LIMA

193 8 0
                                    

ARUM menyantap seluruh nasi uduknya. Gadis itu terlihat cukup kesulitan untuk menahan diri agar tidak menghabiskan seluruh daging bebeknya. Abipraya memerhatikannya sejak makanan datang. Arum hanya memakan lalapan, sambal dan nasinya saja. Gadis itu ingin menyisakan daging bebek itu, membawanya ke rumah untuk ibunya. Sebelum nasi uduk milik Arum habis, Abipraya memesan dua daging bebek lagi. Satu dibungkus dan satu lagi untuk dimakan Arum.

"Bawa satu buat kamu di rumah. Sekarang makan dua dagingnya." Ucap Abipraya seraya menyerahkan daging bebek yang baru pada Arum.

Daging bebek pertama Arum belum habis, namun Abipraya sudah membawakan gadis itu daging yang lain. Arum cukup tertegun. Cukup tak menyangka kalau Abipraya akan sebaik itu padanya. Namun Arum tetaplah Arum, ia berpikir bahwa Abipraya berbaik hati padanya karena ia ingin rencananya lancar.

"Tidak usah, Pak. Saya akan habiskan yang ini," ucap Arum menolak untuk memakan dua porsi daging bebek. "Saya cukup makan satu. Dua lagi dibungkus saja. Terima kasih."

Abipraya mengangguk mengerti setelah dibuat terkekeh kedua kalinya. Pria itu senang karena Arum mulai mau menerima dirinya. "Gimana, Rum? Kamu belum menjawab pertanyaan saya yang tadi."

Arum menggilas suapan terakhirnya. Tak lama setelah ia selesai, Arum membersihkan tangannya di dalam kobokan kemudian menyilangkan kedua tangannya di atas meja. Sebelum ia menyahuti perkataan Abipraya, Arum meneguk air tehnya terlebih dahulu. Arum melakukan itu semua tanpa melihat wajah Abipraya. Arum hanya menunduk dan menunduk seolah menatap wajah Abipraya adalah sebuah dosa.

"Saya rasa... ini bukan perihal bersedia atau tidak bersedia menerima bantuan," ucap Arum lirih seraya memeluk gelas berisi teh dengan kedua tangannya. "Seperti yang sudah saya singgung, Pak Praya. Ini adalah masalah pribadi yang tidak patut diselesaikan dengan campur tangan orang lain. Saya betul-betul menghargai usaha Pak Praya untuk meyakinkan saya. Tapi... saya tetap tidak ingin dibantu oleh siapapun, seberat apapun masalah saya. Saya akan menyelesaikannya sendirian."

"Panggil saya Pak Abi saja, Rum."

"Baik, Pak Abi."

Abipraya mengernyitkan alisnya samar-samar. "Baiklah... tapi kamu harus tahu kalau saya siap membantu kamu dalam kondisi apapun. Jangan segan lagi untuk berbicara dengan saya ataupun dosen lain."

"Baik, Pak Abi... terima kasih banyak untuk makanannya. Saya pamit pulang." Arum bangkit dari kursinya. Ketika Arum mengedarkan pandangan, ia mendapati ketiga sosok yang paling membenci dirinya. Hanna, Gea dan Dito. Ketiga orang itu tengah mencari kursi kosong. Abipraya ikut menoleh.

"Rum, kamu pulang jalan kaki?" tanya Abipraya mencoba membuat Arum tak menghiraukan kehadiran ketiga orang itu.

Hanna menatapi Arum dengan dengki. Bahkan ia sama sekali tidak melihat ke dalam mata Abipraya sebagai dosennya. Ia hanya menatapi ke dalam mata Arum dengan penuh kebencian. Abipraya khawatir akan hal itu. Abipraya tak ingin lagi mendengar berita pertengkaran Arum dengan Hanna maupun dengan yang lainnya.

Arum lekas pergi meninggalkan Abipraya setelah ia mengangguk pelan sebagai tanda perpisahan pada Abipraya. Abipraya menghela napasnya. Ia berpikir, mencari cara untuk bisa mencegah Arum dari rencana menghentikan kuliahnya. Abipraya tak mau lagi ada mahasiswa atau mahasiswi yang berhenti dari kuliah mereka karena permasalahan biaya. Mendengar kabar bahwa Arum tak pernah membawa orang tuanya untuk berkonsultasi dengan keuangan membuat Abipraya semakin khawatir.

Setelah melamunkan Arum dalam pikirannya, Abipraya tersadar. Ia mencoba mengecek waktu di jam tangannya. Tak lama dari itu, Abipraya pergi untuk membayar makananan dan lekas menuju stasiun untuk pulang. Sewaktu ia menunggu di stasiun, ia mendapati sosok Arum yang semakin menjauh dan mengecil dari pandangannya tengah berjalan, dengan sepatu lusuh kesayangannya. Abipraya saat itu begitu ingin cepat-cepat memberikan sepatu itu pada Arum. Abipraya sendiri ingin memberikan sepatu baru untuk Arum murni karena ia ingin membantu gadis itu. Tidak ada imbalan apapun yang Abipraya harapkan dari kebaikan seperti itu.

Save Your Tears, My AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang