BIASANYA aku selalu masuk ke gerbong khusus wanita setiap kali naik kereta, tapi siang itu aku pergi bersama Samudra, maka aku mengajaknya masuk ke gerbong campuran yang ada ditengah.
Karena kereta yang kami naiki kursinya sudah terisi penuh, aku dan Samudra bersandar disisi pintu yang tidak terbuka disetiap peron agar tidak menganggu orang lain yang akan naik atau turun.
Samudra menatapku sambil tersenyum. "Gapapa berdiri?"
Aku sempat diam beberapa saat karena canggung ditatap olehnya seperti itu sebelum akhirnya kujawab. "Gapapa. Aku udah biasa kok setiap hari pulang pergi berdiri."
"Anak kereta banget ya?"
Aku tertawa.
Samudra diam-diam memfotoku dan mengunggahnya ke akun instagram pribadi miliknya. Aku sudah melarangnya, tapi dia tidak mau dengar. Itu lah Samudra. Dia seperti mudah saja melakukan apa yang dia mau dihidupnya seakan tidak memikirkan efek yang ditimbulkan.
Disepanjang perjalanan, dia berdiri didepanku, jarak kami hanya beberapa jengkal saja. Gestur tubuhnya juga seperti sedang menjagaku dari marabahaya.
Ketika transit distasiun Tanah Abang, Samudra menggenggam tanganku erat. Sebenarnya aku sudah biasa menghadapi lautan manusia disana, tapi kubiarkan Samudra menuntunku sebagai bentuk menghargai karena itu adalah caranya menjagaku agar tetap berada didekatnya dan terhindar dari hal-hal bahaya (yang entah apa bahanyanya).
Dan kalau boleh jujur, aku suka itu. Aku suka cara dia mengenggam tanganku ketika kami sedang jalan bersama. Aku suka eskpresi dia yang waspada terhadap sekitar. Aku suka cara dia menjagaku seolah akan terjadi hal-hal yang buruk apabila aku lepas dari pengawasannya.
"Kita naik digerbong 5," katanya dengan masih menggegam tanganku. "Supaya nanti pas turun, bisa langsung tap out keluar stasiun."
"Emangnya pas gate out kalau naik di gerbong 5?"
"Iya. Kalau nggak percaya, lihat aja nanti."
"Emang kamu sering naik kereta?" cibirku. "Yakin banget kayaknya."
"Kamu meragukan aku?"
"Bukannya kamu anak motor ya? Kan kemana-mana bawa motor."
"Iya tapi aku suka naik kereta juga, walaupun nggak sesering kamu.”
"Masa?" Aku tidak percaya karena yang kutahu Samudra lebih sering menggunakan sepeda motornya ketimbang angkutan umum apalagi kereta.
"Iya. Nanti kita lihat aja, kalau aku bener, cium ya!"
Aku tertawa sambil mencubit lengannya pelan. Bisa-bisanya dia bercanda seperti itu ditempat umum! Dasar Samudra..
Akhirnya kami naik digerbong 5 seperti instruksi Samudra dan kali ini aku kebagian duduk dikursi penumpang sementara Samudra berdiri dihadapanku. Kursi yang kosong hanya muat untuk 1 orang dan Samudra mempersilakanku untuk duduk.
"Kamu gapapa?"
"Gapapa. Udah kamu duduk aja yang manis.”
Aku duduk tenang sambil sesekali mendongak untuk melihat wajah Samudra hingga akhirnya sampai di stasiun tujuan kami hari itu. Dan benar apa yang Samudra katakan sebelumnya, bahwa gerbong yang kami naiki tepat berhenti didepan gate untuk tap out.
Salah satu hal yang kukagumi dari Samudra ialah dia seperti mengetahui segala hal didunia ini. Selama aku mengobrol dengannya, tidak jarang aku jadi mengetahui sesuatu yang belum kuketahui sebelumnya. Samudra memang tidak begitu cerdas dalam akademik, tapi dia cerdas dalam pengetahuan tentang kehidupan. Aku merasa kecil sekali ketika mendengar cerita-ceritanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kakak Kelas
Teen FictionAku tidak pandai menulis namun malam ini aku akan mencobanya dengan sebaik mungkin. Karena aku akan menulis ceritaku bersama Samudra Biru Darmawan, laki-laki aneh yang secara tiba-tiba muncul dan mengubah hidupku seratus delapan puluh derajat. Ini a...