Bagian 7

1.8K 197 8
                                    

MUNGKIN selama ini aku belum cerita tentang Samudra secara detail. Makanya sebelum lanjut, aku ingin menceritakanya. Seperti yang sudah kuceritakan sebelumnya, Samudra sangat nakal.

Saat duduk dibangku kelas 1 SMA, Samudra terlibat tawuran dengan sekolah lain. Dia diberi pilihan, drop out atau mengundurkan diri. Dan orangtua Samudra memilih untuk mengundurkan diri anaknya dari pada harus di drop out yang mana akan mempengaruhi dalam mencari sekolah baru.

Hal yang sama terjadi lagi di sekolah barunya, dia terlibat perkelahian antar teman senangkatannya. Bahkan guru yang sempat menengahi pertengkaran Samudra dan temannya terkena pukul juga. Dari situ, dia diberi pilihan lagi. Drop out atau mengundurkan diri, dan orangtua Samudra memutuskan untuk mengundurkan diri.

Jadi setiap tahun Samudra selalu pindah sekolah. Di tahun ketiga, dia masuk sekolahku. Samudra, dari pengelihatanku, sangat kasar. Maksudku ketika berbicara dengan orang lain, selalu dengan nada yang tinggi dan tak jarang nama-nama binatang keluar dari mulutnya.

Tapi, yang membuatku heran. Dia tidak pernah bicara seperti itu padaku. Dia selalu tersenyum riang ketika berbicara padaku. Intonasinya selalu lembut, bahkan untuk bicara 'lo-gue' ke aku saja tidak pernah. Benar-benar tidak pernah. Aku tidak tahu alasannya apa sampai suatu hari aku bertanya padanya, saat itu kami sama-sama sudah lulus SMA.

"Aku juga nggak tau kenapa." jawabnya setelah meneguk susu putih hangat. "Kalo sama kamu, aku nggak bisa kasar."

Samudra merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Suatu hari dia pernah mengirim foto kedua adiknya yang lucu-lucu. Kudengar dari selentingan teman-temanku bahwa keluarga Samudra hidup berkecukupan, mungkin itu faktor mengapa dia nakal? Entahlah. Itu hanya dugaanku saja.

Di sekolah, Samudra cukup sering main bersama salah satu teman sekelasku bernama Riko. Dikemudian hari dia bercerita bahwa teman senagkatannya di sekolahku tidak sejalan dengannya, makanya dia lebih memilih main bersama Riko dan beberapa teman seangkatanku.

Suatu hari, aku dan beberapa temanku, Safenly, Hana, Dyas, dan Utari terlibat perkelahian dengan kakak kelasku. Alasannya sepele, mereka tidak suka kalau baju kami dikecilkan dan menurut mereka kami songong. Utari dan Safenly tersulut emosi, mereka saling melontarkan kata-kata tajam satu sama lain. Aku, Hana, dan Dyas? Hanya memperhatikan mereka sambil sesekali membela Safenly dan Utari.

Saat itu kami berkelahi di samping sekolah. Seorang perempuan yang bajunya dikecilkan memanggil Safenly ketika kami habis jajan di luar sekolah. Kakak kelasku berjumlah 6 orang. Dan mereka langsung melontarkan kata-kata tidak enak. Dari balik tembok, Samudra muncul. Memang, disitu banyak laki-laki senangkatanku dan juga angkatannya. Tapi aku tidak tahu bahwa dia ada disitu juga.

Samudra menghampiri kami dan berbicara pada perempuan yang tadi memanggil Safenly. "Dit, lo boleh marah-marahin mereka. Tapi sedikit aja lo nyentuh Alaska, lo berurusan sama gue."

Semua mata tertuju padaku. Perempuan bernama Dita itu menatapku sinis, lalu menoleh ke Samudra. "Jangan ikut campur, anjing."

Samudra menyunggingkan senyum, dia lalu menghampiriku. "Samudra liatin dari situ ya." katanya sambil menunjuk bangku di balik tembok.

Aku hanya bisa mengangguk. Aku takut kalau Dita dan teman-temannya tambah marah melihat Samudra membelaku. Untungnya tidak terjadi apa-apa siang itu, Dita hanya melempar botol air mineral karena emosi dengan Utari. Setelah itu kami disuruh bubar oleh teman seangkatan Dita.

Kami masuk ke dalam sekolah. Lalu ketika berjalan, aku merasa seperti diikuti. Aku menoleh dan menemukan Riko di belakangku. Setelah lulus sekolah, Samudra baru bercerita bahwa dia sengaja menyuruh Riko untuk mengikutiku. Dia mau memastikan kalau aku masuk ke dalam kelas dengan selamat.[]

Kakak KelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang