Bagian 47

513 48 13
                                    

TIDAK ada kesepakatan yang dibuat antara aku dan Samudra Biru Darmawan tapi sejak pertemuan kami di Puncak waktu itu, aku dan Samudra menjelma sepasang kekasih baru yang hidupnya hanya dipenuhi dengan pelangi dan kupu-kupu. Indah dan menyenangkan.

Kami saling mengabari dan mencari apabila diantara kami ada yang tidak membalas chat atau tidak mengangkat telfon selama beberapa waktu. Meskipun awalnya aku ragu dengan hubungan kami berdua, tapi seiring berjalannya waktu aku dapat menerima kehadiran Samudra sepenuhnya yang banyak membawa kebahagiaan dihidupku.

Kembali ke hari dimana Samudra membawaku melihat pemandangan Ibukota dimalam hari yang dipenuhi lampu-lampu indah dari gedung-gedung tinggi didaerah Sudirman. Itu merupakan salah satu malam terindah yang kumiliki sepanjang aku hidup didunia.

Aku tidak peduli menjadi perempuan kesekian yang Samudra ajak merasakan suasana menyenangkan itu, aku sungguh tidak peduli pada siapa saja yang pernah dibonceng dan diajak keliling Jakarta olehnya. Setiap orang memiliki masa lalu, termasuk Samudra dan aku tidak patut mencampuri masa lalunya, biarlah itu menjadi urusan dia bersama orang-orang yang bersangkutan.

Pagi harinya ketika aku membuka mata, Ibu sudah ada dihadapanku. Dia memegang kedua bahuku untuk membangunkanku dari tidur.

"Ibu.. aku masih ngantuk. Lagian ini kan hari Minggu.."

Aku membalikkan tubuh menghadap tembok karena aku masih mengantuk dan ingin tidur lagi, semalam aku baru bisa tidur jam setengah 2 pagi. Entah apa yang menganggu pikiranku sehingga aku baru bisa tidur jam segitu.

Ibu menahan tubuhku dan berbisik. "Ada Samudra di luar."

Rasa kantukku seketika hilang, aku mendudukan diri dan mencari handphoneku. Tepat jam 9 pagi dan Samudra sudah dirumahku? Yaampun. Semalam kan aku sudah bilang aku tidak ingin pergi kemanapun, aku hanya ingin tidur seharian di kamarku! Bagaimana ini?

"Emang dia nggak bilang ke kamu mau kesini?" tanya Ibu.

Aku mengangkat kedua bahu.

"Yaudah sana cuci muka dulu, nggak enak sama Samudra."

Aku bergegas mencuci muka dan menata rambutku secara asal baru kemudian menemui Samudra di ruang tamu.

"Hey, kamu ngapain?" tanyaku sembari duduk di sebelahnya. Pagi itu Samudra mengenakan baju kaus hitam serta celana jeans yang robek dikedua bagian lututnya.

"Jemput kamu." jawabnya santai.

"Kan aku bilang nggak mau kemana-mana."

"Kan aku bilang aku pulang karena mau main sama kamu."

Aku diam, satu hal yang kupelajari sejak mengenal Samudra yaitu tidak ada guna berdebat dengannya. "Mau minum?"

"Udah tuh," Samudra menunjuk secangkir kopi diatas meja. "Dibikinin kopi sama Ibu tadi."

"Makan?"

"Nanti aja bareng kamu."

"Terus mau kemana? Aku capek tau."

"Ke rumah aku aja."

"Aku belum mandi tau," kataku lagi. "Baru bangun tidur."

"Ya lagian kamu kan aku udah bilang kemarin mau jemput kamu pagi-pagi, bukannya prepare."

"Ya kan aku bilang ke kamu semalem aku nggak mau main."

Samudra menarik sebatang rokok dari bungkusnya lalu menyalakan rokok itu dan mulai menghisapnya pelan dan menghembuskannya keudara. "Yaudah sana mandi, aku tungguin."

Setengah jam kuhabiskan untuk mandi dan berpakaian, relatif cepat karena biasanya aku menghabiskan waktu lebih banyak dari itu. Aku tidak mau membiarkan Samudra dan Ibu mengobrol terlalu lama karena pasti mereka membicarakan aku.

Kakak KelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang