31

19.2K 1.6K 207
                                    

HAYOOO siapa yang gak sabar sama kelanjutan cerita AGRIO??

YUKKK vote dulu laah sebelum membaca cerita ini!

Selamat membaca, enjoooyy.

🎈🎈🎈

Agrio membanting pintu mobilnya dengan kasar dan berlari begitu saja menuju kerumunan yang ramai. Ia yakin gadisnya berada di sana. Matanya sudah mulai berair. Ia mendengar semuanya. Semua percakapan Havana dengan Ranuga... hingga suara tembakan dan ringisan Havana, Agrio mendengar semuanya.

Cukup sulit untuk Agrio sampai hingga di tempat di mana Havana terbaring. Cantik dengan kebaya putih yang kini sudah berubah menjadi merah di bagian dada dan sudah menjalar ke perut gadis itu. Gadisnya memejamkan mata dan sedikit tersenyum membuat Agrio semakin lemah dan meneteskan air matanya.

"Havana..." Agrio melirih dan jatuh terduduk di samping tubuh Havana yang tergeletak.

Agrio melihat seorang perempuan muda yang menahan aliran darah yang terus keluar dari dada Havana. Di sebelah perempuan itu ada wanita yang ia yakini sebagai Mama dari Havana sedang menangis di pelukkan suaminya.

"Gri," Agrio merasakan Agria memeluknya. Menangis sembari memeluknya.

Agrio menjulurkan tangannya ke kening Havana. Ia mengusap kening yang dingin dan berkeringat itu. Matanya menatap pada ponsel yang berada di tangan gadis itu. Agrio mengambilnya.

Ia menahan isakkannya saat melihat ponsel itu dalam kondisi menyala dan masih terhubung dengan panggilannya.

Hatinya teriris saat melihat kontaknya diberi nama "Bawel💕".

"Permisi! Ambulannya udah datang,"

Agrio membiarkan petugas ambulan mengangkat Havana. Havana memang butuh pertolongan. Ia menggenggam erat ponsel Havana lalu ia menoleh pada Agria.

"Temenin Havana Ya,"

Kening Agria berkerut. "Lo gak ikut?"

"Ada yang harus gue selesaikan,"

Agrio dengan rahang mengetat melangkah menuju mobilnya. Ia mencengkram erat ponsel Havana yang ada di tangannya. Agrio merogoh saku celananya dan mengambil ponselnya. Ia memberhentikan langkahnya dan memutuskan sambungannya dengan Havana. Agrio tersenyum miring saat rekaman hasil telepon dirinya dan Havana sudah tersimpan di dalam ponsel pintarnya.

Setelah ini ia tidak akan membiarkan bajingan seperti Ranuga lolos sekalipun orang tuanya merupakan seorang menteri. Agrio akan menggunakan kuasanya sebagai seorang Surendra dengan baik.

Agrio mencari nama seseorang di kontaknya. Seseorang yang Papinya begitu percayai dan tentu saja, satu-satunya orang yang Agrio tahu akan mudah membantunya.

"Pak Germi, Agrio butuh Bapak cari lokasi nama yang udah Agrio kirim ke Bapak,"

Agrio menahan napasnya lalu menghembuskannya.

"Kirim setengah dari total pengawal Papi. Agrio butuh pengawalan penuh,"

Agrio menatap ambulan Havana yang meninggalkan kawasan diikuti oleh beberapa mobil yang mengikuti ambulan tersebut. Agrio menunduk dan menahan napasnya. Tangannya bergetar ketakutan. Ketakutan akan kehilangan Havana. Ia berjalan menuju mobilnya.

"Agrio juga butuh dua pengacara pribadi Papi,"

🎈🎈🎈

Agrio berjalan dengan tangan terkepal kuat masuk ke dalam suatu bar. Tatapannya mematikan. Rahangnya mengeras dan seluruh tubuhnya menegang. Emosinya benar-benar sudah dipuncak.

AGRIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang