Haii, selamat datang di chapter terakhir AGRIO!
Yukk vote sebelum membaca epilog ini!
Selamat membaca, enjoooyyyy!!
🎈🎈🎈
Agrio dalam diamnya tersenyum menatap Havana yang tampil cantik dengan gaun pernikahan mereka sedang tertawa bersama kedua sahabatnya. Tadi Havana izin untuk menemui Liza, Ijah, dan Agria untuk melepas rindu. Agrio hanya mengiyakan sembari menatap gadis yang sebentar lagi bukan gadis itu dari jauh.
Agrio mengulum senyumnya. Setelah penantian yang menyakitkan selama bertahun-tahun, ia tidak menyangka kalau dirinya akan hadir hingga di tahap ini bersama Havana. Agrio tidak menyangka kalau hubungan saling menyakitinya dengan Havana akan berakhir di pelaminan seperti ini.
"Udah kali Gri natapnya,"
Agrio menoleh dan tersenyum mendapati Maminya membawakan segelas air putih untuknya. Agrio menerima air tersebut dan meminumnya. Mempersilakan Maminya untuk duduk di sampingnya, di kursi khusus keluarga. Meletakkan gelasnya di meja.
"Kamu bahagia?"
Agrio menoleh dan menatap Maminya dengan senyuman paling tulus. Ia mengangguk pelan.
"Agrio gak pernah lebih bahagia dari ini Mi,"
Agrio kembali menolehkan kepalanya menatap Havana yang kini sedang berfoto ria bersama ketiga sahabatnya.
"Agrio gak pernah nyangka akan sampai di tahap ini sama Havana setelah apa yang sama-sama kita alamin. Setelah semua rasa sakit yang kita laluin, Agrio gak pernah berpikir hari ini akan datang untuk Agrio,"
Agrio menunduk saat merasakan tangan Maminya menggenggamnya. Hangat itu ia rasakan. Agrio membiarkannya. Jarang sekali ia dapat menggenggam tangan Maminya setelah sekian lama.
"Abang berhak dapatin semua rasa bahagia ini,"
Agrio menoleh. Maminya hampir jarang memanggil dirinya Abang karena perbedaan umur dengan Agria yang hanya beberapa menit. Mami dan Papinya cenderung memanggil anak-anaknya hanya dengan nama, tanpa sebutan lain. Jika Maminya memanggil dirinya dengan sebutan Abang, maka Agrio pastikan Maminya dalam mode serius.
"Mami tau gimana susahnya kamu bangkit sampai di situasi kayak gini. Mami juga tau gimana berusahanya kamu lagi selama ini untuk Havana. Bohong kalau Mami gak merasa sakit hati ngeliat anak Mami harus semenyedihkan itu untuk seorang perempuan,"
Agrio diam. Ia ingin Maminya melanjutkan ucapannya.
"Tapi Mami juga lihat, tatapan itu, tatapan yang gak pernah berubah semenjak kamu masih pakai seragam sekolah. Tatapan yang membuat Mami ngerasa sama seperti waktu Papi kamu menatap Mami, dan Mami tau, cuma Havana lah yang kamu tatap seperti itu, selama ini,"
"Berkali-kali Mami coba kenalin kamu sama perempuan, bahkan Mami coba memahamin hubungan kamu sama Liza. Mami pikir akan lebih dari sekedar sahabat, tapi Mami tetap gak bisa temuin rasa itu ke siapapun selain Havana,"
Agrio menahan napasnya ketika melihat Maminya yang tersenyum dan berkaca-kaca. Ia mengusap tangan Maminya.
"Bang, Havana itu pernah sakit, mungkin sakitnya lebih dari apa yang selama ini kamu pikirin. Dia juga sama kayak kamu, berjuang susah payah untuk bangkit, sembuh, dan akhirnya mendapati apa yang dia dapatin saat ini-"
"Mami mau kamu lebih dewasa. Mami gak mau kamu ngelewatin terlalu banyak masa sulit lagi setelah ini. Pasti, masa sulit itu pasti datang. Tapi Mami mau kamu sama Havana lebih dewasa menghadapinya,"
"Havana bukan kayak Mami yang hanya menjadi ibu rumah tangga di rumah yang punya waktu sepenuhnya untuk keluarga. Havana bukan kayak Mami yang bisa selalu temani Papi kemanapun kapanpun. Itu yang harus kamu ingat dan ngertiin,"

KAMU SEDANG MEMBACA
AGRIO
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Agrio, keturunan ke empat Surendra yang memiliki sifat yang berbeda dengan Papi, Opa, maupun pendahulu Surendra sebelumnya. Kalau dulu Opa dan Papinya adalah pemimpin geng yang brandal, kali ini Agrio ialah lelaki yang...