Haiii males basa basi langsung aja lah ya ke ceritanya!
Konflik mulai bertebaran yuhuuu...
Selamat membaca, enjoooooooooyyy!!
🎈🎈🎈
Agrio tersenyum pada Havana saat gadis itu menggeleng pelan.
"Kenyang,"
Agrio terkekeh lalu mengangguk. "Baru empat suap udah kenyang. Biasanya kamu empat piring,"
Havana mendengus. Ia tahu maksud godaan dari Agrio. Seketika Havana teringat betapa memalukan dirinya yang makan sebanyak porsi tukang kuli.
Havana tiba-tiba meringis. Ia langsung melarikan tangannya ke dadanya membuat Agrio yang baru saja meletakkan piring langsung sigap menghampiri Havana.
"Kenapa?" tanya Agrio khawatir.
Havana menggeleng pelan. Ia tetap meringis membuat Agrio langsung menggenggam tangan gadis itu.
"Aku panggil dokter ya?"
Havana menggeleng lagi. Agrio diam dan membiarkan Havana. Ia hanya membantu dengan mengelus rambut serta wajah gadis itu. Mengusap keringat yang mulai keluar dari dahi gadis itu.
Havana akhirnya dapat menarik napasnya dengan benar membuat Agrio menghela lega.
"Udah enakkan?"
Havana mengangguk. Ia tersenyum kecil pada Agrio. "Boleh tolong ambil minum?"
Agrio mengangguk. Ia menyodorkan sedotan yang terhubung pada air mineral dan memberikannya pada Havana. Agrio menatap Havana yang minum dan membantu gadis itu.
Setelah memastikan Havana berbaring dengan nyaman Agrio mengecek jam tangannya. Ia beralih menatap Havana yang mengerutkan keningnya. Sepertinya gadis itu bingung akan kelakuan Agrio yang tidak tenang.
"Kenapa?"
"Kakak atau Mama kamu selesai jam berapa ya?"
Kening Havana berkerut. "Gak tau, kenapa?"
Agrio menarik napasnya. "Aku harus jenguk Agria,"
"Agria sakit?" tanya Havana terkejut. Agrio mengangguk sebagai jawabannya.
"Dia... jatoh dari tangga sekolah tadi,"
Bola mata Havana membulat. Ia memandang Agrio kesal.
"Kenapa gak pergi dari tadi?!"
Agrio menggenggam tangan Havana. "Aku gak mungkin ninggalin kamu sendirian Havana,"
Havana menarik napasnya. "Sekarang pergi Gri. Agria butuh lo,"
Agrio terdiam. "Oke aku pergi tapi aku gak mau denger kamu ngomong lo-gue lagi,"
Havana menghela napasnya. "Pergi sekarang Agrio,"
Agruo mengangguk mengalah. Ia mengusap kening Havana dan mendaratkan sebuah kecupan di dahi gadis itu.
"Nanti aku balik lagi,"
🎈🎈🎈
Agrio membuka ruang rawat Agria. Ia mengerutkan keningnya melihat Maminya yang menangis di pelukkan Akarez dan Papinya yang mondar-mandir serta Agria yang hanya tertunduk.
"Ada apa? Grio ngelewatin sesuatu?" tanya Agrio setelah menutup pintu ruang rawat Agria.
Ia semakin mengerutkan keningnya mendapati keluarganya yang begitu tegang. Ia melirik pada Akarez yang menggeleng pelan.
"Kenapa Ya?" tanya Agrio saat ia sampai di samping Agria.
Ternyata kembarannya itu menangis membuat Agrio semakin menatap keluarganya bingung. Ia menatap Papinya serta Maminya yang masih bungkam.
KAMU SEDANG MEMBACA
AGRIO
Roman pour Adolescents[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Agrio, keturunan ke empat Surendra yang memiliki sifat yang berbeda dengan Papi, Opa, maupun pendahulu Surendra sebelumnya. Kalau dulu Opa dan Papinya adalah pemimpin geng yang brandal, kali ini Agrio ialah lelaki yang...