Bagian 39

839 98 21
                                    

HARI itu aku lupa membawa charger ponselku, dan akibatnya aku baru bisa menghubungi Samudra ketika sudah sampai di kosan. Seperti biasa ketika aku tidak membalas pesannya beberapa menit saja, Samudra akan mengirim pesan berantai yang menanyakan sedang ada dimana aku dan mengapa aku tidak membalasnya.

Uy. Aku baru sampe, tadi hpku mati. Kira-kira begitu pesan yang kukirim untuk Samudra sesaat setelah ponselku kembali nyala.

Beberapa menit setelahnya, Samudra menelfonku.

"Halo? Kamu dimana alien?"

Aku tertawa dalam hati. Samudra memanggilku alien tentu bukan tanpa alasan, melainkan tempo hari aku pernah berkata bahwa aku ingin menjadi alien dan tinggal di Mars.

"Nggak tahu, nyasar!" jawabku sambil tersenyum. Aku senang, berarti Samudra benar-benar mendengarkan omongan randomku waktu itu.

"Serius? Aku jemput deh."

"Nggak tahu aku juga ini dimana."

"Dih gitu masa,"

Aku terkekeh. "Aku di kosan. Tadi hp aku mati, nggak bawa charger."

"Oh. Kamu udah makan?"

"Belum, nanti aja abis pulang kuliah. Kamu lagi apa, Samudra?"

"Aku lagi duduk aja." jawab Samudra. "Oh iya besok lusa aku ada bimbingan fisik dan mental buat junior aku yang baru masuk nih, terus aku disuruh ikut. Seminggu, nggak pegang hp."

Aku diam sebentar sebelum menjawab. "Oh gitu. Nggak boleh bawa hp emangnya, ya?"

"Iya nggak boleh, cinta. Jangan kangen ya."

"Dih enggak. Kamu kali yang kangen."

"Pasti dong,"

Aku hanya terkekeh.

"Oh iya, aku mau cerita. Tapi aku takut kamu marah."

"Cerita apa?"

"Aku takut kamu marah." ulangnya.

"Ih apaa? Cerita aja aku nggak marah kok."

Samudra bergumam pelan. "Janji ya?"

"Iya, emang apa sih? Mau mabok ya?" tebakku.

"Bukan."

"Apa?"

"Tadi aku abis berantem lagi. Bukan aku duluan kok, aku nolongin orang yang lagi dipukulin. Tapi malah aku yang kena pukul juga."

Aku mengerutkan dahi. "Siapa yang dipukulin? Kamu kenal?"

"Enggak."

"Oh oke."

Samudra menghela napas. "Niat aku cuma mau misahin mereka doang kok, terus aku kena pukul."

"Ya menurut mereka kamu ikut campur, makanya kamu dipukul juga."

"Iya juga sih.." Aku diam. "Kamu marah?"

"Enggak. Tapi aku nggak suka kamu berantem."

"Iya aku nggak berantem lagi."

"Oke," sahutku. "Aku siap-siap dulu ya, nanti aku telfon lagi pulang kuliah."

Setelah sambungan telfon mati, aku siap-siap untuk menuntut ilmu. Lelah, namun apa boleh buat. Sepulang kuliah aku menelfon Samudra, lalu kami videocall sampai aku ketiduran.

Aku melakukan aktivitas seperti biasa, bangun pagi, berangkat kerja, dan kuliah. Obrolanku dan Samudra juga standar, seperti kebanyakan remaja sedang PKDT pada umumnya.

Lalu hari dimana Samudra akan mengikuti kegiatan kampusnya selama seminggu tiba. Pagi-pagi buta dia menelfonku sebanyak enam kali. Aku tentu saja masih terlelap.

Dalam keadaan setengah sadar, aku menelfon Samudra untuk bertanya ada apa sampai dia menelfonku sebanyak itu. Ada yang penting kah?

"Hallo... Al?" sapanya menggebu-gebu.

"Ya. Ada apa?"

"Aku masuk polsek. Semalem aku ketemu sama orang yang kemarin mukulin aku. Padahal aku diem aja tapi dia malah mukul aku. Ya, aku baleslah. Nggak salah dong aku?"

Aku membulatkan mata, emosiku naik. "Ngapain sih kamu? Udah aku bilang jangan macem-macem disana. Bukannya kuliah aja yang bener malah cari masalah aja! Kalo udah kayak gitu gimana coba? Udah ya, aku males ngomong sama kamu."

Telfon kumatikan. Mataku yang awalnya ngantuk, langsung segar. Samudra menelfonku lagi, tidak kuangkat. Langsung kuambil handuk dan bergegas mandi dan bersiap untuk kerja.

Samudra mengirimku pesan yang intinya dia meminta maaf dan juga minta tolong untuk memberi tahu Bundanya tentang kabar itu. Tidak kubalas. Tapi ketika dia menelfonku lagi untuk kesekian kalinya, kuangkat.

"Berisik lo!" ujarku.

"Al.. aku minta maaaf. Aku udah menghindar tapi mereka tetep mukulin aku. Nggak salah kan kalo aku bales?"

"Bodo."

Samudra diam sejenak. "Aku dimaafin nggak?"

"Nggak."

"Gitu masa, maafin kek!"

"Nggak."

"Tapi aku mau jujur..."

"Apa?"

Pasti Samudra mau jujur kalau dia baru saja membohongi diriku dengan berkata bahwa dia masuk kantor polisi.

"Itu bercanda!! Hahahahaa.."

Samudra tertawa puas. Aku menahan tawa sekaligus rasa kesal dalam hati.

"Ternyata kamu khawatir, marahin aku."

"Apaansih nggak lucu."

"Iyaaa sayaaaang, kan nggak ada yang ngelawak." sahutnya masih tertawa kencang. "Yaudah kamu jangan lupa sarapan ya, aku mau berangkat nih. Hp aku tinggal satu minggu. Jaga diri kamu ya.. nanti kalo udah pulang aku langsung kabarin kamu kok."

Aku tidak jawab apa-apa dan langsung mematikan telfon. Kesal pagi-pagi sudah dibuat sedikit panik dan ternyata hanya bohongan.

Kok dimatiin sih? Kamu marah ya hahaha maafin aku ya, alien mars. Nih aku jalan yaaa sayang hpnya kutinggal di kosan. I love you.

Samudra mengirimku pesan dan hanya kubaca saja. Baru ketika aku sampai di tempat kerja dan emosiku sudah reda, kubalas pesannya.

Maaf baru bales abisnya tadi aku kesel sama kamu. Hehe. Kamu hati-hati ya, jangan cari masalah. Kalo udah pulang kabarin ya hehe.

Hanya centang satu terpampang dilayar ponselku. Pesanku tidak terkirim. Samudra benar-benar sudah berangkat. Dan anehnya, aku merasa sepi.[]

Kakak KelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang