Bagian 25

1.1K 126 20
                                    

HAMPIR seluruh teman seangkatanku di SMA hadir dipemakaman Hana, ditambah lagi beberapa teman SMP dan teman nongkrongnya juga ikut menghantar Hana ke peristirahatan terakhirnya. Proof that everybody love her. Aku tidak bisa cerita secara detail penyebab Hana meninggal, intinya Hana mengalami kecelakaan mobil di jalan pulang dari suatu tempat bersama teman-temannya.

Kedua temanku Safenly dan Dyas menangis tersedu-sedu di depan gundukan tanah yang masih basah saat itu. Sedangkan aku duduk dengan alas selembar kardus tak jauh dari makam Hana, aku tidak kuat berdiri. Saat itu aku sedang tidak enak badan dan langsung bergegas tanpa minum air setetespun. Aku juga tidak menangis padahal dadaku sangat sesak. She was such a great friend, dia tidak pernah berkata kasar padaku padahal dia selalu bicara kasar kepada yang lain.

Dan karena aku tidak suka menangis di depan banyak orang, makanya hari itu aku tidak mengeluarkan air mata setetespun.

Malamnya pihak keluarga mengadakan pengajian untuk almarhumah, Safenly, Dyas dan beberapa teman sekelasku ikut hadir. Tapi aku tidak bisa hadir karena flu dan juga harus kembali ke kostan karena keesokan harinya aku harus bekerja. Tapi di hari ketiga pengajian aku menyempatkan datang dan izin kuliah.

Seminggu setelah Hana meninggal, Samudra menghubungiku lewat DM instagram. Lagi-lagi menggunakan akun barunya. Dia mengucapkan turut berduka padaku dan mendoakan semoga Hana tenang di alam sana, dan aku berterimakasih padanya. Sesudah menanyakan kabarku, Samudra kembali meminta nomer whatsappku. Tanpa pikir panjang, aku mengirimnya.

Samudra menelfonku keesokan harinya ketika aku sedang bekerja, kureject dan kukirim pesan bahwa aku sedang sibuk. Teman kerjaku Sacha, yang mulai bekerja hanya beda dua minggu denganku, bertanya siapa yang menelfonku. Dan saat itu aku menceritakan semua. Sama dengan Safenly, Sacha juga membodoh-bodohiku. Namun aku masih bebal, belum sadar.

Malamnya setelah pulang dari kampus, aku mengirim pesan pada Samudra, bertanya mengapa dia menelfonku tadi siang. Gapapa iseng aja, jawabnya. Oh, kujawab. Lalu dia meminta izin untuk menelfonku dan belum sempat kujawab, dia sudah melakukan itu.

"Halo, Alaska."

"Halo, Samudra."

Samudra terkekeh. "Kamu tadi sibuk ngapain Al?"

"Sibuk kerja. Sekarang aku kerja, Samudra."

"Ohyaaa?" katanya seperti tidak percaya. "Kamu ngga kuliah?"

"Kuliah kok tapi sambil kerja."

"Kuliah dimana?"

Aku sebutkan nama kampus baruku.

"Oh, kamu ambil karyawan class ya?"

"Iya nih."

"Alaska masuk kuliah hari apa aja? Terus dari jam berapa sampe jam berapa?"

"Senin sampe Jumat, dari jam 7 sampe jam setengah 10."

"Jurusan apa, Al?"

"Sastra Inggris."

"Wih emang Alaska bisa Bahasa Inggris?"

"Ngga bisa sih," sahutku. "Ngambil Sastra Inggris supaya ngga ada MTKnya aja."

Samudra tertawa menganggap perkataanku itu adalah candaan padahal memang benar begitu adanya.

"Dirimu lagi dimana?" tanyaku tiba-tiba.

Samudra menjawab, dia sedang diluar kota. "Kemarin baru aja aku pulang kesini, kenapa Al? Kamu mau main kesini?"

"Eh? Engga kok nanya aja." kataku. "Kamu disana ngapain?"

"Kuliah, Al."

"Oh gitu."

"Iya Alaska." hening sebentar lalu Samudra lanjut bicara. "Kamu inget ngga Al dulu aku pernah bilang kalo aku pengen kuliah bareng kamu aja?"

Aku mengingat-ingat. "I-iya... kamu pernah ngomong gitu."

"Beneran kan Al? Sekarang aku kuliah, ditahun yang sama kaya kamu. Jadi kita sekarang satu angkatan deh.. kuliah bareng. Ya meskipun beda kampus, tapi intinya aku kuliah bareng kamu."

Oke. Jadi Samudra masuk kampus bersamaan dengan aku masuk kampusku yang lama. Dan aku sempat putus kuliah satu semester, jadi sama saja sebenarnya aku tetap dibawah dia satu tahun.

"Loh... iya ya?"

"Iya Al." katanya. "Eh gimana Ibu sama Kakak kamu kabarnya?"

"Baik semua kok tapi sekarang aku ngekos udah ngga tinggal sama Ibu lagi."

"Ohya? Ngekos dimana kamu Al? Aku boleh dong main sekali-kali?" tanyanya sambil terkekeh.

"Di deket kampus."

"Ohh. Kamu udah makan? Jangan makan mie mulu loh Al."

Aku tertawa. "Iya udah kok."

"Yaudah, kamu pasti capek. Istirahat ya Al, tidur yang nyenyak."

"Iya, makasih Samudra."

"Sama-sama, dah Al..."

Telfon dimatikan, lalu aku tarik selimut dan tidur. Apakah Samudra akan menghilang lagi? Oh, tenang saja. Kali ini dia tidak menghilang lagi. I promise, he'd stay.[]

Kakak KelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang