Bagian 54

127 13 8
                                    

Besoknya, Samudra menjemputku. Bukan ditempat kerjaku, melainkan distasiun dekat rumahnya. Sebenarnya Samudra ingin menjemput ditempat kerjaku saja agar aku tidak perlu berdesakkan dikereta, tapi aku merasa tidak enak hati apabila dia harus repot-repot menjemputku. Belum lagi jalanan Jakarta yang macet kalau sore hari. Akan lebih efisien apabila dia menjemputku distasiun saja.

"Alaska?" kata Samudra saat melihatku dihadapannya. Ia sedang duduk santai diatas motor, menungguku seperti biasa.

"Iya." Jawabku seraya naik keatas motornya.

"Langsung naik banget?"

"Iya, buru-buru."

"Siap."

Samudra menyalakan mesin motornya dan semenit kemudian kami sudah bergabung bersama puluhan motor lain dijalan.

"Ini tujuannya kemana, ya?" tanya Samudra, memainkan peran sebagai driver ojek.

"Sesuai aplikasi aja." Sahutku berusaha sedingin mungkin padahal aslinya aku sedang menahan tawa.

"Hmm... kalau diaplikasi sih tujuannya ke Hotel nih.." kata Samudra, lalu ia menyebut nama hotel yang jaraknya tidak jauh dari tempat kami berada. Aku tahu karena sering lewat kalau ingin pergi naik motor dengan Samudra.

"Heh!" tanganku reflek memukul kepala Samudra, lalu kujewer telinganya. Tidak kencang tapi Samudra merintih kesakitan. Aku yakin dia hanya pura-pura.

"Kenapa sih? Di hotel kan ada restorannya. Bisa makan malam disitu.. kamu nih pikirannya jelek aja sih.."

Aku tertawa, tersipu malu sebenarnya. Lalu karena tidak tahu harus bereaksi seperti apa, kujambak saja rambutnya. Samudra merintih kesakitan lagi.

"Berani kamu ya jambak jambak aku?"

"Berani lah! Kenapa enggak?" kataku meledek seraya melingkarkan tanganku kepinggangnya dan menyandarkan kepalaku diatas pundaknya. Nyaman.

"Coba jambak aku pas SMA, berani kamu?"

"Berani aja!"

"Bohong banget. Kamu aja kalau lihat aku, mukanya kayak ketakutan gitu."

"Kata siapa? Mukaku biasa aja kok." Kataku mempererat pelukanku dipinggangnya. "Lagian ngapain takut sama kamu? Emang kamu zombie?"

"Iya aku zombie yang ngejar-ngejar kamu."

Aku tertawa. "Kamu bucin banget yah sama aku dulu..."

"Masa sih? Biasa aja kayaknya."

"Idih. Kamu setiap hari tuh manggil-manggil aku.. 'Alaska... Alaska..' sambil senyum-senyum genit. Terus kamu pernah ngajakin aku makan bareng, nawarin nganter aku pulang sekolah, terus apa lagi tuh? Pokoknya kamu bucin banget deh sama aku, kayak ngefans gitu..."

Samudra terkekeh. "Geer banget kamu, Alaska."

"Bukannya geer sih tapi kan kenyataannya gitu, kamu bucin sama aku."

Samudra tersipu malu sedangkan aku tersenyum puas, merasa menang melawan Samudra. Ada bagian dari diriku yang merasa senang dan bangga bisa membuat dia senyum malu-malu. Hal itu membuatku merasa seperti sangat dicintai olehnya. Kuharap dia benar-benar mencintaiku.

Kami sampai dirumah Samudra tepat ketika matahari tenggelam. Seperti biasa Mama Samudra tidak ada dirumah, hanya ada kedua adiknya saja. Kata Samudra, beliau sedang dirumah Tantenya Samudra yang mana tepat disamping rumah Samudra.

Kakak KelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang