ENAM

167 8 0
                                    

ARUM mendesah pelan. Sepatunya semakin tak kooperatif. Lem yang sudah dioleskan beberapa minggu lalu ternyata tidak awet dan tidak dapat diandalkan. Gadis itu mengeluh seraya mengayunkan kaki kecilnya dengan gontai menuju stasiun. Salah seorang perempuan penunggu bus tertegun melihat sepatu Arum yang sudah sangat rusak dan tak layak pakai. Perempuan penunggu bus itu tersenyum kikuk pada Arum. Arum enggan untuk membalas senyumannya dan sebagai gantinya, Arum malah memberinya sebuah delikan kesal. Arum tak suka dikasihani orang lain. Meskipun ia sering mengeluh, ia tak pernah ingin dikasihani orang lain.

Sejauh mata memandang, manik mata gelap milik Abipraya lagi-lagi tertuju pada Arum yang terduduk seraya berusaha memperbaiki sepatunya yang cacat dari dalam bus. Bus Abipraya berhenti. Abipraya yang selalu duduk di samping jendela bus kemudian mengetuk-ngetuk kaca jendela berharap Arum dapat menyadari keberadaannya.

"Arum...," lirih Abipraya dari dalam. Meskipun Abipraya sendiri sadar bahwa Arum pasti tidak akan menyadari keberadaannya, ia tetap menyebut nama Arum dengan pelan dan lembut.

Melihat Arum yang sibuk dengan sepatunya tanpa menghiraukan dirinya, Abipraya meminta sopir bus untuk menahan pedal gasnya karena ia ingin turun dari sana.

"Makasih, Pak." Ucap Abipraya yang kemudian turun dari bus dan menghampiri Arum. "Selamat pagi, Arum."

Arum mendongak, ia mendapati sosok Abipraya berdiri menjulang tinggi di hadapannya yang sedang membungkuk mengurusi sepatu lusuhnya. Arum menatapi Abipraya dengan datar. Arum tak mengucapkan apapun selain diam seribu kata. Abipraya mencoba mengajak Arum untuk berjalan bersama menuju kampus. Arum, tanpa banyak bicara, setuju. Arum bangkit dari kursi tunggu, ia lekas mengayunkan langkahnya tanpa menunggu Abipraya. Langkah Arum terseok-seok. Ia tak ingin sol sepatunya terbuka lebih lebar lagi kalau ia mengangkat kakinya tinggi-tinggi.

"Tidak disol?" tanya Abipraya, berjalan berdampingan dengan Arum.

Arum sedikit lega melihat Abipraya tak menjinjing tas laptopnya. "Saya bisa carikan tas yang masih bagus dan lumayan besar, Pak Abi." Celetuk Arum, masih terseok-seok. Orang-orang yang lalu lalang di antara trotoar memperhatikan Arum dengan tatapan iba sekaligus aneh.

"S-saya tidak perlu tas bagus dan lumayan besar." Sahut Abipraya. "Memangnya kamu bisa carikan di mana, Rum?"

Arum membuang napasnya yang tersendat. "Saya hanya berpikir kalau Pak Abi menggunakan dua tas itu... boros. Dengan melihatnya saja membuat tangan saya pegal sendiri." Ucap Arum berterus-terang. "Jangan tersinggung." Sambungnya.

Ayunan langkah dari kaki jenjang Abipraya terhenti sejenak. Ia tak menyangka dan heran bahwa Arum akan berbicara tentang dua tas miliknya. Abipraya rasa itu sangat aneh sekali. "Kamu bisa carikan gantinya? Supaya saya tidak mencerminkan perilaku boros seperti yang kamu katakan tadi?"

Arum mengangguk pelan tanpa menolehkan kepalanya pada Abipraya yang sekarang berada di belakangnya. Setelah mendapat 'ya' dari Arum, Abipraya menyusul Arum dengan sedikit larian kecil di trotoar. "Saya tidak tahu kalau itu bisa mengganggu kenyamanan kamu."

"Saya akan cari tasnya di toko barang bekas. Saya jamin saya bisa temukan barang bagus dan layak pakai." Ucap Arum meyakinkan.

Abipraya berjalan di samping Arum. Sesaat ketika mereka hampir sampai di gerbang kelima kampus, Abipraya sedikit menjauhkan diri dari Arum. Ia membiarkan Arum berjalan di depannya sedikit. Arum menyadari tindakan Abipraya. Perempuan itu menghentikan seokan kakinya yang kecil. Ia menolehkan kepalanya ke belakang, melihat Abipraya terdiam.

"Besok... saya bawakan tasnya. Saya pamit duluan... sampai jumpa lagi." Pungkas Arum yang kemudian mengayunkan kembali langkahnya.

Celana bahan yang ia pakai warnanya sudah lecek. Baju hangat dengan kupluknya pun tidak kalah kusutnya. Warna hitam pekatnya sudah pudar. Abipraya menilik satu persatu pakaian yang terpasang pada tubuh Arum dengan tatapan iba. Abipraya memutuskan untuk meminta Abizar menyerahkan sepatu untuk Arum secepatnya.

Save Your Tears, My AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang