TUJUH

165 8 0
                                    

LAMUNAN Arum melayang, suasana buruk yang tidak akan pernah diharapkan oleh manusia manapun mendesaknya, mengucilkannya. Membuatnya merasa tidak berharga lagi untuk melanjutkan hidup. Jika ada penawaran atau pertanyaan 'apa yang kamu mau dari kehidupan ini?', mungkin Arum akan menjawabnya dengan mantap, 'ketenangan dalam kematian'. Tidak ada yang lebih menyakitkan daripada dirundung oleh dunia serta seisinya yang keras dan tak pandai mengampuni.

"Berengsek, lagian suruh siapa lo kuliah? Hah?"

Mimpi, harapan, tujuan hidup, semuanya omong kosong sekarang. Arum sudah muak dan lelah. Dirinya sangat ingin berkelana menuju ketenangan, pergi dari siksaan dunia yang mengurungnya dalam sebuah bangunan yang kita sebut 'rumah'. Hinaan, desakan, siksaan fisik yang diterimanya sungguh tak adil. Tak adil bagi jemari kecilnya yang lemah. Tak adil bagi pundaknya yang semestinya bertumbuh namun malah rapuh. Tak adil bagi hatinya yang selalu sepi.

"Bocah sialan. Rumah kita sudah mau disita masih saja mikirin kuliah. Memang egois!" suara Hendri menggema di ruangan tengah rumah yang dingin berselimutkan amarah yang membara.

"Arum berhenti kalau sudah UAS." Sahut Arum tanpa ketakutan di wajahnya.

Ketakutan dan keputusasaan sudah mendarah daging dalam tubuh Arum. Kemarahan dan ketakutan itu sudah menjadi pakaian Arum. Tak ada alasan untuk mengkhawatirkannya. Gadis itu kuat. Meskipun lelah, ia terus melangkah. Tak ada kata menyerah dalam kamus kehidupannya. Tak apa-apa untuk sesekali berkeluh-kesah. Manusia butuh waktu sejenak untuk rehat dan berkeluh-ria. Semuanya salah ketika kita mengeluh dan menyerah. Itu salah karena jika Arum beristirahat untuk mengeluh kemudian ia menyerah, ia membiarkan dunia yang kejam ini untuk mengalahkannya.

Hendri yang kalap melayangkan tamparannya di pipi Arum yang semakin kempot setiap harinya. Wajah Arum cacat, sudut bibirnya terluka. Hatinya dan raganya sudah lama terluka, jauh sebelum bibir mungilnya yang kering. Gadis mungil itu masih mampu menahan tangisnya. Ia tak ingin memperkeruh suasana dan memperpanjang masalah dengan perdebatan tak perlu. Berdebat dengan orang mabuk tidak akan membuatmu terlihat berani dan pintar. Hanya akan ada dua orang bodoh saja.

"Arum berangkat dulu, sudah telat. Jangan ganggu Ibu atau Arum bakal berhenti belikan minuman." Ucap Arum diselipi ancaman kecil untuk Hendri, abangnya.

Tak lama dari itu, Hendri membungkukkan tubuhnya seraya memegangi perut. Pria itu terlihat mual. Tak lama, ia memuntahkan isi perutnya di atas lantai. Arum mendelik jijik dan ia mengayunkan langkahnya untuk segera pergi meninggalkan Hendri.

Sebelum menutup pintu rumah, Arum menolehkan kepalanya ke arah pintu kamar di mana ibunya berada di dalamnya. Terdengar sayup-sayup tangisan ibunya dari sana. Arum menghela napasnya seraya memejamkan mata. Hendri saat itu sudah terkapar tak berdaya di samping muntahannya sendiri seraya mengaduh kesakitan memegangi perut dan kepalanya.

.
.
.

Langkah Arum terhenti di depan sebuah kelas. Abipraya berada di dalam kelas, sendirian. Semua mahasiswanya sudah membubarkan diri dan ia masih berkutat dengan tugas-tugas mahasiswa. Arum mengulurkan tangannya mengetuk pintu dengan pelan. Abipraya menoleh dan menyambutnya, mempersilakan Arum untuk masuk. Arum menjinjing kantong plastik yang kusut dan cukup besar.

"Sudah dapat?" tanya Abipraya, sudut bibir sebelah kanannya terangkat. Wajahnya yang menawan semakin memesona. Wajah campuran Indonesia-Arab tak akan pernah membuat orang lain memalingkan wajahnya dari seorang Abipraya.

Hidung runcing, alis tebal, bulu mata yang lentik, bibir yang tebal dan tegas, berewok tipis dan rapi, rambut hitam legam yang bergelombang serta tubuh tinggi menjulang; tak cukup untuk menggambarkan seorang Abipraya. Ia lebih dari sekadar kata-kata yang mewakilkan penampilan seseorang. Ia adalah seorang malaikat. Hatinya mulia, pembawaannya tenang dan tak pernah mau terlibat dalam pertengkaran. Ia hidup untuk menyelamatkan anak Adam lainnya.

Save Your Tears, My AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang