HALOOOOOO, selamat datang lagii!
YUKKKKSS vote dulu sebelum membaca!
Selamat membaca, enjoooyyy!!
🎈🎈🎈
"Kamar lo bersih banget Vey,"
Havana terdiam dan tersenyum menatap Ijah yang menatap keseisian kamarnya. Sementara itu, Liza memilih langsung merebahkan tubuhnya di ranjang empuk milik Havana.
"Ini barang-barang pada kemana? Lo simpen semua?" tanya Ijah pada Havana sembari menatap meja rias Havana.
Havana mengangguk kaku. Ia menoleh saat mendengar Liza bergumam malas.
"Ribet banget lo ngoreksi hidup Havey, Jah,"
Havana terkekeh melihat Liza yang sudah memejamkan matanya. Havana kembali menatap Ijah yang kini duduk di sofa kamarnya.
"Gue... cuma lagi pingin rapi aja,"
Ijah mengangguk mengiyakan. Havana menatap keduanya yang masih memakai seragam sekolah. Sejujurnya hatinya sangat sedih apabila harus meninggalkan kedua sahabatnya yang begitu baik dan setia padanya.
"Oh ya, besok Agrio lomba," Havana memulai percakapan.
Havana melirik pada Ijah dan Liza yang masih diam. Menunggu kelanjutan ucapan dari Havana.
"Kalian dateng ya besok?" pinta Havana.
Liza mengerutkan keningnya bingung. "Ngapain?"
Havana menggeleng. "Temenin gue,"
Ijah menatap Havana. "Kita berangkat bareng?"
Havana menjawabnya dengan gelengan. "Kalian nyusul aja besok. Nanti gue kasih alamatnya. Jam 10 ya,"
Liza menghela napasnya. "Kita nontonin lo ngebucin nih?"
Havana terkekeh. "Ngeramein Liz,"
Ijah mendengus malas. "Gak usah diramain si Agrio juga pasti menang Vey," Havana tersenyum kecil.
"Semoga,"
🎈🎈🎈
"Kamu udah makan?"
Agrio mengangguk lesu. Hari ini ia betul-betul lelah sebenarnya. Namun melihat senyum hangat Havana yang menyambutnya ketika datang berkunjung ke rumah gadis itu sesuai janjinya membuat lelah Agrio sedikit berkurang.
"Capek banget ya? Maaf ya kamu malah ke sini dulu,"
Agrio menggeleng pelan. Ia menatap Havana dan mendorong sedikit selang oksigen Havana agar pas di hidung gadis itu.
"Jadi kenapa?" tanya Agrio.
Havana tidak biasanya meminta dirinya untuk datang ke rumah gadis itu apalagi dengan keadaan lelah seperti ini. Havana cenderung yang membebaskan kapanpun Agrio ingin berkunjung.
Havana menggeleng pelan. "Cuma pingin liat kamu,"
Kening Agrio berkerut namun lelaki itu cepat-cepat menggeleng. Menghindari firasat buruk yang hinggap di pikiran lelaki itu dengan memeluk Havana erat.
"Kalau... besok aku gak menang, gak apa-apa?"
Havana terkekeh. Ia mengusap punggung Agrio. "Kan aku udah bilang, apapun yang terjadi besok, kamu harus inget kalau aku bangga banget sama kamu,"
"Walaupun gak ngasih kamu medali?"
Havana mengangguk dalam pelukkannya. Ia tersenyum sembari membalas pelukan Agrio dengan erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
AGRIO
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Agrio, keturunan ke empat Surendra yang memiliki sifat yang berbeda dengan Papi, Opa, maupun pendahulu Surendra sebelumnya. Kalau dulu Opa dan Papinya adalah pemimpin geng yang brandal, kali ini Agrio ialah lelaki yang...