Bagian 55

109 9 3
                                    

Tepat ketika mobil yang dikendarai Mama menyentuh lantai garasi rumah, hujan turun deras. Mama Samudra turun dari mobil terburu-buru karena katanya sudah tidak tahan ingin buang air kecil dan menyerahkan kemudi kepada Samudra agar dia parkir mobil dengan benar mengingat garasi rumah Samudra sangat sempit jadi harus memarkir mobilnya dengan tepat.

Aku menunggu didepan teras sambil membuka sepatuku dan menaruhnya diatas rak. Tadinya aku ingin langsung meminta Samudra mengantarku pulang tapi karena hujan, kuurungkan niatku. Waktu juga masih menunjukka pukul 9 malam. Nanti kalau hujannya sudah reda, baru aku minta Samudura mengantaku pulang.

Mama dan kedua adik Samudra sudah masuk kedalam kamar. Mereka bertiga memang tidur dikamar yang sama sesuai dengan permintaan Mama. Katanya Mama iseng kalau hanya tidur sendirian dan kedua anaknya itupun juga mau menemani Mamanya.

Samudra mengajakku naik dan duduk diatas balkon rumahnya. Hanya ada kami berdua malam itu. Duduk berdampingan ditengah gelap dan dinginnya malam. Dihadapan kami hanya barisan pohon koleksi Mama yang basah dijamah butiran air dari langit. Sumber cahaya hanya dari sebuah lampu yang ada diatas kepala kami. Dapat kukatakan suasana saat itu seperti remang-remang. 

"Hujan-hujan gini.." Samudra membentangkan lengannya untuk merangkul bahuku. "Enaknya..."

"Apa?" kupotong perkataannya.

"Makan mie rebus," Samudra mencium kepalaku. "Emang kamu pikir apa?"

"Enggak."

Samudra tersenyum lalu mengelus kepalaku lembut. "Kamu nih pikirannya negative terus sama aku."

"Enggak sih."

Aku merebahkan kepalaku didadanya, lalu menaikkan kedua kakiku keatas sofa. Posisiku meringkuk seperti bayi kucing yang kedinginan. Nyaman.

"Kalau masih hujan terus, kamu nginep disini aja."

Aku membulatkan mata dan reflek mencubit perut buncitnya. "Enggak! Ngga ada ya nginep-nginep."

Samudra memegang perutnya sambil meringis kesakitan yang kuyakini hanya pura-pura belaka. "Ya kamu tidurnya sama Nayla dikamar dia, bukan sama aku. Tuhkan kamu mah bener-bener pikirannya selalu negative sama aku."

"Bukannya negative, tapi aku harus waspada."

"Waspada apa? Aku nggak akan macem-macem sama kamu kok. Aku kan udah janji mau jagain kamu terus."

"Tapi aku tetep harus waspada dong."

"Kalau gitu artinya kamu nggak percaya sama aku dong?"

"Emang enggak."

"Dih kok gitu?"

"Kamu aja waktu itu bohong sama aku bilangnya ada acara kampus, nggak tahunya ketemu mantan kamu."

"Masih aja kamu inget. Itukan cuma sekali, alesannya juga karena aku takut kamu marah. Setelah itu kan aku nggak pernah bohong."

"Ya aku kan nggak tahu kalau kamu bohongin aku."

"Aku nggak akan bohongin kamu, sayang." Samudra mengecup pipiku. "Aku janji."

Aku tidak merespon pernyataan Samudra. Saat itu aku memang mencintainya, tetapi ada bagian dalam diriku yang tidak mempercayainya seratus persen. Sepak terjangnya yang hobi berganti pasanganlah yang membuatku sedikit banyak ragu terhadapnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kakak KelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang