46

15.8K 1.3K 546
                                    

HALOOO SEMUANYAAAA...

wahh udah bab 46 aja nihh! gimana sejauh ini? Greget gak?

Selamat 100k pembaca AGRIO!

YUKK LAH VOTE DULU SEBELUM MEMBACA!

Selamat membaca, enjoooyyy!

🎈🎈🎈

"Havana,"

Havana yang sedang tersenyum menatap layar ponselnya yang menunjukkan kolom pesan dirinya dan Agrio mendongak. Ia menegakkan duduknya dan tersenyum melihat Mamanya sedang berjalan ke arahnya dan duduk di ranjangnya, tepat di hadapan dirinya.

"Kenapa Ma?"

Havana dapat merasakan Mamanya menatap dirinya, menatap selang yang terhubung pada dirinya. Sedikit membuat Havana meringis melihat tatapan tak tega Mamanya.

"Kamu... baik-baik aja?"

Havana tersenyum kecil. "Mama mau jawaban jujur atau bohong dari Havana?"

Mamanya tersenyum kecut lalu mencoba menggenggam tangan anak gadisnya.

"Havana, mama mau bicara serius,"

Havana mengerutkan keningnya lalu mengangguk. Mematikan ponselnya lalu menatap Mamanya.

"Kamu masih ingat Om Danu?"

Havana memutar bola matanya menghadap atas, mencoba berpikir. Tak lama kemudian ia mengangguk.

"Teman Mama waktu kuliah kedokteran?"

Mamanya mengangguk. Ia tersenyum pada Havana.

"Om Danu sekarang jadi ahli bedah organ dalam di Belanda,"

Havana hanya mengangguk saja. Belum mendapat inti dari pembicaraan Mamanya. Mamanya menarik napasnya.

"Mama sempat beberapa kali konsultasi dengan dia. Tentang keadaan kamu pastinya,"

"Om Danu menyarankan untuk kamu dibawa ke tempat praktiknya. Di Belanda,"

Napas Havana langsung tercekat. Ia menatap Mamanya dengan tatapan tak percaya.

"Apa?"

Mamanya menggenggam tangan Havana. Tersenyum lemah. "Om Danu menyarankan kamu untuk terapi sembari menunggu donor paru-paru untuk kamu. Setidaknya terapi itu bisa membuat pernapasan kamu semakin normal,"

Bola mata Havana mengerjap. "Ma... itu Belanda. Jauh kan?"

Mamanua mengangguk. "Havana, Mama pernah bilang kan? Apapun akan Mama lakukan untuk kesembuhan kamu. Lagian kata Om Danu, mendapat donor di sana lebih mudah daripada di sini Hav. Termasuk dengan pengoprasiannya,"

Havana menunduk. Pikirannya langsung berkecamuk.

"Havana... kamu mau sembuh kan?"

Havana menarik napasnya. Entahlah, Havana jujur saja tidak tahu. Entah sejak kapan, harapan untuk hidup normal terasa jauh untuknya.

"Mama gak lagi bernegosiasi sama kamu Havana. Ini perintah dari Mama,"

Havana mendongak lalu menatap Mamanya. Ia menarik napasnya dan berdoa semoga ini keputusan yang tepat.

"Havana mau, dengan satu syarat,"

🎈🎈🎈

"Tumben banyak diem, kenapa?"

Havana menatap Agrio lalu menggeleng. Gadis itu memilih menyandarkan kepalanya di bahu lelaki itu. Membiarkan Agrio mengusap rambutnya. Inilah zona nyaman Havana.

AGRIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang