Ekstra Part : Memaafkan

267K 24.2K 668
                                    

Tidak ada yang tahu tentang hati manusia, tidak ada yang tahu sekuat apa hati itu menyimpan kepahitan.

Hinaan, cacian, makian, bahkan pengkhianatan adalah hal yang sulit untuk dimaafkan, walaupun menyimpan kebencian tidak diperbolehkan.

Pengkhianatan memang sangat menyakitkan, apalagi orang terdekatlah yang melakukan. Namun, sampai kapan kita akan menyimpan dendam? Bukankah semua orang mempunyai kesempatan? Apakah kita merasa yang paling menderita? Merasa paling dirugikan? Atau justru kita merasa yang paling benar? Jika iya, apa bedanya kita dengan mereka?

Alisa dan Gus Ali kini sampai di depan rumah tahanan di kotanya, di sanalah Mia akan mempertanggung jawab kan semua perbuatannya, satu tahun yang lalu Mia dinyatakan sembuh dari depresinya.

Gus Ali menggenggam tangan Alisa, ia sebisa mungkin menyalurkan kekuatan untuk istrinya, tentu hal ini tidak mudah walaupun Alisa sudah berusaha untuk mengikhlaskannya.

“Ada Mas, kamu tidak perlu khawatir,” ujar Gus Ali tersenyum hangat.

Alisa memang sudah memaafkan, tapi ia tidak tahu dengan Mia, Alisa tidak tahu apakah Mia sudah berubah atau belum.

Alisa menunggu di ruangan khusus, ruangan yang memang disediakan untuk mereka yang akan membesuk para tahanan. Tangan Gus Ali tidak pernah lepas menggenggam tangan istrinya, ia bisa merasakan jika istrinya tengah cemas.

Tidak lama kemudian Mia datang didampingi seorang petugas, dia seketika terenyak saat mengetahui siapa yang ingin menemuinya, pandangannya seketika menunduk malu, sungguh Mia tidak sanggup berhadapan dengan Alisa.

Seulas senyum terbit dari bibir Alisa, ada rasa haru saat melihat Mia kembali menggunakan khimarnya, namun hatinya mencelos melihat kondisi Mia yang memprihatinkan, tubuh Mia sangat kurus dengan lingkaran hitam di bawah matanya.

Mereka sama-sama terdiam, tidak ada yang berani memulai pembicaraan, sementara Gus Ali memilih untuk tidak ikut campur.

“Mia,” ucap Alisa pada akhirnya.

“A-Alisa,” sahut Mia, suaranya bergetar menahan tangis.

Alisa melihat Gus Ali, ia seakan meminta bantuan suaminya, namun Gus Ali hanya membalasnya dengan anggukan dan senyuman tipis, seakan ia percaya jika istrinya bisa menyelesaikan sendiri masalah mereka.

“Alis, Alis turut berduka cita atas kepergian Pak Botak, eh ma-ma-maksudnya Pak Broto.”

Alisa memukul bibirnya yang terkadang tidak bisa diajak kerja sama, sementara Gus Ali terkekeh pelan mendengar ucapan istrinya yang kembali keceplosan, sifat itu sepertinya sudah menyatu dengan diri Alisa.

“Maaf,” ucap Mia, lirih.

Mia terlihat sangat rapuh, ada penyesalan mendalam dari sorot matanya, ada kesedihan yang mendalam juga dari sorot matanya, kepergian Broto memang menjadi pukulan berat untuk Mia.

Alisa mengambil tangan Mia dan menggenggamnya, ia ingin Mia memiliki harapan kembali, Alisa tidak ingin Mia mengambil jalan yang salah.

“Alis sudah memaafkan kamu, tidak ada gunanya kita menyimpan dendam.”

“Aku, aku malu sama kamu Al, aku malu sama Gus Ali, terlebih aku malu sebagai seorang muslimah. Apa yang aku lakukan dulu sangat menjijikkan, aku ... aku tidak pantas menerima maaf darimu.”

“Tidak Mia, semua orang pernah melakukan kesalahan, semua orang juga memiliki hak untuk dimaafkan. Alis juga bukan wanita yang sempurna, Alis juga banyak dosa, namun semua bukan tentang seberapa banyak kita melakukan kesalahan, tapi tentang seberapa banyak kita menyadari dan memperbaiki kesalahan itu.”

Suami Rahasia✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang