SEBELUM lanjut, aku mau bercerita sedikit tentang kehidupanku. Namaku Alaska. Orang-orang biasa memanggilku Al atau Ala. Aku tinggal bersama keluargaku yang terdiri dari Bapak, Ibu, dan kakak perempuanku Maylisa yang umurnya sepuluh tahun diatasku. Sebagai kepala keluarga, Bapak menghidupi kami dengan bekerja sebagai wirausaha di ibukota. Ibuku merupakan ibu rumah tangga yang handal membuat berbagai macam makanan, apapun yang dibuat oleh kedua tangannya tidak perlu diragukan lagi kelezatannya.
Itu sebabnya Ibu sering mendapat pesanan kue-kue kering maupun basah dari tetanggaku yang sedang mengadakan suatu acara, uang yang dihasilkan Ibu biasanya digunakan untuk membantu Bapak memenuhi kebutuhan kami sehari-hari atau untuk membayar uang sekolahku. Kakakku juga sudah bekerja jadu kalau aku pulang sekolah, aku hanya berdua saja dengan Ibu sampai Bapak dan Maylisa pulang di malam hari. Itulah yang membuat aku dan Ibu sangat dekat, aku bisa menceritakan apapun kepadanya tanpa rasa malu. Termasuk tentang laki-laki bernama Samudra yang belakangan itu sering menganggu waktuku di sekolah. Ibu hanya bilang aku boleh berteman dengan siapa saja asalkan bosa menjaga diriku sebaik mungkin.
"Lo lagi dideketin Samudra ya?"
Setelah menuang saus kedalam mangkuk baksoku, aku baru menjawab pertanyaan Safenly. "Nggak tau."
"Lo tau nggak?" Safenly mengunyah baksonya sebelum melanjutkan. "Samudra udah tiga kali pindah sekolah. Mau tau nggak penyebabnya apa?"
Aku diam. Tidak merespon apapun. Kalau aku mengangguk, nanti Safenly mengira aku penasaran terhadap Samudra. Jadi biar saja dia meneruskan tanpa responku.
"Bolos, mabok, berantem." lanjutnya.
Mulutku membentuk huruf O. Kukira kenakalannya hanya sebatas melanggar peraturan sekolah dan berkelahi. Ternyata lebih dari itu.
"Kerjaannya kalo nongkrong di samping sekolah ngapain coba?" Safenly menatap mataku dalam. "Ya, mabok!"
"Lo nggak percaya? Besok ikut gue sama Safenly nongkrong di samping deh." sahut Hana berada dipihak Safenly.
Aku meneguk air putih yang kubawa dari rumah, mulai kepedasan, ditambah aku terkejut mendengar penuturan Safenly dan Hana barusan.
"Makanya nih gue kasih tau lo, jangan mau sama dia. Cowok nggak bener."
Aku mengangguk.
"Gue ngomong kaya gini karena nggak mau lo diapa-apain sama dia. Lo kan masih polos."
Aku tertawa kecil. "Makasih Safenly sayang."
Safenly memutar bola mata lalu kami melanjutkan makan bakso di kantin yang ramai. Selang beberapa menit kemudian, handphoneku bergetar. Ada pesan yang masuk lewat whatsapp, tapi dari nomer yang belum kusimpan sebelumnya.
Alaska. Ini Fikar kelas 12 IPS.
Kira-kira begitu bunyi pesannya. Aku sudah langsung tahu siapa yang memberi nomer whatsappku; Wandi.
Ohya. Ada apa ka?
Kubalas seperti itu, kemudian kutaruh handphoneku di atas meja. Benda persegi panjang itu bergetar lagi tapi tidak kuhiraukan.
"Alaskaaaa.."
Samudra menghampiri mejaku lalu duduk di sebelah Safenly, di hadapanku.
"Iya?"
Dia tidak mencubit kedua pipiku, tapi malah memberiku sebuah handphone yang dia ambil dari saku celananya.
Aku menatap benda itu heran. "Kenapa?"
"Mau minta nomer whatsapp Alaska. Boleh?" katanya dengan senyum sumringah yang tak pernah lepas dari wajah tirusnya ketika dia bicara padaku.
"Minta nomer whatsapp aku?" tanyaku memastikan.
Samudera mengangguk.
Aku menatap mata Safenly, meminta bantuan atas apa yang harus kulakukan? Safenly geleng-geleng. Hanapun begitu.
"Buat apa nomer Alaska?" desak Hana.
"Ada deh." sahut Samudera. "Tenang, nggak gue apa-apain kok temen lo."
Safenly dan Hana menyerahkan semuanya padaku. Oke. Aku mengetikkan nomer whatsappku di handphone Samudera. Biarlah. Daripada nanti saat aku sendirian, aku dijegat olehnya.
"Nih kak.." aku mengembalikan handphone itu pada empunya.
"Makasih ya." Samudra memasukkan handphonenya kembali ke dalam saku celana, lalu berdiri.
"Awas ya lo temen gue diapa-apain!" bentak Safenly.
"Tenang aja, aman kok."
Sebelum melangkah pergi, dia mencubit pipiku terlebih dahulu. Aku menatap punggunya sampai dia benar-benar hilang ditengah keramaian kantin. Pada saat itu, aku tidak tahu kalau laki-laki urakan bernama Samudra itu akan menjadi orang yang sangat berarti bagiku dikemudian hari.[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Kakak Kelas
Teen FictionAku tidak pandai menulis namun malam ini aku akan mencobanya dengan sebaik mungkin. Karena aku akan menulis ceritaku bersama Samudra Biru Darmawan, laki-laki aneh yang secara tiba-tiba muncul dan mengubah hidupku seratus delapan puluh derajat. Ini a...