Bagian 44

415 44 22
                                    

MENJELANG maghrib, Ibu—Mama Samudra— menghampiri kami ke balkon untuk menyiram pohon yang ditanam didalam pot yang disusun rapi dipinggir balkon. Ada berbagai macam pohon di kebun kecil Ibu, mulai dari pohon jambu, pohon pepaya, pohon kelapa, pohon jeruk, pohon kedondong (yang sering kupinta lewat Samudra atau Ibu langsung karena rasanya yang enak apalagi kalau ditambah garam), dan masih banyak jenis pohon lainnya.

"Ibu darimana?" tanyaku setelah mencium tangan Ibu karena ketika aku datang tadi Ibu tidak ada dirumah.

"Itu dari warteg sebelah, biasa ngobrol.."

Ibu duduk di sofa yang berbeda denganku dan juga Samudra setelah menyambungkan selang dan menaruhnya didalam ember agar terisi penuh untuk kemudian dituang kedalam pot-pot kesayangannya.

"Aku potong rambut dulu ya.." kata Samudra tiba-tiba sambil berdiri dan meraih rokok serta koreknya dari atas meja.

"Dimana?" tanyaku.

"Itu.. deket," jawab Samudra. "Kamu tunggu disini aja ya temenin Mama."

Sebenarnya aku ingin ikut Samudra saja karena tidak enak dengan Ibu, aku tidak terbiasa membuka obrolan dengan orang yang baru kukenal. Tapi Samudra sudah melangkah pergi sebelum aku berbicara lagi, untungnya Ibu benar-benar orang yang menyenangkan, dia seperti tidak akan pernah kehilangan topik pembicaraan.

Dimulai dari pertanyaan apakah aku baru saja pulang kerja, dilanjut dengan menceritakan kelakuan anak sulungnya yang tak jarang membuat tekanan darah kedua orangtuanya naik. Aku mendengarkan Ibu bercerita dengan antusias sambil sesekali bertanya apakah Samudra benar-benar begitu, apakah Samudra benar-benar melakukan itu, apakah Samudra benar-benar seperti itu.

Kuakui itu adalah saat-saat menyenangkan dalam hidupku. Bertemu dan berkenalan dengan keluarga Samudra terutama dengan Ibu, wanita yang mengandung, melahirkan, dan membesarkan seorang laki-laki yang dulu kutakuti namun sekarang membuatku merasa aman berada didekatnya.

Bertepatan dengan Ibu selesai menyiram pohon terakhir, Samudra kembali ke balkon dengan membawa nampan berisi dua mangkuk bakso berkuah bening.

"Makan dulu ya," kata Samudra setelah menaruh bakso diatas meja. "Kamu kan belum makan."

"Iya makan dulu, Al.. kalau mau nasi ambil aja ya di bawah.."

"Iya makasih, Bu." kataku sambil tersenyum.

"Ibu kebawah dulu ya.. mau mandi gerah banget nih."

"Iya Bu.."

"Udah bayar belum, Bang?" tanya Ibu pada Samudra, maksudnya adalah apakah Samudra sudah membayar baksonya atau belum.

Samudra nyengir. "Belum, Ma."

Ibu melotot namun bibirnya tersenyum. "Kebiasaan!"

Setelah Ibu pergi ke bawah, Samudra mengangkat mampan berisi bakso lengkap dengan sebotol saus dan semangkuk sambal itu dan mengajakku untuk makan di kamarnya saja. "Disini udah mulai banyak nyamuk, di kamar aku aja yuk makannya."

Aku nurut dan mengangkut tasku, peralatan vape Samudra, dan juga handphone kami berdua lalu mengikutinya dari belakang. Kamar Samudra terletak dilantai dua, tepat di depan pintu balkon jadi kami tidak perlu repot-repot turun ke bawah.

Setelah Samudra membuka pintu kamarnya, aku segera masuk. Didalamnya ya seperti kamar laki-laki pada umumnya, ada kasur, lemari, TV, gitar, dan juga sebuah foto berukuran besar yang dibingkai dan ditempel ditembok. Bingkai itu berisi foto Jennifer Lopez yang sedang berpose seksi.

Ada satu hal lagi yang menarik perhatianku. Disatu sisi tembok kamarnya, terdapat coretan-coretan serta doodle yang dibuat menggunakan spidol hitam. Nama Mawar III terpampang jelas disana, menandakan bahwa dia juga pernah masuk ke dalam sini. Lalu tidak jauh dari coretan nama Mawar III terdapat tulisan lain yang lumayan panjang, yang kutebak ditulis oleh Samudra langsung. Begini tulisannya:

Bulan tak lagi memancarkan sinarnya, bintangpun terjatuh disaat kamu lelah, disaat kamu menyerah.. HAHA.. itu kamu, bukan aku. –S27

Aku tersenyum. "Puitis juga ya kamu.."

Samudra terkekeh. "Iya dong."

"Ah paling itu copas.."

"Enak aja.." katanya. "Ayo makan dulu keburu dingin."

Aku bergabung duduk di atas lantai bersama Samudra. Sebelum mulai makan aku menyiapkan tisu terlebih dahulu yang kuambil dari atas TV Samudra.

"Aku minta tisu ya Samudra," kataku sambil menarik sehelai tisu dari tempatnya.

Samudra yang tengah menuang saus ke dalam mangkuk baksonya tiba-tiba berhenti, dia kemudian menatap mataku dalam. "Al, semua barang-barangku yang ada di dalam kamar ini boleh kamu pake.. Semua yang punya aku juga punya kamu."

Aku tertegun. Baru kali ini ada laki-laki yang berkata seperti itu padaku—selain Bapak—, seolah-olah dia mempercayakan semua kepunyaannya kepadaku padahal siapalah aku.. Samudra lanjut menuang sambal serta saus kedalam mangkuknya sementara aku masih merasakan hatiku yang hangat karena perasaan bahagia.[]

hallo all.. long time no c, how r uuu?
soo a few days ago, Samudra udah baca cerita ini dari part pertama sampai part terakhir yang aku buat. let's say hello to Samudra krn dia bisa aja baca part ini juga wkwkwk

Kakak KelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang