DUA PULUH TIGA

130 7 0
                                    

SATU bulan berlalu dengan cepatnya. Berbagai hal terlewati semudah mengedipkan mata. Arum semakin lihai mengejar semua ketertinggalan dirinya dalam perkuliahan. Pekerjaannya ia jalani tanpa hambatan. Sesekali ia merasa bosan dengan pekerjaannya di tempat Inka, tapi tanggungjawab finansialnya lebih besar dari rasa bosannya.

Siang itu, Abipraya menunggu Arum di basement. Mereka sudah membuat janji untuk makan siang bersama. Keduanya sadar bahwa apa yang mereka lakukan tidak dapat dibenarkan sebagai dosen dan mahasiswanya. Namun, mereka seolah menutup mata dan telinga.

Seolah tak membiarkan orang lain mengatur kehidupan yang mereka jalani. Lagipula, Abipraya menganggap bahwa hubungan di antara mereka adalah sebuah hubungan yang istimewa. Bukan antara dua orang yang saling mencintai. Tapi dua orang yang berproses bersama.

14.46 pm
Mhs. Arum
Pak Abi, saya sudah selesai kelas. Saya menuju basement sekarang.

14.46 pm
Dosen Bpk. Abipraya
OK. Saya sambil cek barang di pos satpam, ya.

Setelah membaca dan membalas pesan masuk dari Arum, Abipraya memasukkan kembali gawainya ke dalam saku celananya. Sesaat sebelum Arum sampai di basement, kedatangan Isabella yang tiba-tiba membuat pria itu terkejut dan tak menyangka. Jarang sekali mereka berpapasan di basement.

"Mas, kamu lagi apa?" Isabella keluar dari lift kemudian berjalan ke arah Abipraya. Ia mengusap pundak suaminya dengan lembut. "Makan siang bareng, yuk. Mumpung kita ketemu di sini. Aku baru selesai ngajar. Tadinya mau belanja bulanan langsung, eh tiba-tiba ketemu kamu di sini. Kita makan dulu yuk, habis itu anter aku belanja."

Abipraya bimbang. "Hmm... aku tadi lagi cek paket yang kesasar sampe pos satpam basement." Abipraya menggaruk dahinya cemas kalau-kalau Arum sampai di basement dan melihat Abipraya pergi dengan istrinya.

Lift berdenting. Abipraya tak bisa menahan diri untuk tidak menoleh ke arah lift. Sosok Arum keluar dari dalam lift. Wajahnya terlihat datar. Arum dan Abipraya sempat bertatapan sekejap sebelum akhirnya Isabella membukakan pintu mobil dan mempersilakan Abipraya untuk menyetir.

Isabella bertemu dengan mata Arum. Perempuan itu tak menawarkan sedikit pun senyum pada Arum namun juga tak memberikan gestur garang pada Arum. Hanya ada pertukaran ekspresi datar di antara mereka bertiga. Meskipun begitu, ketiganya saling menyampaikan sesuatu melalui pandangan mata mereka. Arum menundukkan dan menurunkan tubuhnya sedikit untuk menyapa dan memberikan gestur bahwa ia tak memiliki konfrontasi apapun terhadap Isabella.

"Kamu mau makan apa, Mas?" Isabella bertanya seraya berjalan menuju mobilnya yang diparkir tak jauh dari lift. Kaki jenjangnya berayun memutar melewati bagian depan mobil untuk mengakses kursi penumpang.

Abipraya melakukan hal serupa menuju kursi pengemudi. Seraya memegangi tali selendang tasnya menggunakan kedua tangannya, Arum berjalan melewati Abipraya dan Isabella.

Setelah Arum menghilang dari pandangan Isabella, perempuan itu berkata. "Dia sudah baikan ya kelihatannya. Kamu sepertinya sudah berhasil, Mas."

Ada sebuah kebanggaan bersemi di dalam diri Abipraya. "Ya. Dia anak yang baik."

Abipraya mengedarkan pandangannya ke arah Arum yang menghilang. Rasa bersalah mulai menggerayami hatinya. Pria itu berpikir untuk meminta maaf pada Arum setelah ia selesai dengan Isabella hari ini.

Di sisi lain, Arum menolehkan wajahnya ke belakang untuk melihat apakah Abipraya dan Isabella sudah akan pergi dengan mobil mereka. Arum merasa sedikit bersalah karena telah mengajak Abipraya untuk makan siang bersamanya. Ia merasa bersalah karena ia sadar bahwa ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan pria itu. Atau lebih tepatnya, terlalu banyak bergantung kepadanya.

Save Your Tears, My AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang