Ekstra Part : Arshaka

250K 27.3K 3.8K
                                    

Tiga tahun kemudian.

Waktu berlalu begitu cepat, hari berganti bulan, bulan berganti tahun. Bukan hal mudah menjaga keutuhan rumah tangga walaupun usia pernikahan masih seumur jagung, suka dan duka seakan menjadi makanan sehari-hari.

Begitu banyak ujian yang telah Alisa dan Gus Ali lewati, begitu banyak air mata yang telah menjadi saksi dalam kehidupan rumah tangga mereka.

Namun, cinta karena Allah bukanlah hal yang mudah dihancurkan, Allah yang menjadi saksi dimulainya kisah cinta mereka, maka ketetapan Allah juga yang akan memisahkan mereka.

"Mas."

"Hemm."

Gus Ali tengah berkutat dengan berkas-berkasnya, kini selain sebagai dosen dan penerus pesantren milik abinya, Gus Ali juga memiliki beberapa usaha kecil-kecilan, ia tidak bisa hanya mengandalkan pendapatannya sebagai dosen, apalagi sebentar lagi akan ada anggota keluarga yang baru.

"Alis pengen ketemu Mia," ujar Alisa untuk pertama kalinya.

Selama tiga tahun terakhir, Alisa belum pernah membesuk Mia lagi, ia belum bisa melupakan dan mengikhlaskan apa yang Mia lakukan padanya dulu, padahal waktu sudah berlalu lama. Kebencian dalam diri Alisa pada Mia dan Rizal seakan tidak pernah hilang, bahkan ketika Gus Ali berusaha mengingatkannya pun Alisa malah akan marah.

Namun, batu yang keras saja bisa terkikis jika selalu terkena air, apalagi hati. Sekeras apa pun hati manusia, Allah tetaplah pemiliknya, jika Allah sudah berkehendak maka tidak ada yang tidak mungkin, dan kebencian itu perlahan memudar.

"Kamu yakin, Alisa?"

Alisa mengangguk pasti. Bukan, dia bukan mau berbuat macam-macam, Alisa justru ingin memperbaiki hubungan yang seharusnya sudah sejak dulu di perbaiki.

Menyimpan dendam hanya akan membuat batin kita tersiksa, itulah kalimat yang selalu suaminya ucapkan.

"Mas sendiri yang bilang, bahwa kita tidak boleh menyimpan dendam, kan?"

Bagaimana pun juga Mia pernah menjadi temannya, Alisa tahu jika sebenarnya Mia bukanlah orang jahat, tetapi obsesilah yang membuatnya seperti itu.

Gus Ali tersenyum bangga, istrinya sudah semakin dewasa, ia senang karena hati Alisa akhirnya luluh juga, walaupun membutuhkan waktu yang cukup lama.

"Baiklah, tapi nanti saja kalau Adek sudah lahir, Mas tidak ingin kamu kontraksi di penjara," balas Gus Ali, ia terkekeh membayangkan jika hal itu sampai terjadi.

"Gak bakalan Mas, HPLnya masih seminggu lagi."

"Yakin seminggu? Dulu Shaka juga kamu bilangnya begitu, tapi kenyataannya malah ingin cepat keluar, mana kontraksinya di depan pengadilan, lagi."

Alisa tidak mampu untuk tidak tertawa, ia masih sangat ingat saat-saat di mana Shaka akan dilahirkan.

"Gak akan Mas, adiknya Shaka mah anteng, gak kayak Abangnya yang gak bisa diem."

"Iya, sama seperti kamu!"

Lagi-lagi Alisa tertawa, sifat putra sulungnya memang mewarisi sifat darinya.

"Umi, Umi di mana? Abang ganteng mencalimu," teriak Shaka mencari keberadaan Alisa.

"Umi di kamar, Bang," jawab Alisa, tidak kalah keras.

Tidak lama kemudian Shaka menghampiri mereka, Shaka berdiri di depan Alisa dan Gus Ali sambil bersedekap dada, jangan lupakan pipi gembul bocah itu yang malah sengaja dikembungkan.

"Ihh, Umi jangan bubur telus, pala Abang pucing nih calinya!"

Gus Ali memutar bola matanya malas, Shaka memang selalu mendrama, entah mengapa putranya ini mewarisi sifat Alisa, padahal Shaka akan menjadi penerusnya.

Suami Rahasia✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang