EMPAT PULUH TIGA

70 6 2
                                    

Satu minggu kemudian...

RICHARD memberikan helmnya untuk Arum. Kemudian, dipakailah helm itu oleh Arum dengan bantuan Richard. Malam itu, area di depan perumahan cukup ramai. Kebetulan sekali malam itu adalah malam minggu. Arum, Abizar, Inka, dan Richard sudah punya rencana untuk pergi ke bioskop untuk menonton film dan juga menikmati ramen bersama-sama Setelah Arum menaiki motor, Arum menoleh ke samping sejenak untuk membenahi pakaian dan tas selendangnya.

Ketika Arum menoleh, matanya tak sengaja menemukan sosok Abipraya yang sedang berjalan ke arahnya dengan kantong plastik berwarna putih di tangannya. Abipraya terlihat memakai celana pendek selutut berwarna beige dan kaos polos putih berkerah. Selalu, ketika Arum melihat Abipraya, hatinya akan dengan spontan berdenyut sakit. Abipraya yang sadar akan kehadiran Arum menganggukkan kepalanya menyapa Arum.

Abipraya, Arum, dan Richard, ketiganya pun berpapasan. "Eh, ada Pak Abi." Kata Richard menyapa lebih dahulu.

"Halo, Cad. Mau pada ke mana? Sama Abizar dan Inka juga?" Tanya Abipraya yang berhenti sejenak di dekat Arum dan Richard.

Arum tidak berani untuk melihat ke wajah Abipraya. Namun, Abipraya dengan lekat memindai wajah dan ekspresi Arum saat itu.

"Ini, Pak... mau nonton film barunya Christopher Nolan." Jawab Richard. "Masih nunggu Bizar sama Inka ini juga. Inka lagi pakai sepatu katanya."

"Oh, ya sudah. Hati-hati, ya. Jangan terlalu malam. Malam minggu ini lagi rame-ramenya orang keluar. Hati-hati." Titip Abipraya pada Richard seraya menepuk-nepuk pundak Richard.

"Hati-hati ya, Rum." Kata Abipraya pada Arum.

"Iya, Pak Abi. Terima kasih banyak." Ucap Arum pelan seraya tersenyum samar pada Abipraya.

Abipraya pun pergi memasuki rumah ibunya. Kedua pipi Abipraya memerah. Rahangnya begitu ketat hingga gertakan gigi di dalam mulutnya nampak dari luar.

Abipraya tidak menyangka bahwa Arum dan Richard akan semakin lekat. Akhirnya, Abipraya hanya bisa tersenyum kecil melihat kenyataan tersebut. Walaupun Arum terlihat biasa saja, pria jangkung itu tidak tahu bahwa ada sepasang mata yang memerhatikannya dengan penuh kasih dan rindu di belakangnya.

Sementara Richard sibuk menghubungi Abizar melalu pesan teks, Arum mengingat kembali kejadian lalu ketika Arum berpapasan dengan Isabella dan Abipraya di dalam lift hingga kedua mata Arum berlinang. Arum menundukkan wajahnya penuh kekecewaan. Belum lagi, momen ketika Arum melihat Isabella dengan Roy. Semuanya membuat perasaan Arum kacau.

Abipraya melanjutkan malamnya dengan membaca buku di ruang tengah rumah. Malam itu, Abipraya sudah kembali ke rumahnya, menghabiskan akhir pekan dengan Isabella.

"Mas, masih inget Bu Renatta dari Arsitektur, gak? Dia mau menikah, loh." Kata Isabella seraya bergabung, duduk bersama Abipraya.

Abipraya menutup bukunya lalu membuka kedua lengannya lebar menyambut Isabella.

Isabella yang bahagia akan perlakuan Abipraya, mengerutkan alisnya namun seraya tersenyum lebar. "Tumben kamu sweet sekali."

Abipraya tersenyum kemudian Isabella duduk di pangkuan Abipraya. Isabella menyalakan televisi untuk memainkan pemutar musik.

"Menikah dengan siapa? Sekarang umurnya berapa by the way?" Tanya Abipraya.

"Katanya dengan arsitek dari Polandia. Tapi, memang sudah lama di Indonesia. Bu Renatta lebih muda dari aku dua tahun. Dia kan adik kelasku sewaktu kami masih duduk di SMA." Isabella memainkan rambut Abipraya layaknya anak kecil.

"Mau pindahkan musiknya ke playlist merah?" Tanya Abipraya, merujuk pada playlist yang berisikan lagu yang mendayu-dayu dengan cover playlist bergambar bibir merah yang menggigit buah ceri.

Save Your Tears, My AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang