Waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam tapi jalanan menuju rumahku masih dipenuhi oleh kendaraan yang berlalu lalang. Angin menusuk tulang. Aku tidak terlalu kedinginan sebab aku punya Samudra yang bisa kupeluk erat.
"Aku laper." Kata Samudra memecah keheningan diantara kami berdua. "Kita makan dulu ya?"
"Udah jam segini." jawabku. Aku sudah mengabari Ibu bahwa kami akan pulang larut malam karena Samudra mengajakku ke Kota Tua dan Ibu mengizinkam. Tapi tetap saja aku ingin segera sampai rumah karena mengantuk.
"Sebentar aja. Kamu tega? Kalau nanti aku pingsan dijalan gimana?"
Aku tertawa sambil mengencangkan pelukanku. "Lebay banget sih kamu."
"Serius. Aku laper."
"Tadi aku suruh makan mie ayam, kamu nggak mau."
"Tadi belum laper, sayang. Baru lapernya sekarang."
"Yaudah," kataku pada akhirnya karena ketika kulihat lewat spion, Samudra tengah memasang wajah melas. "Tapi kamu aja yang makan ya, aku nemenin aja. Aku nggak laper."
"Kamu harus makan juga, kalau nggak makan nanti kamu sakit. Aku nggak mau orangtua kamu mikir kamu sakit karena jalan sama aku."
"Aku nggak biasa makan tengah malem gini."
"Gapapa. Kamu harus makan walaupun sedikit."
Kami berhenti didepan warung pecel lele dipinggir jalan yang tidak jauh dari gang rumahku. Samudra memesan dua porsi nasi ayam goreng dan juga dua gelas es teh manis. Kami lalu duduk ditempat kosong, saling berhadapan.
"Besok aku jemput ya?"
"Jemput kemana?" tanyaku bingung.
"Main lagi. Kita jalan-jalan."
"Aku kan kerja."
"Ya pulang kamu kerja."
"Abis kerja, kan kuliah."
"Yaudah aku jemput kamu ditempat kerja, abis itu aku anter ke kampus. Nanti abis kamu kuliah, kita cari makan dulu."
"Tapi aku capek."
"Makanya aku jemput. Kamu kan tinggal duduk manis aja, aku yang bawa motor."
"Yaudah, liat besok ya."
Pesanan kami sudah siap diatas meja. Perutku sudah penuh dengan telur gulung tapi mau tidak mau aku harus memakannya karena tidak enak dengan Samudra. Aku memisahkan setengah porsi nasi dari piringku lalu menawarkannya kepada Samudra.
"Kamu mau nasi lagi? Aku nggak akan abis."
"Boleh."
Kami menyantap makanan kami masing-masing sambil mengobrol. Aku sudah lupa kami membahas apa tapi ditengah obrolan, dia berkata. "Aku seneng banget bisa hari ini seharian sama kamu."
Aku tersenyum menatapnya. "Aku juga. Makasih ya."
"Makasih untuk apa? Aku kan nggak ngasih kamu apa-apa."
"Aku hari ini seneng. Makasih udah buat aku seneng."
Samudra tersenyum lembut. "Kalau itu, aku juga makasih dong ke kamu. Makasih yang banyak. Kan hari ini aku juga seeeeeeneng karena kamu."
Aku tersenyum.
"Abis ini pulang?"
"Iya dong. Aku udah ngantuk banget ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kakak Kelas
Teen FictionAku tidak pandai menulis namun malam ini aku akan mencobanya dengan sebaik mungkin. Karena aku akan menulis ceritaku bersama Samudra Biru Darmawan, laki-laki aneh yang secara tiba-tiba muncul dan mengubah hidupku seratus delapan puluh derajat. Ini a...