Bagian 23

1.1K 135 13
                                    

FORMULIR pendaftaran sudah kukembalikan beserta berkas-berkas yang diminta, aku hanya tinggal menunggu waktu tes masuk dan pengumuman lulus atau tidak oleh kampus baruku. Semua berjalan lancar, uang untuk biaya pendaftaran sudah kusediakan. Sesuai permintaanku, Bapak hanya memberi uang untuk ongkos bolak-balik mengurus berkasku saja.

Ohiya, aku juga bilang pada Safenly, Hana, dan Dyas kalau aku berhenti kuliah dan mulai bekerja. Mereka meyayangkan namun juga mendoakan yang terbaik bagiku. Ketika aku bilang aku mau masuk kuliah lagi sambil bekerja, mereka ragu, takut aku capek dan tidak bisa mengatur waktu katanya. Tapi setelah kujelaskan, mereka mendukung.

Apa kabar Samudra? Melalui postingan di akun instagramnya, kulihat dia bahagia-bahagia saja, menebar kemesraan bersama Mawar II. Memang sempat kulihat Samudra menghapus foto-fotonya dengan Mawar II tapi hanya sebentar setelah itu dia mempostingnya kembali. Kutebak dihapus karena sedang bertengkar saja.

Suatu hari dia menghubungiku lewat DM instagram, lalu meminta nomer whatsappku. Sekali lagi kutegaskan, karena dulu aku belum sadar kalau Samudra ingin modus denganku, maka aku kasih nomer whatsappku.

"Alaskaaaaaaaa."

Sapanya ketika aku mengangkat telfonnya lewat whatsapp, perasaan kesalku padanya sudah hilang. Maka aku tersenyum mendengarnya memanggilku dengan penuh semangat seperti anak kelas 5 SD.

"Iyaaa?"

"Alaska apa kabar?"

"Baik kok. Samudra?"

"Sama Samudra juga."

"Bagus."

"Iya bagus dong." sahutnya sambil terkekeh

Aku diam sambil menatap pohon kaktus di meja belajarku karena tidak tahu harus berkata apa.

"Alaska dimana?"

"Di rumah."

"Masih yang dulu?"

"Masih kok." jawabku.

"Oh. Alaska lagi apa?"

"Lagi duduk aja. Samudra?"

"Sama Samudra juga lagi duduk aja nih." katanya. "Kamu besok kemana Al? Main ke Dufan yuk, Samudra punya uang nih hasil Samudra kerja keras disini."

Aku mengerutkan dahi. "Samudra kerja?"

Lalu Samudra menjelaskan bahwa dia saat itu berada diluar kota Jakarta, tapi masih berada di pulau Jawa. Disana dia bekerja, katanya.

"Oh ya? Kerja apa?"

"Ada deh, pokoknya aku disini kerja Al. Yuk? Besok pagi aku rencana pulang ke rumah. Kamu ada waktu ngga? Jalan-jalan yuk ke Dufan. Aku jemput."

Dari nada bicaranya jelas sekali Samudra memohon padaku. Tapi, aku tidak mau! Aku takut... dia juga statusnya masih pacar orang. Aku tidak mau dibilang perebut pacar orang. Tidak mau.

"Ngga bisa aku. Maaf ya."

"Yah kenapa? Ayo dong.. sekali aja.. kamu ngga pernah mau kalo aku ajakin Al. Ayo plisss sekali ajaa."

Aku menghela napas. "Maaf aku bener-bener ngga bisa, lain waktu aja ya."

"Yah Al..." Samudra menghembuskan napas panjang. "Padahal aku pengen banget ajak kamu jalan."

"Mending kamu ajak pacar kamu aja."

"Engga ah, maunya kamu."

"Maaf ngga bisa."

"Iya Al.."

Untungnya saat itu Ibu memanggilku untuk minta tolong mengangkat jemuran karena gerimis mulai turun jadi aku punya alasan untuk mematikan telfon dari Samudra.

Beberapa minggu kemudian aku tes masuk kuliah, hasilnya keluar setelah seminggu. Aku diterima. Tentu saja karena menurut pandanganku tes masuk itu hanya formalitas saja. Aku mengambil jurusan yang sama dengan sebelumnya. Setelah mengurus berkas-berkas serta membayar administrasi, aku resmi menjadi mahasiswa PTS tersebut dan sudah tidak sabar untuk masuk di bulan September.

Samudra seperti biasa menghilang setelah dia menelfon mengajakku ke Dufan. Tidak apa-apa, itu hal yang biasa. Aku juga tidak merasa sedih dan sebal. Memangnya dia siapa? Kan aku menganggap dia hanya sekedar teman lama di SMA. Jadi, buat apa sedih? Ya, kan?[]

Kakak KelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang