Bagian 46

543 54 13
                                    

SAMUDRA membawaku menyusuri jalanan Jakarta yang sepi karena itu adalah hari Sabtu dan sudah mendekati larut malam. Gedung-gedung tinggi yang berpadu dengan berbagai macam warna lampu yang indah mengelilingi kami berdua. Aku masih ingat betapa aku mengagumi pemandangan yang kusaksikan malam itu dan ketika motor Samudra mulai menaiki flyover Kuningan, aku semakin erat memeluknya.

"Samudra makasih ya," kataku sedikit berteriak karena kuyakin suaraku terbawa angin. "Ini bagus banget, aku suka."

"Sama-sama. Mau difoto?"

"Mauuu!"

Samudra memelankan laju motornya dan aku segera meraih handphoneku yang kutitipkan di kantung celana Samudra tadi. Akupun mencari angle serta gedung-gedung yang pas untuk aku abadikan di handphoneku. Setelah merasa cukup, kembali kutaruh handphoneku kedalam saku celana Samudra dan kupeluk kembali laki-laki itu.

"Al?" panggil Samudra lembut.

"Apa?"

"Tugasku dulu cuma sekedar memperhatikan kamu dari jauh dan jagain kamu dari belakang, aku nggak berhak untuk cemburu."

Aku diam, menunggu Samudra meneruskan.

"Tapi sekarang tugasku bertambah Al. Sekarang tugasku adalah mencintai kamu dan membuat kamu bahagia," katanya. "Dan karena tugas aku udah bertambah, aku jadi berhak untuk cemburu."

Aku tersenyum dan kuyakin wajahku sudah semerah tomat. "Cemburu sama siapa coba?"

"Sama cowok-cowok yang berusaha deketin kamu."

"Siapa? Emang ada?"

"Mau aku sebutin satu-satu nih?"

Belum sempat kujawab, Samudra sudah menyebut beberapa nama yang dulu pernah mencoba mendekatiku ketika SMA. Sebagian diketahuinya sendiri, sebagian lagi dari hasil ceritaku di Puncak waktu pertama kali kami bertemu.

Aku tertawa mengingat beberapa peristiwa dimasa laluku. "Dulu aku sok cantik yah?"

"Emang, udah gitu sombong lagi."

"Iiiih kamu mah!" aku merengek seperti anak kecil sambil memukul bahunya pelan.

"Tapi sekarang mereka pada kemana?"

"Mana aku tahu!"

"Terbukti kan sekarang siapa yang bener-bener tulus sama kamu bukan cuma mau main-main doang, siapa yang di sebelah kamu, siapa yang boncengin kamu lihat lampu-lampu.." Samdura menoleh untuk menatapku. "Aku!"

Kedua tanganku semakin erat memeluk Samudra. "Tapi kamu dulu sering ilang-ilangan, dateng ke aku kalo mau curhat doang."

"Tapi kan aku selalu ngajak kamu jalan abis itu, kamunya aja nggak peka, nggak pernah mau." bela Samudra.

"Gimana aku mau jalan sama kamu? Posisinya aja kamu punya cewek saat itu, kamu mau aku disamperin cewek kamu?"

"Nggak akan ada yang berani nyamperin kamu, Alaska."

"Masa? Mawar negur aku waktu itu ditelfon."

"Iya kan setelah itu aku putusin."

Aku diam dan memilih untuk tidak meneruskan percakapan itu, yang mana bisa membuat rasa kesalku terhadapnya mucul kembali.

Setelah menyusuri Sudirman dan sekitarnya, Samudra izin membawaku ke Monas untuk minum kopi sebentar tapi aku tidak mau karena waktu itu aku sudah benar-benar mengantuk. Jadi Samudra mengendarai motornya menuju Depok untuk menghantarku pulang.

"Besok pagi kita Sunmori ya, aku jemput."

"Enggak ah, besok aku nggak mau kemana-mana. Capek, mau tidur aja seharian."

Kakak KelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang