25

19.8K 1.7K 207
                                    

HAIIIII selamat datang di cerita AGRIO!

YUKKKK vote cerita ini sebelum kalian membaca!

Siapin baju buat ngelayat juga yaa😌

Selamat membaca, enjoooyy!!

🎈🎈🎈

Havana memeluk Agrio dari samping sejak keduanya sampai di rumah duka. Ia setia menemani Agrio meskipun lelaki itu hanya terdiam menangis di dekat pintu masuk. Tidak berani masuk ke dalam.

Untuk pertama kalinya, Havana melihat Agrio menangis. Menangis yang benar-benar menangis.

Mata Havana berkaca-kaca. Bagaimanapun ia sudah pernah bertemu bahkan berinteraksi dengan Opa dari Agrio itu. Havana melirik ke arah sekitar.

Pandangan Havana terhenti pada Omanya Agrio. Wanita rapuh itu tak henti-hentinya menangis di pelukan Papi Agrio.

Havana ikut meneteskan air matanya. Turut berduka cita yang sangat dalam.

Karena ramainya pelayat, maka puluhan pengawal sudah berjaga-jaga di depan pintu. Hanya mengizinkan keluarga dan kerabat terdekat untuk masuk dan melihat jenazah.

Pandangan Havana terhenti pada Agria yang juga menangis keras di pelukkan adiknya, Akarez. Gadis yang merupakan kembaran Agrio itu menunduk dan bergetar. Tanda menangis hebat.

Havana menatap Agrio. Sedari tadi Agrio hanya menangis di dekat pintu. Tak berani mendekat pada jenazah membuat Havana hanya bisa memeluk dan menenangkan lelaki itu. Havana tahu, Agrio pasti sangat hancur.

Oh, bukan. Seluruh keluarga Surendra sangat hancur kehilangan sosok Rezvan Aileen Surendra.

"Udah mau masuk?" tanya Havana pelan pada Agrio.

Lelaki itu tetap menggeleng. Pandangannya begitu lesu.

"Gue... gak percaya itu Opa,"

Havana menarik napasnya. Melihat Agrio yang seperti ini mengingatkannya pada dirinya ketika Hasna, Kakaknya meninggalkan dirinya.

Havana menunduk. Membiarkan air matanya jatuh lalu ia mendongak. Ia menangkup wajah Agrio.

"Kamu kuat, kita temuin Opa bareng-bareng ya?"

Seusai mengucapkan itu, Havana menarik pelan tangan Agrio mendekati jenazah yang sudah dikelilingi oleh seluruh keluarga Surendra.

Havana sempat melirik pada Hazel. Tante dari Agrio itu menangis menjadi-jadi meski sudah berupaya ditenangkan oleh suaminya.

Havana menarik Agrio untuk duduk bersimpuh. Havana duduk di antara Agrio dan Agria yang masih menangis memeluk Akarez. Mereka bertiga masih mengenakan seragam sekolah.

"Grio,"

Havana mundur membiarkan Agria memeluk Agrio. Keduanya saling berpelukan dan menangis. Havana menghela napasnya mengusap pipinya.

Ia beralih ke sisi Akarez. Lelaki yang merupakan adik dari Agrio itu hanya bisa menunduk. Menyembunyikan tangisnya.

Havana merangkul lelaki itu. Ia mengusap bahu Akarez membuat isakan kecil itu mulai muncul.

"Gak apa-apa. Nangis aja Rez," bisik Havana pelan menenangkan Akarez.

Havana menatap jenazah Opa Agrio di hadapannya. Ia menghela napas. Pantas saja pria itu menghampirinya sebelum ia pulang saat ulang tahun Kiara. Pria itu menghampirinya tepat ketika Agrio sedang pamit pulang pada Kiara, meninggalkan Havana sendirian di dekat makanan.

Havana menarik napasnya. Mengingat pesan terakhir yang pria tua itu sampaikan padanya.

Pandangan Agrio ke kamu, persis seperti saya menatap istri saya dulu hingga sekarang. Tolong jaga cucu saya. Sayangi dia dan jangan pernah menghalangi dirinya melaksanakan kewajibannya.

AGRIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang