The unxpected

155 8 0
                                    

"Ini untukmu" Mario mengetuk kepala Reina dengan segelas mocca latte dingin. Ia baru saja selesai bekerja paruh waktu ketika ia melihat Reina sudah berdiri di depan sambil mengipasi diri dengan tangannya.

Reina menoleh. Tangannya segera meraih minuman itu.

"Kenapa kamu tidak menunggu di dalam? Diluar panas kan?" Tanya Mario.

"Tidak begitu panas kok. Aku malu jika selalu ke dalam hanya untuk menunggumu"

"Lagian kamu juga tidak usah setiap hari menjemputku. Aku kan sudah hafal jalan pulang. Jadi aku tidak bakal tersesat"

"Tidak apa. Aku juga sedang nganggur" Reina tersenyum.

"Dasar. Pengangguran bahagia ya"

"Iya donk. Hidup itu tidak boleh tidak dinikmati. Walau tidak ada kerjaan tetap harus bahagia."

"Memang semangatmu yang paling besar"

Reina tertawa. "Oh iya. Aku ada kabar bahwa sebentar lagi aku harus melepas gelar pengangguranku"

"Kenapa? Kamu sudah dapat kerjaan?"

"Sebenarnya bukan kerjaan gimana gitu sih. Aku hanya menjadi seorang tutor online. Kerjanya dirumah. Jadi setengah nganggur setengah kerja juga sih" kata Reina bingung sendiri.

"Ya yang penting tetap semangat deh walau aku juga tidak ngerti yang kamu maksud" tawa Mario.

Reina mendengus "Hei.. dasar!!!"

Sudah hampir sebulan Mario bekerja di Restoran siap saji itu. Selama itu juga Reina tidak pernah absen untuk mengantar dan menjemputnya pulang.

"Oh iya.. besok aku akan menerima gaji pertamaku. Kamu mau hadiah apa?" Tanya Mario pada Reina saat mereka berjalan pulang.

"Ehmm.. tidak tau." Reina mengeryitkan alisnya.

"Ya sudah kamu pikirkan dulu. Nanti kabarin aku jika kamu ingin sesuatu"

"Tapi kenapa juga kamu harus memberiku hadiah. Ulangtahunku juga masih lama"

"Aku kan berhutang budi banyak padamu. Jadi aku ingin memberimu hadiah. Lagian tidak selalu kalau ulangtahun baru diberi hadiah kan."

"Tidak usahlah.. aku juga tidak membantu apapun. Aku saja tidak bisa membantumu mendapatkan kembali ingatanmu. Sampai dimana keluargamu pun aku tidak tau. Padahal dulu kita pernah sekelas" Reina menunduk lesu.

"Jangan menyalahkan diri. Tidak mungkin kamu bisa mengingat semua alamat teman-temanmu. Ini berarti kita dulu tidak begitu dekat. Sekarang saja kita menjadi teman dekat"

"Iya sih."

"Ya sudah. Pokoknya ingat kabari aku ya" kata Mario lagi sebelum dia masuk ke kamarnya ketika sudah sampai di rumah Jessica.

****

"Bagaimana?" tanya Mario keesokan harinya saat Reina menjemputnya.

"Aku sudah pikirkan semalaman. Dan aku tidak ingin hadiah apapun. Aku hanya ingin kamu menemaniku ke suatu tempat" terang Reina.

"Kemana?"

"Sudah ikut saja" ajak Reina.

Mario sedikit bingung saat Reina hanya menyuruhnya berdiri mematung memandangi sebuah tempat les privat dari kejauhan.

"Sebenarnya kita lagi ngapain?"

"Ssttttt" Reina memberi isyarat untuk diam.

Sebuah mobil hitam berhenti di depan les privat itu. Dari dalam mobil turunlah seorang Ibu berambut putih yang terlihat berkharisma. Ia berjalan masuk ke dalam.

Mario masih terheran-heran dengan situasi yang ada.

Tidak berapa lama Ibu itu keluar dengan seorang anak laki-laki yang ikut berjalan disampingnya. Seketika mereka masuk ke dalam mobil dan mobil hitam itu pun melaju pergi.

Tiba-tiba terdengar suara isakan. Mario kaget melihat Reina yang menangis.

"Hei.. Kamu kenapa?"

"Aku tidak apa-apa. Aku hanya merasa sedih"

"Sedih kenapa? Siapa mereka sebenarnya?"

"Sebenarnya anak laki-laki itu adalah anakku. Dan wanita itu adalah neneknya."

"Kalau begitu kenapa kamu tidak menghampiri mereka tadi?"

"Aku tidak bisa. Aku takut jika aku kesana pasti muncul hasrat untuk mengambil kembali anakku. Padahal aku kalah sidang. Sehingga aku sama sekali tidak mendapatkan hak asuh anak."

"Walau begitu kamu kan masih berhak untuk bertemu anakmu. Dan kamu juga boleh membawa anakmu pulang sekali-sekali."

"Tapi sudahlah.. aku yang masih belum menjadi apa-apa ini rasanya masih belum pantas untuk menjadi ibu yang baik untuknya"

Mario terdiam. Ia iba pada Reina. "Semangat!!" Mario menepuk punggung reina kuat hingga Reina kaget.

"Sakit tau!!!!"

"Makanya ayo semangat. Jangan sedih begitu. Seperti bukan dirimu saja. Ayo aku ajak kamu menonton bioskop. Biar kamu kembali senang" Mario merangkul pundak Reina dan mengajaknya jalan.

Reina yang tidak bisa berkutik hanya diam mengikutinya.

Kini mereka sudah duduk berdua di dalam gelapnya ruang bioskop.

"Kamu yakin mau nonton yang ini?" Tanya Reina memandang tiket film 'Terowongan Setan'

"Tentu saja. Kenapa? Kamu takut?"

Reina menaikkan sebelah bibirnya. Ia hanya nyengir gak jelas.

Sudah setengah jam film dimulai. Saat menengangkan sudah muncul. Reina hanya mampu menyembunyikan wajahnya saat adegan mengerikan muncul.

Sampai Reina tidak sengaja menarik baju Mario terlalu kuat hingga kancing bajunya terlepas.

Mario yang sadar lalu menatap Reina. Reina yang juga menyadari itu kemudian mengangkat kepalanya. Hingga mata mereka bertemu dan wajah mereka begitu dekat.

Sebelum Reina memalingkan wajahnya yang sudah memerah itu. Mario dengan cekatan sudah menangkap pipinya. Bibir mereka bertemu. Mario mencium Reina dengan spontan.

Reina membelalakkan matanya tak percaya dengan apa yang terjadi. Hingga ciuman mereka terlepas, Reina hanya bisa diam mematung.

'Ya ampun Reina.. sadar!!! Itu hanya kekeliruan. Ayo sadar.' batinnya saat mereka berjalan diluar setelah selesai menonton film. Mereka terlihat sangat canggung.

"Ma.. mau makan apa?" Tanya Reina memecah keheningan.

"Terserah"

"Bagaimana kalau makan bakmi saja?"

"Bole. Ide bagus" kata Mario semangat.

Kini keadaan sudah kembali seperti semula.

"Kak Jess.. Kak Alex" panggil mereka berdua saat kembali ke rumah.

Jessica dan Alex yang sedang duduk menonton film lalu menyahut.

"Ayo kemari. Mario mentraktir kita makan Limo pizza. Lihat!" Pamer Reina pada pizza yang berukuran semeter di atas meja.

"Wah.. panjang sekali"

"Iya.. ayo dimakan"

Mereka lalu makan sambil bercerita-cerita dengan tawa sesekali terdengar.

Selfish LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang