Bagian 8

1.7K 193 1
                                    

IBU sedang menyiapkan roti bakar untuk bekalku siang ini sementara aku duduk di meja makan sembari membaca chat grup kelas di handphoneku. Hari ini hari ketiga Ujian Tengah Semester, Qodri membagikan kunci jawaban untuk mata pelajaran Geografi.

Aku tersentak kaget ketika melihat nama Samudra terpampang di layar handphoneku. Dia menelfonku pagi itu, entah mau apa. Aku izin ke kamar untuk mengangkatnya, tidak enak dengan Ibu, Bapak, dan Maylisa yang saat itu sedang ada di dapur.

"Halo?"

"Samudra udah di depan gang rumah Alaska nih, di Alfamidi."

Apa? Aku memang pernah bilang padanya dimana gang rumahku, ya berada di sebelah toko retail yang dia sebutkan itu. "Hah? Ngapain?"

"Jemput Alaska laah." sahutnya diujung telfon, diikuti dengan kekehan ringan.

"Eh? Nggak usah, aku naik angkot aja kaya biasa."

Aku mulai panas dingin. Bagaimana kalau dia nekat mencari alamat rumahku?

"Gapapa sih, bareng aja. Ini Samudra udah sampe loh dari tadi nunggu Alaska."

Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? "Aku udah berangkat. Udah naik angkot." kataku berbohong.

Hening. Kudengar Samudra menarik napas panjang. "Yaudah deh kalo gitu Samudra ngga jadi sekolah. Samudra pulang aja balik ke rumah."

Kemudian telfon dimatikan. Aku panik. Bagaimana kalau Samudra benar-benar bolos sekolah? Pikiranku saat itu tidak karuan. Entah mengapa. Disatu sisi aku tidak mau Samudra bolos karena hari ini sedang ada UTS. Disatu sisi lagi aku tidak mau berangkat bersamanya, aku takut. Bagaimana kalau dia tidak menghantarku sekolah? Bagaimana kalah aku diculik? Sekarang kalau mengingat hari itu, aku merasa bodoh. Mana mungkin Samudra ingin menculikku? Dasar, Alaska bodoh.

Aku kembali ke dapur dan mendiskusikan hal tersebut pada Ante Reny. Dia bertanya padaku siapa Samudra dan mengapa tidak langsung menjemput kerumah saja. Kujawab Samudra merupakan kakak kelasku dan dia tidak tahu dimana letak rumahku, hanya tahu gangnya saja. Ante Reny menyaraniku untuk segera mengubungi Samudra dan mengizinkanku untuk berangkat bersamanya ke sekolah.

"Halo?" kataku setelah Samudra mengangkat panggilanku. "Samudra masih di Alfamidi?"

"Masih.." jawabnya. "Kenapa, Al?"

"Yaudah tunggu ya, aku jalan kesitu."

"Oke!"

Untungnya ketika kembali dari kamar, hanya ada Maylisa sedang memakan sarapannya. Aku buru-buru pamit dan berpesan pada Maylisa untuk memberitahu Ibu bahwa aku harus buru-buru berangkat karena ada sedikit urusan mendadak di sekolah. Maylisa yang entah tidak peduli padaku atau apa, hanya mengangguk sekilas tanpa bertanya lebih lanjut.

"Samudra.."

Yang dipanggil menoleh, lalu tersenyum padaku. Samudra sedang merokok namun ketika aku datang, dia segera mematikan rokoknya.

"Yuk, naik."

Karena dulu saat sekolah aku memakai rok span, aku jadi sedikit kesusahan ketika naik ke atas motornya. Aku tidak ingat apa yang kami bicarakan pagi itu, karena dulu aku tidak menyangka kalau Samudra akan menjadi orang yang penting dalam hidupku. Makanya aku tidak berniat untuk mengingat apa saja yang kami bicarakan. Atau aku memang lupa karena suara Samudra terbawa angin, ditambah lagi motornya yang berisik membuat aku tidak dengar apa yang dibicarakannya. Entahlah. Yang jelas, aku sudah lupa pembicaraan kami pagi itu.[]

Kakak KelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang