TUJUH BELAS

135 4 0
                                    

ARUM pamit kepada teman-teman yang bekerja di toko baju bekas. Tak lupa, ia berterima kasih karena sudah diberikan kesempatan untuk menyambung hidupnya di sana. Bau apek dan pengap akan membuatnya sedikit rindu, pikir Arum. Arum memantapkan hati dan menyiapkan pikiran serta tenaganya untuk bekerja di tempat Inka.

Arum merasa sedikit tak enak terhadap Abipraya yang sudah direpotkan berulang kali olehnya. Hatinya berdesir dengan sebuah kehangatan yang langka ditemui dalam dirinya. Arum teringat akan kebaikan Abipraya. Wajah polos Abipraya yang sebenarnya jarang memancarkan senyuman terasa sangat familiar dengan dirinya. Arum menyadari bahwa dirinya sudah lama tak bergairah. Untuk sedikit senyum pun rasanya terlalu sukar. Arum merasa bahwa dirinya tidak layak untuk bahagia.

Siang itu, ayah dan abang Arum pergi memancing. Seminggu ini keduanya tengah senang sekali memancing hingga jam tangan mereka tak berguna lagi. Arum sendiri merasa sedikit lega karena keduanya jarang berada di rumah. Itu juga berarti keduanya akan sangat jarang mengganggu ibunya. Melihat kesempatan itu, Arum memulai untuk menyicil merapikan pakaian dan barang-barang berharga ke dalam tas besar.

Untuk memiliki sebuah koper itu terlalu mewah bagi dirinya. Sebagai gantinya, ia memakai travel bag yang ia dapatkan di pasar barang bekas seharga 50.000 saja. Meskipun tipis, setidaknya tas tersebut dapat mewadahi semua pakaiannya. Arum melakukan hal itu berdasarkan instingnya untuk keluar dari neraka yang disebut rumah itu. Arum dipenuhi keyakinan dalam hatinya bahwa sebentar lagi setelah ia bekerja di tempat Inka, Arum akan punya cukup uang untuk mengajak ibunya pindah.

Hari ini Arum menerima briefing dari Inka dan timnya. Arum akan ditempatkan di bagian desain dan sosial media bisnis milik Inka. Inka sendiri merupakan adik perempuan Abipraya satu-satunya dan Inka sudah sangat mandiri karena ia sangat senang berniaga dan mencetuskan ide-ide untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah. Usahanya dimulai dari membuka jasa desain kecil-kecilan hingga bisa membuka jasa percetakannya sendiri. Selain itu, Inka yang sangat senang dengan dunia mode juga membuka usaha clothing mulai dari baju bekas hingga akhirnya berhasil memproduksi pakaian basic dari desainnya sendiri. Sebagai awalan, Inka akan menempatkan Arum di bagian sosial media akun clothing miliknya mengingat Arum sebelumnya bekerja di toko pakaian.

"Rum, nanti kamu bantu untuk siapkan feed untuk live di Instagram, ya." Ucap Inka mengarahkan. "Thalia nanti akan memandu live-nya dan nanti Thalia dan tim akan kasih kamu materi untuk desain feed-nya. Semangat hari pertama ya, Rum."

"Semangat, Rum. Pasti bisa." Ucap Thalia menyemangati.

"Terima kasih banyak Kak Inka dan Kak Thalia." Arum tersenyum tipis. "Arum izin merapikan meja ya, Kak.

Thalia bertatapan dengan Inka sembari memandangi Arum yang mulai membenahi desk-nya. Thalia tersenyum akan tetapi gurat wajahnya menyampaikan sedikit kekhawatiran.

"Dia bisa ngejar kan, Ka?"

"Gue belum tau juga, Thal. Tapi kita mesti terus kasih semangat." Tutur Inka meyakinkan Thalia.

"Pak Abi udah tau kalo Arum udah mulai kerja?" Tanya seseorang yang ternyata menguping sedari tadi.

"Eh, Pat. Gue gak nyadar lo ada di belakang dari tadi." Ucap Thalia.

"Patrick, Arum duduk di samping meja lo, ya. Tolong bantu diarahin." Pinta Inka.

"Okey dokey, Bossy." Patrick meng-iya-kan pada Inka. Patrick berjalan meninggalkan Inka dan Thalia dan bergegas menghampiri mejanya. Patrick terlihat menyapa Arum dengan hangat dan keduanya kemudian saling bertukar kata sedikit.

"Eh, Thal. Gue lupa belum bikin jadwal baru. Karena formasi kita nambah, nanti malem jam tujuh kita diskusi ya sambil adapt sama jadwal kuliah Arum."

Save Your Tears, My AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang