ABIPRAYA dan Isabella menepuk-nepuk seprai dan bantal tidur mereka sebelum akhirnya mereka menjatuhkan tubuh mereka di atas tempat tidur. Isabella yang sudah selesai dengan kegiatan rutin mengaplikasikan skincare malam harinya, segera menyibukkan diri melanjutkan bacaan jurnalnya. Ia membalut kakinya dengan selimut hangat dan membaca dalam cahaya hangat temaram.
Abipraya di sisi lain memilih untuk mengecek laptopnya untuk beberapa menit dan membuka surel. Beberapa surel penting ia tandai dengan bintang untuk kemudian esok pagi hari ia periksa dan baca kembali.
"Mas... aku ditawari untuk ikut penelitian ke Cirebon. Kebetulan Pak Roy dapat hibah dari kemendikbudristek, beliau ajak aku dan satu dosen lain juga dua orang mahasiswa." Isabella menaruh jurnal itu di nakas yang berada di sebelahnya.
Abipraya terperanjat, hatinya tercekat tatkala mendengar nama pria itu. "Roy?"
Isabella mendengung sejenak mengiyakan. Hatinya dag-dig-dug menantikan respon Abipraya selanjutnya.
"Iya, Mas. Di kampus kita cuman ada empat orang yang berhasil dapat hibah. Salah satunya Pak Roy." Jelas Isabella pelan dan tenang meskipun seluruh tubuhnya merinding menunggu jawaban Abipraya.
Abipraya menutup laptopnya dan menyimpannya di nakas. Ia kemudian mematikan lampu tidur. Sangat jelas bahwa Abipraya tak mau berbicara tentang Roy. Sangat jelas bahwa ia juga sudah tahu tentang perselingkuhan Isabella dengan Roy.
Melihat reaksi Abipraya, jantung Isabella seolah ingin keluar dari dadanya. "Mas... kalo aku gak ambil kesempatan ini-"
"Berapa lama?"
Isabella berdehem pelan. "Dalam rentang tiga sampai empat bulan mungkin perlu dua sampai tiga kali kunjungan untuk ambil data. Per kunjungannya itu... kurang lebih empat sampai tujuh hari."
"Lama juga, ya." Abipraya berusaha untuk tetap tenang merespon situasi tersebut. "Kenapa harus sama Pak Roy?"
Dahi Isabella mengernyit seolah tak terima dengan pertanyaan Abipraya. "Hmm... ya... karena beliau satu-satunya dosen fakultas kita yang dapat hibah? Aku rasa ini adalah kesempatan yang prestigious dan langka sekali, Mas."
"Memangnya kamu akrab sama Pak Roy? Bisa kerjasama dengan beliau? Aku dengar ritme kerjanya lumayan cepet juga, loh. Aku takut kamu capek aja."
"Aku yakin bisa kok, Mas." Jawab Isabella percaya diri. "Menurut kamu gimana?"
Abipraya terkekeh kecil dengan sedikit muatan mengolok di dalam kekehannya itu. Dahi Isabella mengernyit lagi, jelas sekali ia tersinggung dengan kekehan sumbang milik Abipraya.
"Kenapa?" Tanya Isabella dengan nada bicara yang datar.
"Kamu pikir aku selama ini diam karena aku tidak tahu, bukan?" Abipraya menarik selimut dan membenahi bantalnya, bersiap untuk tidur.
Isabella terhenyak. "Mas, maksud kamu-"
"Tidak pernah sekalipun aku menaruh curiga, Bel. Aku selalu menjaga silaturahmi dengan dosen-dosen dari departemen lain, bahkan lintas fakultas." Abipraya menidurkan dirinya kemudian membelakangi Isabella yang masih duduk membeku. "Tapi dengan adanya ini, semuanya jadi sulit gara-gara keegoisan kamu."
"Mas, kamu ngomong apa, sih?" Isabella terkekeh sumbang. Abipraya dapat mencium kegelisahan dari nada bicara Isabella.
Abipraya mengubah posisi tidurnya agar bisa melihat wajah Isabella. "Bel, aku tahu semuanya."
Isabella beranjak dari kasur dengan gusar. Ia menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Ada kesedihan dan kemarahan terbingkai di wajah perempuan itu. Untuk beberapa menit, mereka tak berucap apapun. Hanya ada keheningan yang mencekam. Abipraya di sisi lain mencoba memejamkan matanya. Ia merasa sudah menang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Save Your Tears, My Angel
Romance☘️ ON GOING ☘️ Gadis dingin, kasar dan tak acuh pada sekelilingnya terjebak dalam bantuan sang dosen, Abipraya. Abipraya mencari tahu kendala yang Arum lalui selama masa perkuliahan karena Arum terancam didepak dari perkuliahan. Arum tak mau meliba...