Bagian 13

1.3K 166 17
                                    

BEBERAPA minggu setelah aku resmi menjadi siswi kelas 12, aku jadi sering terbangun ditengah tidurku. Entah itu karena mimpi buruk, atau hanya karena haus. Pokoknya aku sering terbangun tiba-tiba. Malam itu aku terbangun karena suara petir yang menyambar dengan kencang.

Waktu menunjukkan pukul 2 pagi. Diluar hujan deras. Dingin. Aku tidak bisa tidur lagi, padahal pagi nanti aku ada Ulangan Harian Matematika. Karena bosan, aku membuka aplikasi instagram. Ada pesan yang masuk ternyata, dari Samudra. Total 20 pesan. Dikirim limabelas menit yang lalu. Ada apa? Kubuka dan kubaca satu persatu. Dia memanggil-manggil namaku dan bilang dia butuh bicara padaku saat itu juga. Dia meminta nomer whatsappku dan kubalas.

Tidak lama ada telfon masuk lewat whatsapp. Dari nomer yang tidak kusimpan. Pasti Samudra. Langsung kuangkat.

"Halo, Al." sapa Samudra dengan suara beratnya.

It's been a long time. Aku sempat tertegun sebentar setelah mendengar suaranya. "I–iya. Kenapa Samudra?"

"Kamu lagi dimana, Al?"

"Di rumah."

"Al, aku mau cerita.."

"Cerita aja. Ada apa?"

Sebelum bicara, Samudra menarik napas lebih dulu. "Aku abis berantem sama Papa. Terus aku pergi dari rumah. Aku capek disalahin terus. Papa nuduh aku sesuatu yang nggak aku lakuin. Aku tau aku anak nakal, tapi aku nggak kepikiran buat ngelakuin itu, Al. Aku nggak suka dituduh-tuduh."

Aku mendudukan diri dan mencoba merespon curhatan Samudra dengan tenang. "Terus kamu sekarang lagi dimana?"

"Di rumah Riko, tadi sore aku berantem dan langsung pergi dari rumah. Aku capek, Al. Kepalaku pusing ini."

"Samudra.. mungkin Papa kamu tadi lagi emosi makanya bisa nuduh kamu dan jadinya berantem sama kamu. Aku yakin kok Papa kamu nggak ada maksud untuk nuduh kamu. Kamu pulang ya, Samudra.. minta maaf sama Papa kamu. Pulang ya. Mau gimana juga itu Papa kamu. Kamu nggak boleh ngelawan."

"Tapi Al, aku nggak suka dituduh-tuduh gitu. Aku ini anaknya, masa dituduh yang nggak-nggak. Apa dia nggak percaya sama anaknya sendiri?"

"Iya aku tau kamu pasti kesel karena dituduh padahal kamu nggak ngelakuin itu," kataku berusaha menenangkan Samudra meskipun tidak tahu akan berhasil atau tidak. "Tapi kamu harus pulang ya, Samudra. Papa kamu pasti khawatir nyariin kamu. Pulang ya.."

Hening. Hanya ada suara hujan dari luar jendelaku dan juga dari tempat Samudra berada.

"Samudra?"

"Iya..." sahutnya dengan suara parau. "Iya nanti pagi aku pulang, Alaska. Aku janji."

Aku tersenyum lega. "Oke."

"Kamu nggak tidur, Al?"

"Aku udah tidur, cuma kebangun."

"Kenapa?"

"Nggak tau, kayanya kaget denger petir deh."

Samudra tertawa. "Kamu nih, masih aja aneh."

Oh, really? Aku terkekeh ringan.

"Oh iya Al, besok jalan yuk? Udah lama nggak ketemu nih. Kangen."

Apa aku tidak salah dengar? Samudra mengajakku pergi? Bukankah dua hari yang lalu dia baru memposting kemesraannya bersama pacarnya itu? Tidak mungkin kan kalau mereka sudah putus? Barusan aku melihat akun instagram Samudra, foto perempuan itu masih terpampang nyata di profilenya.

"Maaf aku nggak bisa."

"Yah. Nggak bisa kenapa?"

Aku bergumam. "Hm.. nggak bisa aja. Maaf ya."

"Oh yaudah deh gapapa." sahutnya pelan. "Kamu tidur lagi ya sekarang, Alaska. Nanti sekolah kan?"

"Iya sekolah."

"Yaudah. Selamat tidur ya, Alaska. Mimpi indah."

Samudra mematikan sambungan telfon, dan mengirimku chat berisi ucapan selamat tidur persis seperti yang dia katakan sebelum telfon mati. Ketika pagi apa yang terjadi? Tidak ada. Samudra tidak menghubungiku lagi. Dia menghilang. Hingga beberapa hari bahkan minggu kedepan, Samudra tetap tidak mengubungiku. Dia seperti hilang ditelan bumi. Lagi.[]

Kakak KelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang