedua gadis yang sangat berarti untuknya harus sakit di saat bersamaan?
Agrio dengan tidak sabar membuka pintu ruang kesehatan membuat semua menoleh pada lelaki itu dengan terkejut. Agrio mendapati Papinya sudah berdiri di samping ranjang Agria bersama dengan kepala sekolahnya.
Agrio melangkah masuk. Ia tidak mempedulikan tatapan heran dari kepala sekolahnya.
"Agrio? Kemana seragam kamu?" tanya kepala sekolahnya itu tak ia hiraukan.
Agrio berjalan menuju Agria yang tertidur. Ia menatap Papinya yang tampak khawatir.
"Ia kenapa Pi?" tanya Agrio.
Papinya menghela napasnya. Ia menatap Agrio dengan sedih.
"Ayo kita ngobrol di luar. Biarkan Agria istirahat sembari menunggu Mami kamu,"
Agrio mengerjap lalu mengangguk. Sebelum itu ia melirik pada Agria yang masih tertidur dengan damai. Agrio mengikuti langkah Papinya.
Papinya membawa Agrio menuju parkiran di mana mobil Papinya itu berada. Papinya membalikkan badannya. Ia menatap Agrio.
"Kata yang tadi melihat Agria jatuh, Agria sempat mengeluh sakit di dadanya,"
Kening Agrio mengerut. Ia menatap Papinya dengan bingung. "Sakit?"
Setau Agrio, Agria sehat-sehat saja. Bahkan gadis itu cenderung sangat aktif. Tentu saja Agrio heran kalau Agria sampai sakit.
Papinya mengangguk. "Belum tahu sakit apa, ini mau Papi bawa ke rumah sakit setelah Mami kamu datang,"
Agrio terdiam. Ia mengerutkan keningnya seolah teringat. Belakangan ini Agria selalu terbatuk apalagi kalau terkena asap rokok. Agrio pikir itu hanya reflek gadis itu yang tidak menyukai asap rokok.
Seketika Agrio terdiam. Ia berusaha mengusir bayangan buruk dalam otaknya. Ia berusaha berpikir hal-hal yang baik. Agria tidak apa-apa, kembarannya itu sehat. Ya Agrio yakin itu.
"Agria pasti baik-baik aja Pi," lirih Agrio pelan meskipun dalam hatinya ia meringis.
Agrio ini Kakak macam apa yang tidak tahu kalau Adiknya sendiri sedang sakit? Agrio merasa gagal menjadi seorang lelaki dan seorang Kakak.
"Loh, kamu mau kemana?"
Agrio yang baru meninggalkan Papinya itu menoleh sedikit. Lelaki itu menunduk tak berani menatap Papinya.
"Agrio butuh udara segar,"
Agrio dengan gontai melangkah menuju atap sekolahnya. Sesampainya di sana ia mendudukkan dirinya di salah satu kursi. Pandangannya menatap ujung atap sekolah yang mengingatkannya pada Havana. Gadis itu menangis di atap setelah selesai bertengkar dengan Adriana. Agrio tidak akan melupakan hal itu.
Agrio menunduk. Badannya terasa sangat sakit. Mungkin karena beberapa hari ini ia mengerahkan seluruh tenaganya untuk menjaga Havana, menyelesaikan masalah gadis itu, tanpa mempedulikan kalau tubuhnya juga butuh istirahat.
Agrio memijat keningnya. Sungguh tubuhnya terasa sangat tidak enak. Ia tidak tahu kalau semuanya bisa datang di saat yang bersamaan seperti ini. Agrio butuh istirahat, butuh meninggalkan dunianya yang terlalu rumit. Agrio meringis.
KAMU SEDANG MEMBACA
AGRIO
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Agrio, keturunan ke empat Surendra yang memiliki sifat yang berbeda dengan Papi, Opa, maupun pendahulu Surendra sebelumnya. Kalau dulu Opa dan Papinya adalah pemimpin geng yang brandal, kali ini Agrio ialah lelaki yang...