HAIIIIII selamat datang lagi di AGRIO!
MAAF ya lagi ga sering update soalnya udah mulai kuliah gais! Tapi sebisa mungkin update terus untuk kaliaan!
Yukkk pastiin kalian udah vote sebelum membaca cerita ini!
Selamat membaca, enjoyyy!
🎈🎈🎈
"Lo tau gak, mungkin sekarang gue gak ngerasain yang namanya masalah sama keluarga, tapi keluarga gue yang lo selalu pikir bikin iri ini juga pernah punya masalah,"
Agrio menggenggam tangan Havana. Lelaki itu menarik Havana untuk menyandar pada bahunya. Ia merangkul sembari mengusap bahu Havana. Menenangkan Havana yang masih sedikit terisak.
"Bokap gue pernah cerita tentang betapa beratnya masalah yang pernah dia laluin dulu. Apalagi ditambah nyokap gue yang sakit parah,"
Havana mendongak terkejut. Agrio membalas tatapan itu lalu mengangguk.
"Nyokap gue dulu kanker. Mungkin dia udah dinyatain sembuh sama dokter, tapi sampai sekarang hidupnya sama Bokap gue selalu kebayang-bayang sama masa dulu,"
Agrio menarik napasnya. "Bokap gue bilang, dulu mereka pernah sampai berkomitmen gak mau punya anak. Nyokap gue takut kalau kanker itu mungkin sembuh di dia tapi nurun lagi ke anaknya, kayak nenek gue nurun ke nyokap gue,"
"Sampai kita berumur segini, Gue, Agria, bahkan Akarez setiap bulan wajib selalu cek ke dokter karena nyokap gue trauma,"
"Belum lagi dulu keluarga Bokap gue hampie hancur karena satu anak angkat,"
Havana terus mendongak menatap Agrio. Ia terkejut atas semua pernyataan Agrio.
"Orang tua gue terlalu ngelewatin banyak hal, itu yang buat mereka trauma sampai sekarang. Mungkin orang lain gak bisa lihat, tapi ini kerasa banget buat gue, Agria, dan Akarez,"
Agrio menunduk. Ia menangkup pipi Havana. "Yang mau gue sampein di sini, apapun masalah lo, lo harus tau kalau lo kuat. Lo udah bertahan sampai sini, jangan sampai lo nyerah di titik ini,"
"Mungkin emang berat, tapi lo lihat? Bokap dan Nyokap gue bahagia sekarang kan?"
"Lo juga pasti akan kayak gitu Havana. Lo akan bahagia nanti. Pasti,"
Havana mengerjapkan matanya. Ia meneteskan air matanya lagi.
"Dan jangan lupain. Gue di sini selalu ada buat lo,"
Agrio mengecup kening Havana. "Meskipun lo harus tiba-tiba dateng kayak tadi bikin kaget sekeluarga," candanya.
Havana mendengus dan beralih memeluk Agrio.
"Terus menurut lo, gue harus apa?"
🎈🎈🎈
Agrio melepaskan pelukannya. Ia menatap Havana yang tertidur di pelukannya. Setelah menghabiskan satu jam menangis dalam pelukannya, Havana terlelap begitu saja di pelukannya.
Agrio kemudian kembali memeluk Havana. Kali ini ia mengeratkan pelukannya. Menenggelamkan kepalanya pada bahu gadis itu. Mencari kenyamanan.
"Mungkin gue belum jatuh cinta sepenuhnya sama lo, tapi ngelihat lo kayak gini nyakitin gue banget,"
Agrio menarik napasnya dalam. "Ajarin gue. Ajarin gue untuk jadi orang sekuat lo," lirih Agrio pelan.
Agrio menghela napasnya. Ia menggendong Havana memasuki rumahnya. Mengundang keterkejutan dari anggota keluarganya yang masih berkumpul di ruang keluarga.
"Loh, itu kenapa Gri?" tanya Omanya.
"Ketiduran Oma,"
"Antar ke kamar Ia aja," ucap Agria.
KAMU SEDANG MEMBACA
AGRIO
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Agrio, keturunan ke empat Surendra yang memiliki sifat yang berbeda dengan Papi, Opa, maupun pendahulu Surendra sebelumnya. Kalau dulu Opa dan Papinya adalah pemimpin geng yang brandal, kali ini Agrio ialah lelaki yang...