New Me

216 15 4
                                    

Reina ikut berdiri menyambut Bosnya. Tanpa sengaja ia mengangkat wajahnya. Dan pandangan matanya beradu dengan pandangan pria yang berjalan masuk dengan gagah itu.

Saat itu Reina langsung tersentak kaget. Spontan ia langsung menundukkan kepalanya.

Jantungnya berdegup sangat kencang sekarang.

Setelah Bosnya dan Sarah yang ada dibelakangnya masuk ke dalam ruangannya.

Mereka semua kembali ke tempat duduk mereka masing-masing.

Reina lalu mendekati Mimi. Ia berbisik "Mi.. jadi kalau bos sudah pulang dari luar negri begini. Apa dia akan ke kantor setiap hari?"

"Cieee.. uda terpikat nih ya. Apa juga yang kubilang. Kamu pasti terpesona kan sama ketampanan Bos." Ledek Mimi.

"Apa sih? Bukan begitu.." sangkal Reina.

"Hayooo.. ketahuan nih ya" celutuk Anita dari belakang mereka.

"Tambah saingan donk kita"

"Ya kalau saingannya si Reina.. gak apa lah" Anita menaikkan alisnya tersenyum lebar. Mimi lalu mengiyakan.

Reina hanya bisa terdiam dan tertawa receh melihat mereka berdua.

****

"Selamat da.. Ehh Rei.. kamu rupanya" kata Jessy saat melihat ternyata yang masuk ke coffeshopnya adalah Reina.

Reina melambaikan tangannya tidak semangat.

"Hei.. Bagaimana kerjaan barumu? Oh iya aku belum memberimu selamat atas pekerjaan barumu ya" kata Jessy antusias.

"Sudahlah tidak usah. Aku kemungkinan sudah mau resign dari sana" jawab Reina lesu.

"Kenapa? Kamu dibully ya?! Rekan kerjamu yang membully kamu ya? Atau atasanmu yang membully kamu?!" tanya bombardir.

"Tidak. Tidak ada yang membully aku kok"

"Jadi? Kerjaannya susah ya? Tidak sesuai dengan yang kamu mau ya?"

"Ihhh.. pertanyaanmu kok seperti kereta api gitu sih?"

"Iya donk. Kan aku harus tau alasanmu. Atau ada kejadian mistis ya disana??" Jessy membuat mimik seram disertai suara serak-serak basah.

"Tidak!"

"Jadi???"

"Tidak kenapa-napa kok. Aku hanya ingin resign saja dari sana"

"Kamu ini aneh deh. Kalau kamu memang mau resign juga harus ada alasannya. Mana mungkin kamu baru kerja tidak ada masalah kamu langsung main resign aja. Ada-ada aja gih"

"Tapi aku juga tidak bisa resign. Karena aku sudah menandatangani kontak bekerja selama setahun. Haaa.. kenapa lama sekali.." Reina menghela nafas panjang. Ia masih bungkam dengan alasannya.

"Makanya jangan asal tanda tangan kalau belum yakin dengan pekerjaannya." Jessy mulai berceramah panjang lebar yang sama sekali tidak didengar Reina.

Otaknya sudah terlalu lelah.

****

Hari minggu yang cerah, Reina berjalan ke salah satu Salon ternama di kota itu. Ia ingin merubah gaya rambutnya.

Setelah mengatakan model yang dia mau. Yaitu rambut sebahu dengan poni yang tipis yang bisa menutupi jidatnya yang lebar. Ia lalu duduk dengan manis membiarkan penata rambut itu melakukan apa yang dia minta.

Ia juga meminta kepada penata rambut itu untuk mengecat rambutnya supaya berwarna coklat.

Kini Reina sudah berubah menjadi Reina yang baru. Entah kenapa ia merasa wajahnya menjadi sedikit berbeda dari biasanya. Mungkin pengaruh pada warna rambut dan poninya.

Reina benar-benar senang dengan penampilannya sekarang.

Ia bahkan menghadiahi dirinya berbelanja alat-alat makeup yang baru.

"Yes.. new me new things" katanya senang.

*****

"Wow.. siapa ini?" tanya Mimi yang kaget melihat penampilan baru Reina.

"Cantik.." puji Anita juga sambil mengacungkan jempolnya.

Reina hanya tersenyum.

"Tunggu tunggu.. Jangan-jangan kamu merubah penampilanmu supaya kamu dilirik oleh Bos ya" terka Mimi.

"Tidak. Aku hanya pengen potong seperti ini" Reina menyangkal.

Dalam hatinya ia bergumam "Justru aku berharap aku tidak dikenali lagi dengan penampilan begini"

"Aku juga mau donk potong seperti ini. Mana tau aku bisa jadi lebih imut" kata Anita.

"Kalau kamu mah terima saja nasibmu. Potong begini juga gak bakal tambah imut-imut. Yang ada mah amit-amit" celutuk Mimi.

"Ihh apaan sih? Sirik bilang" Anita menjulurkan lidahnya mengejek Mimi.

"Siapa juga yang sirik sama cewek kuno seperti kamu" kata Mimi.

"Apanya yang kuno. Kamu itu ya yang cewek tua" balas Anita.

"Sudah-sudah.. nanti malah jadi beramtem beneran kalian berdua" lerai Reina.

Anita kembali menjulurkan lidahnya. Mimi juga tidak mau kalah.

Reina hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah mereka.

Dalam hatinya, ia sebenarnya senang bisa bekerja disana. Apalagi ia punya teman kerja yang lucu dan ceplas ceplos. Mereka juga sudah sangat kompak walau Reina baru  bekerja selama seminggu disana.

Tidak berapa lama, bos mereka pun datang. Keadaan lalu menjadi hening seketika.

Terlihat Bos mereka berjalan masuk ke ruangannya. Lagi-lagi dibelakangnya Sarah mengikutinya.

"Ehh kamu tau gak gosipnya?" Bisik Mimi pada Reina setelah Bosnya dan Sarah sudah tidak terlihat lagi.

"Gosip apa?" tanya Reina.

"Katanya Sarah sekretaris bos itu adalah selingkuhannya bos makanya bos bisa cerai dengan istrinya"

"Hah?? Yang benar?" Reina kaget. Hampir saja ia berteriak saat itu juga.

Mimi sampai harus menaruh telunjuknya di depan bibirnya. "Iya benar. Katanya ada yang pernah melihat mereka bermesraan di ruangan bos"

"Wow.." Reina menutup mulutnya speechless.

"Kamu lihat saja Sarah kan selalu masuk ke ruangan bos dan tidak pernah keluar kalau tidak dengan bos kan. Apa kamu yakin kalau mereka beneran tidak ada apa-apanya" Mimi memicingkan matanya seraya seorang detektif.

"Iya sih" Reina mengangguk setuju.

"Tapi kamu jangan katakan pada siapa-siapa ya. Walau semuanya juga sudah tau sih gosip ini"

"Jadi maksudnya?!" Reina bingung dengan perkataan Mimi.

"Ya pokoknya kamu jangan keceplosan deh. Mana tau kamu tidak sengaja bilang sama Sarah. Dia kan temanmu"

"Tidaklah. Aku tidak mungkin mengatakan hal ini pada Sarah. Gile.."

"Okay good. Kita sudahi gosip ini. Yuk lanjut kerja." Mimi menepuk pundak Reina pelan sebelum kembali fokus dengan kerjaannya.

Pikiran Reina berkecamuk. Ia tidak menyangka kalau Sarah itu sama dengan Vidi. Wanita perebut suami orang.

Rasanya kenapa kehidupan barunya juga tidak berjalan mulus seperti kuliahnya. Kenapa ia harus dihadapkan pada kenyataan-kenyataan yang membagongkan ini lagi.

Selfish LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang