Ekstra Part : orang tua siaga

274K 28.5K 1.5K
                                    

"Shalatullah Salamullah
Alla Toha Rasullilah
Shalattullah Sallamullah
Alla Yasin Habibillah
Tawassalna Bibismillah
Wabil Hadi Rasulillah
Wakulli Mujahidilillah
Bi Ahlil Badri Ya Allah."

Gus Ali tengah menimang-nimang Shaka sambil bersholawat, Shaka tampak tertidur pulas dalam gendongan abinya.

Hal itu tidak lepas dari pandangan Alisa, seulas senyum terbit dari ujung bibirnya, pemandangan yang sangat menyejukkan hati.

"Mas," panggil Alisa.

"Iya, Sayang."

Semenjak kehadiran Shaka, sifat Gus Ali jauh lebih lembut, mungkin kutub selatan sudah mencair. Ya, walaupun dengan yang lain masih tetap datar dan dingin.

"Sini Mas, Shaka biar Alis yang gendong. Mas Ali makan dulu, gih," ujar Alisa dengan lembut.

Alisa mengambil alih Shaka, ia kemudian menemani Gus Ali makan, tentunya dengan Sakha di gendongannya.

"Abi lagi makan tuh, Shaka mau makan juga, gak?" tanya Alisa sambil menoel-noel pipi Sakha.

"Eh, kok bangun? Padahal tadi tidurnya pulas banget."

"Kalo sama Umi maunya main katanya, Bi."

Gus Ali terkekeh, Shaka memang lebih aktif jika bersama Alisa. Gus Ali mengulurkan tangannya, dengan telaten ia menyuapi Alisa, Gus Ali tahu jika istrinya belum makan, Alisa akan lebih mendahulukan melayani Gus Ali dan mengurus Shaka dibanding dirinya sendiri.

Waktu dan pengalaman hidup yang akan membuatmu dewasa, mungkin kalimat itu sangat cocok untuk Alisa. Dua puluh tahun hidup bersama orang tua, membuat Alisa tidak terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah, hidup dalam kemewahan membuat Alisa bertingkah sesuka hati.

Semua orang pasti bisa membandingkan Alisa yang dulu dan sekarang, sangat jauh berbeda, walaupun sifat keras kepala dan bar-barnya masih tetap ada.

Kini Alisa jauh lebih mandiri, ia bisa mengurus rumah, suami, dan anak sekaligus. Gus Ali mengelap sisa makanan di sudut bibir Alisa dengan ibu jarinya, ia kemudian beranjak hendak mencuci piring bekas mereka makan.

"Mas, biar Alis saja yang cuci."

"Tidak apa-apa, biar Mas saja."

"Tapi kan itu kewajiban Alis," sahut Alisa.

"Kata siapa? Sebenarnya, pekerjaan rumah itu kewajiban suami," balas Gus Ali, setelahnya ia melenggang pergi ke dapur.

Alisa mengernyit bingung, benarkah yang dikatakan suaminya? Benarkah pekerjaan rumah kewajiban suami?

"Jangan melamun! Kasihan Sakha sampai keheranan lihatnya," ujar Gus Ali setelah kembali.

"Mas, masa sih pekerjaan rumah sebenarnya kewajiban suami?" tanya Alisa, penasaran.

"Iya Alisa, namun memang ada perbedaan pendapat di antara para ulama dan mazhab, ada yang berpendapat jika kewajiban istri itu hanya sekedar istimta', yaitu memberikan pemenuhan kebutuhan biologis kepada suami. Ada juga yang berpendapat jika seorang istri wajib membantu atau berkhidmat pada suami dalam berbagai hal, misalnya mengerjakan tugas-tugas domestik, seperti mencuci, memasak, dan yang lainnya."

"Dan Mas mempercayai pendapat yang pertama?"

Gus Ali menggeleng, ada kesalahan dari pertanyaan Alisa, ia bukan mempercayai salah satunya, tentu semuanya juga benar karena ada alasannya masing-masing, hanya saja ia mengikuti ajaran sesuai mazhab yang ia ikuti.

"Bukan mempercayai Alis, tapi lebih ke mengikuti, karena kedua pendapat itu benar adanya, tentunya semua didasari dengan hadist yang shohih," jawab Gus Ali, meluruskan.

Suami Rahasia✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang