HALOOOO SELAMAT DATANG LAGII!
YUKK VOTE SEBELUM MEMBACA CERITA INI!
Selamat membaca, enjoyy!!
🎈🎈🎈
Havana menarik selimut Liza yang baru saja tertidur. Ia menghela napasnya melihat guratan kelelahan di wajah gadis itu. Havana berjalan mundur lalu membalikkan badannya, memilih meninggalkan ruang rawat Liza agar gadis itu bisa beristirahat dengan tenang.
Havana baru saja melangkah keluar dan matanya menangkap Agrio yang kini berdiri dari duduknya di depan kamar rawat Liza. Havana menahan napasnya, tak siap menatap lelaki itu lagi.
"Udah selesai?" tanya Agrio.
Havana mengangguk. "Liza tidur, kalau lo mau masuk jangan berisik,"
Havana melangkah pergi namun langkahnya langsung ditahan oleh Agrio.
"Havana, kita butuh bicara. Kamu butuh ngejelasin alasan kamu ninggalin aku tanpa alasan beberapa tahun yang lalu,"
Havana menatap lelaki itu dan melepaskan cekalan tangan Agrio di lengannya.
"Agrio, masa itu udah lewat. Sekarang lo cuma perlu jalanin hidup lo sendiri dan gue juga begitu,"
Agrio terdiam. Ia menatap dalam pada Havana. Mencari rasa itu di mata gadis itu yang justru terlihat hambar. Agrio tertawa sumbang.
"Setelah bertahun-tahun pun, lo gak ngerasa bersalah sama gue?" tanya Agrio dengan lirih.
Havana memilih diam. Tentu saja ia merasa bersalah telah meninggalkan lelaki itu tanpa kata-kata apapun. Meninggalkan Agrio tanpa jejak sedikitpun.
Agrio melangkah mundur dua langkah. Ia menatap Havana dengan tatapan tidak percayanya. Entah Havana yang terlalu kuat menyembunyikannya, atau memang Agrio tidak bisa merasakan kehangatan dari pandangan Havana.
"Bertahun-tahun Havana, gue cari lo. Gunain semua kekuasaan Bokap gue yang ternyata sia-sia karena lo sendiri yang gak mau gue cari lo,"
Havana menahan sebisa mungkin agar matanya tak mengeluarkan air mata. Ia mengepalkan tangannya erat.
"Setiap gue bangun tidur harapan gue cuma ada keajaiban gue bisa ketemu lo di saat gue bahkan gak tau keadaan lo masih bernyawa atau enggak,"
Havana mengalihkan tatapannya ke koridor rumah sakit yang sepi. Tak berani menatap mata Agrio yang terlihat sangat kecewa.
"Tapi ternyata semuanya percuma," tawa Agrio lirih.
Agrio menghela napasnya. Mengatur emosinya. Ia mengepalkan tangannya. Ingin rasanya melampiaskan emosinya dengan menendang apapun yang ada. Agrio pun mengangguk menatap Havana.
"Gue emang berdoa mau ketemu lo lagi. Setidaknya kalau lo emang gak mau lagi sama gue, gue dapat alasan yang jelas kenapa lo ninggalin gue gitu aja. Ternyata, jangankan untuk balik sama lo, penjelasan aja lo gak punya,"
Agrio menatap Havana. Lelaki itu tersenyum miring. "Oke kalau gitu,"
Agrio melangkah maju ke Havana menuju ruang rawat Liza. Saat bahunya bersentuhan dengan bahu Havana, lelaki itu berbisik.
"Gue nyerah sama lo Havana,"
🎈🎈🎈
Havana tertunduk lalu menangis di ruangannya. Merutuki sikap bodohnya yang membiarkan Agrio pergi begitu saja.
Havana mengusap air matanya. Hari ini ia sungguh lelah, badannya pun terasa kurang enak. Mungkin karena dari kemarin ia memforsir tenaganya dalam bekerja dan bahkan Havana belum tidur sama sekali. Kemarin dan hari ini ialah hari terberat untuk Havana semenjak kemunculan Agrio kembali di hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AGRIO
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Agrio, keturunan ke empat Surendra yang memiliki sifat yang berbeda dengan Papi, Opa, maupun pendahulu Surendra sebelumnya. Kalau dulu Opa dan Papinya adalah pemimpin geng yang brandal, kali ini Agrio ialah lelaki yang...