AKU sedang mengerjakan tugas Bahasa Inggris ketika seorang siswa datang dan berkata aku dipanggil ke ruang guru segera. Ada apa ini? Aku bertanya siapa yang menyuruhku pada siswa yang sepertinya kelas 11 itu. Pak Akbar yang menyuruh, katanya. Wali kelasku.
Setelah mendapat izin dari Bu Novi, aku melangkah keluar kelas dan menuju ruang guru. Ketika sampai, keadaan sepi. Tentu saja karena saat itu KBM sedang berlangsung. Hanya ada Pak Akbar dan Pak Tatang disana.
"Ada apa ya, Pak?"
"Alaska, duduk sini kamu."
Pak Tatang berdiri dan meninggalkan kami sehingga aku bisa duduk di hadapan Pak Akbar. Kakiku gemetar, pasalnya itu adalah kali pertama aku dipanggil langsung oleh Pak Akbar. Apa dia mengetahui kalau aku pulang dijam istirahat kedua minggu lalu?
"Lulus dari sini kamu mau kemana, Al?"
"Mau cari kerja, Pak."
Pak Akbar menyipitkan kedua matanya. "Kamu nggak mau lanjut kuliah?"
"Kayaknya engga deh Pak. Saya mau kerja dulu aja, bantu keluarga saya. Mau nabung dan dua tahun setelah kerja, baru saya mau daftar untuk kuliah. Plan saya sih gitu."
"Ooh..." Pak Akbar menganggukan kepala. "Tapi nilai kamu selama ini cukup bagus loh. Saya yakin kamu pasti diterima di PTN lewat jalur SNM. Kamu mau coba daftar? Urusan biaya itu gampang. Kalau kamu mau dan sungguh-sungguh, percayalah, rezeki akan datang menghampiri kamu."
Aku diam, menatap kumpulan bolpen milik Pak Akbar yang disusun rapih di dalam tempat jaring-jaring di hadapanku. Benar juga kata Pak Akbar. Kalau aku mau dan bersungguh-sungguh untuk mengejar cita-citaku, Tuhan pasti akan membantu. Lagipula aku bisa mendaftar beasiswa atau bidikmisi seperti yang dikatakan Dyas tempo lalu.
"Nanti saya bicarain dulu sama Ibu dan Bapak saya ya, Pak." kataku pada akhirnya. "Makasih atas sarannya."
"Iya Alaska. Ingat ya, selagi kamu mau dan usaha, Tuhan pasti ngasih mau jalan. Semangat ya."
Sekali lagi, aku menerimakasihi Pak Akbar. Aku tahu sebagai wali kelasku, Pak Akbar pasti ingin yang terbaik untuk murid-muridnya. Aku kembali ke kelas dan kali ini Bu Novi sedang berbincang dengan Safenly, Hana, dan Dyas.
"Alaska, kamu udah paham belum?"
"Udah Bu sedikit," kataku sambil terkekeh.
"Oh iya, kalian tau Fikar anak kelas 12 IPS tahun lalu nggak?"
Aku mendongak ketika nama Fikar disebut.
"Iya Bu tau," sahut Hana. "Emangnya kenapa Bu?"
"Dia kan minggu kemarin nikah."
Aku melotot. Apa? Fikar? Tidak salah dengar? Fikas yang pernah mendekatiku dengan cara malu-malu itu?
"Nikah Bu?" aku ikut nimbrung. "Yang bener?"
"Kenapa, Al?" Safenly membalikan tubuh dan menatapku. "Fikar yang pernah deketin lo ya?"
Aku mengangkat kedua bahu. Bu Novi meneruskan, minggu lalu guru-guru mendapat undangan pernikahan Fikar. Kata Bu Novi istrinya merupakan salah satu calon guru yang tahun lalu mengadakan Praktik Profesi Keguruan Terpadu (PPKT) di sekolahku.
Memang setelah menjauh dariku Fikar sering memposting foto dengan kakak PPKT. Namanya Lies seingatku. Aku tidak menyangka dia akan naik pelaminan secepat itu. Aku tersenyum antusias dan lanjut mendengar cerita Bu Novi tentang Fikar. Saat itu aku berdoa dalam hati supaya pernikahan mereka diberkati dan selalu bahagia.[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Kakak Kelas
Teen FictionAku tidak pandai menulis namun malam ini aku akan mencobanya dengan sebaik mungkin. Karena aku akan menulis ceritaku bersama Samudra Biru Darmawan, laki-laki aneh yang secara tiba-tiba muncul dan mengubah hidupku seratus delapan puluh derajat. Ini a...