Suara Hati Alisa

325K 36.7K 2.2K
                                    

Dor

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dor...dor...dor.

Alisa menggedor pintu kantor pesantren dengan keras, entah apa maksudnya tapi hal itu jelas menjadi perhatian para santri di sekitarnya.

“Gus, Gus Ali,” teriak Alisa serak.

Ceklek.

Pintu terbuka, namun bukan Gus Ali yang keluar, melainkan ustaz lain.

“Ustaz, Gus Ali mana?” tanya Alisa, tergesa.

“Mau apa mencari Gus Ali?” tanya balik Ustaz Malik, penuh selidik.

“Kenapa selalu balik nanya sih?! Kalau ditanya ya jawab!” marah Alisa dengan tidak sopannya.

“Kamu memang tidak punya kesopanan sama sekali!” geram Ustaz Malik.

“Gus Ali mana?!” bentak Alisa, ia sudah tidak bisa sabar, masa bodoh dengan kesopanan.

Ustaz Malik sampai terlonjak, baru kali ini ia menemukan santri yang berani membentaknya, apalagi Alisa adalah wanita.

“Barusan dipanggil Pa' Kiai, saya—”

Belum selesai Ustaz Malik berbicara, Alisa sudah langsung pergi saja, sangat tidak sopan memang. Alisa berlari tergesa menuju rumah kakeknya, tanpa salam Alisa masuk dan memanggil nama Gus Ali.

“Gus Ali, Gus!”

Mereka yang kebetulan berada di ruang tamu tersentak kaget dengan kedatangan Alisa yang bisa dibilang sangat tidak sopan, Gus Haikal menghampiri Alisa berniat menegurnya, tapi hal itu ia urungkan setelah melihat raut wajah Alisa yang tidak biasa.

“Ada apa, Alis?” tanya Gus Haikal.

Alisa hanya menggeleng, ia kemudian menghampiri Gus Ali.

“Gus, Alis pinjam ponsel Alis sekali saja, please,” mohon Alisa menangkupkan kedua tangannya.

Gus Ali mengernyitkan keningnya heran, begitu pula Gus Haikal dan Om Irfan.

“Untuk apa?”

“Alis mau telepon Revan Gus, ini penting,” ujar Alisa dengan jujur.

Gus Haikal terlihat syok, ada apa lagi sekarang? Dirinya tahu dan percaya jika Revan menepati janjinya, jadi apa yang kali ini terjadi, kenapa raut wajah Alisa terlihat sangat kacau?

Sementara Gus Ali, ia memasang wajah datarnya yang sekarang terlihat lebih dingin.

“Tidak bisa!” tolak Gus Ali, tegas.

Alisa menjatuhkan tubuhnya dan memohon pada Gus Ali, ia menangkupkan tangannya dengan air mata yang sudah mengalir. Tidak tahukah Alisa, justru perbuatannya itu semakin membuat Gus Ali dilanda api cemburu.

“Gus, Alis mohon Gus, sekali ini saja. Alis janji gak akan ambil atau pinjam ponsel Alis lagi, Alis mohon Gus.”

Gus Ali mengepalkan tangannya, ia tidak tega dan tidak bisa melihat air mata Alisa, tapi di sisi lain Gus Ali tidak rela air mata istrinya itu jatuh untuk laki-laki lain.

Suami Rahasia✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang