SETELAH makan, Sacha mengajakku mengelilingi mall. Kalau sekiranya ada yang menarik atau sesuai kebutuhan kami dan juga harganya masih masuk akal, kami akan membeli barang tersebut. Namun tetap harus meyakinkan satu sama lain terlebih dahulu apakah harus membelinya atau tidak?
"Beli aja sih, payung lo kan rusak." jawabku ketika Sacha meminta saran apakah dia harus membeli payung lucu di Miniso atau tidak. "Lebih baik nyesel beli daripada nyesel ngga beli."
"Tapi harganya Bukk..." keluh Sacha. "Bisa buat beli nasi padang 5 bungkus."
"Inget kata gue Sa, lebih baik nyesel beli daripada nyesel ngga beli. Udah sih beli aja kan lo butuh. Gue kan juga beli nih.." kataku sambil memamerkan satu botol minum bergambar Captain America karena saat itu Miniso sedang kolaborasi dengan Marvel.
Hingga aku antre dan menyelesaikan pembayaranku di kasir, Sacha masih juga berdiri di depan rak payung sambil menimbang-nimbang apakah dia harus membelinya atau tidak?
Aku menghampiri dan meyakininya sekali lagi bahwa dia harus membeli payung itu. Sacha diam dan pada akhirnya dia membeli payung lucu itu dan berjalan ke kasir sementara aku izin menunggunya di depan gerai Miniso.
Ketika sedang berdiam diri sambil menyedot minuman favoritku, Chocolate Hazelnut dengan topping pearl, kurasakan handphoneku di saku celana bergetar. Ada telfon masuk, dari Samudra. Aku mendongak, Sacha masih antre. Maka, aku angkat telfonnya.
"Al... Alaskaaa?"
"Iya kenapa?"
"Aku mau pulang aja rasanya," kata Samudra lalu dia menghembuskan napasnya dengan berat.
Aku mengerutkan dahi. "Loh kenapa emang?"
"Bete disini debat mulu. Aku malah di block. Apa aku tinggalin dia aja ya, Al?"
"Ngapain pulang? Jangan." tanyaku. "Pendidikan kamu tuh lebih penting."
Samudra diam sebentar. "Iya sih. Aku juga mikir gitu sih."
"Iya. Diemin aja dulu, nanti juga baikan lagi kalian. Kaya biasanya."
"Iya ini lagi aku diemin Al," sahutnya. "Tapi dia barusan bikin status nyindir aku gitu."
"Yaudah kamu ajak baikan lah."
"Engga ah. Biar dia mikir ngga selamanya aku ngalah sama dia, dan mikir kalo aku juga bisa capek."
Aku memutar bola mata. "Iya iya."
"Kamu lagi dimana sekarang Al?"
"Di Senayan nih."
"Makan taichan yaa?"
"Engga," jawabku. "Beli botol minum."
"Ooh.. eh Al, aku mau beli makan dulu ya keluar ya Al. Nanti aku telfon lagi?"
"Iya oke. Hati-hati."
Hening. Aku membulatkan mulut, did I just say be careful to him?
Samudra terkekeh ringan. "Iya cintaaa.. eh.. maksudnya Alaskaa.."
"Dah." kataku awkward lalu mematikan telfon dari Samudra.
Ketika aku menoleh, Sacha sudah ada di sebelahku. Dia tersenyum meledek dan mencolek-colek bahuku.
"Makin intens aja nih..."
"Apaansih? Orang dia curhat doang ke gue." aku mengelak.
Sacha menarik bibirnya. "Iya abis curhat pasti ngajakin lo jalan."
Memang benar perkataan Sacha, biasanya sehabis curhat banyak hal tentang percintaannya, Samudra akan mengajakku jalan. Tinggal tunggu waktunya saja. Yap. Dia pasti mengajakku jalan. Tapi kan saat itu dia sedang tidak satu kota denganku?
Ah, banyak jalan menuju roma. Malam itu terjadi sesuatu pada hubungan Samudra dan Mawar III yang menyebabkan Samudra mau tidak mau harus pulang. Apakah dia akan menemuiku? We'll see soon.[]
—
gakerasa cerita ini udah panjang bgt udah 28 part
and its soo far from the ending :(
kayanya udah pada bosan, ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kakak Kelas
Teen FictionAku tidak pandai menulis namun malam ini aku akan mencobanya dengan sebaik mungkin. Karena aku akan menulis ceritaku bersama Samudra Biru Darmawan, laki-laki aneh yang secara tiba-tiba muncul dan mengubah hidupku seratus delapan puluh derajat. Ini a...