HALOO selamat datang di cerita AGRIO!
YUKKK vote dulu sebelum membaca!
Semangat puasanya yaaaa...
Selamat membaca, enjoy!
🎈🎈🎈
Sebulan sudah berlalu semenjak Agrio mengatakan padanya bahwa lelaki itu siap untuk mengikuti olimpiade. Havana menghela napasnya. Agrio benar-benar disibukkan dengan jam tambahan dari Bu Kar sehingga jarang sekali lelaki itu mengunjunginya.
Havana berjalan pelan menuju ruangan khusus pakaiannya. Ia melirik dua koper besar yang sudah siap di ujung ruangan itu.
Havana tersenyum kecil. Lusa adalah hari olimpiade Agrio, juga hari dimana ia berangkat ke Belanda tanpa sepengetahuan siapapun sesuai dengan permintaan Havana pada Mamanya.
"Havana minta satu syarat Ma,"
Mamanya mengusap lembut punggung tangan gadis itu. Havana tersenyum kecil dan menunduk. Tak berani menatap mata Mamanya.
"Rahasiain kepergian Havana ke siapapun. Siapapun tanpa terkecuali, termasuk orang rumah,"
Kening Mamanya berkerut. "Agrio?"
"Terutama Agrio dan keluarganya," ucap Havana mantap.
Mamanya semakin mengerutkan keningnya. "Kenapa Nak? Kalian berantem?"
Havana menghela napasnya lalu menggeleng pelan. Ia menatap Mamanya dengan serius.
"Havana mohon Ma. Havana gak mau ada satupun orang yang tau kalau Havana pergi kemana, untuk apa, sama siapa, dan sebagainya. Biarin Havana jalanin hidup baru di sana,"
Mamanya menggeleng. "Havana, kamu tau kan itu sulit? Apalagi, bukan hal yang sulit untuk keluarga Agrio melacak keberadaan kamu,"
Havana menatap Mamanya. "Havana tau Mama bisa,"
Mamanya menghela napasnya. "Kenapa kamu segininya?"
Havana tersenyum tipis. Ia menatap ke jendela kamarnya.
"Havana cuma mau lepas dari semuanya Ma. Di sini terlalu banyak kenangan yang nyakitin Havana. Havana mau mulai hidup yang baru,"
"Meskipun tanpa Agrio?"
Havana menoleh. Menatap Mamanya lalu mengangguk dengan serius.
"Ya. Meskipun tanpa Agrio,"
Havana menghela napasnya dan berjalan balik menuju ranjangnya. Ia duduk menghadap ke arah jendela. Lusa adalah hari keberangkatannya yang bertepatan dengan hari olimpiade Agrio.
Havana hanya bisa mengucapkan beribu maaf di dalam hatinya. Ia terlalu banyak merepotkan, menyakiti, dan melukai lelaki itu. Padahal, kedua sahabatnya benar. Agrio sudah rela melakukan apapun untuknya. Rasanya tidak pantas kalau seperti inilah balasan yang Havana berikan pada lelaki itu.
Pergi ke Belanda untuk pengobatan yang belum tentu sukses jujur saja menakutkan bagi Havana. Tapi Havana merasa inilah jalan akhir yang akan ia tempuh. Inilah perjuangan terakhirnya menghadapi keadaan dirinya. Kalau, kalau pengobatan ini pun tak berhasil dan dirinya tak berujung mendapat pendonor, mungkin Havana akan benar-benar menyerah pada hidupnya. Havana mengikhlaskan jika dirinya harus menghembuskan napas terakhirnya di negeri orang tanpa Agrio di sisinya.
"Havana,"
Havana menoleh dan tersenyum melihat Kakak tirinya yang membuka pintu.
"Ada Agrio di bawah,"
KAMU SEDANG MEMBACA
AGRIO
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Agrio, keturunan ke empat Surendra yang memiliki sifat yang berbeda dengan Papi, Opa, maupun pendahulu Surendra sebelumnya. Kalau dulu Opa dan Papinya adalah pemimpin geng yang brandal, kali ini Agrio ialah lelaki yang...