Imagination

199 17 1
                                    

Reina menatap Sarah yang menjelaskan isi dokumen dengan tatapan kosong.

"Rei.. kamu mengerti yang kukatakan?" tanya Sarah setelah selesai menjelaskan.

"Ahh.. maaf.. boleh jelaskan lagi?" Reina baru menyadari ia tidak mendengarkan kata-kata Sarah dari tadi.

"Aku lihat kamu tidak konsentrasi"

"Iya. Aku sedang ada sedikit masalah."

"Aku ngerti mungkin kamu sedang galau atau apapun itu. Tapi.. untuk urusan pekerjaan kamu tetap harus fokus ya. Jangan mencampur adukkan perasaan pribadimu dengan pekerjaanmu."

"Iya maaf Bu.." Reina menunduk.

Walau Sarah adalah teman seumuran Reina. Tapi sudah peraturan bahwa Sarah adalah atasannya. Dan dia harus memanggilnya dengan sopan.

****

"Rei.. kami pulang dulu ya. Laporanmu masih belum selesai ya?" tanya Mimi melirik sekilas ke layar komputer Reina.

"Iya.. kalian pulanglah duluan"

"Yahh.. padahal aku pengen ngajak kalian nongkrong di coffeeshop yang baru buka semalam" kata Anita lesu.

"Besok kan masih bisa pergi" kata Mimi.

"Tapi aku sudah pengen kesana"

"Ya sudah kesana aja kamu sendiri"

"Ihh kok kamu gitu sih?!" Anita memelototi Mimi.

"Ya kalau kamu uda gak tahan ya pergi sendiri lo"

"Temenin..." Anita bersandar dan menatap Mimi dengan manja sekarang.

"Ogah!!!" Mimi mendorong kepala Anita menjauh dari lengannya.

Reina tertawa melihat mereka berdua. Memang mereka berdua paling bengek yang pernah Reina kenal.

"Ya sudah deh. Besok saja" katanya menyerah.

"Gitu donk dari tadi. Ayo pulang!" ajak Mimi.

"Bye Rei.. semangat ya!!" Anita menyemangati Reina.

"Kami duluan ya Rei.." kata Mimi tersenyum padanya.

"Hati-hati di jalan ya" Reina melambaikan tangannya.

Kini tinggal dia sendirian di ruangan itu. Ia kembali menatap dokumen dan layar komputernya. Ia harus segera menyelesaikannya. 'Semangat!!!' gumamnya.

Setelah beberapa jam.

"Akhirnya selesai juga" Reina meregangkan tubuhnya yang lelah. Perutnya juga sudah keroncongan dari tadi.

"Sudah jam berapa sih sekarang?" tanyanya sendiri. Ia melihat jam tangannya. Waktu sudah menunjukkan hampir pukul 10 malam. Ternyata ia sudah lembur lima jam.

"Ya ampun.. sudah mau jam sepuluh. Pantas saja perutku terasa lapar"

Setelah siap membereskan barang-barangnya. Ia pun bergegas keluar dari ruangannya.

Matanya tertuju pada cahaya dari ruangan bosnya. Ia sangat penasaran apa bosnya belum pulang juga jam segini.

Ia ingin mengintip kesana. Tapi bukankah itu bukan urusannya kalau bosnya belum pulang. Tapi entah kenapa suara hatinya menyuruhnya untuk mengintip kesana.

Setelah berkutat dengan dirinya sendiri, ia pun berjalan pelan mendekati ruangan bosnya. Ia berusaha mengintip dari sela-sela kaca. Tapi tidak kelihatan.

Tiba-tiba samar-samar ia mendengar suara wanita "Lagi.. lagi.."

Reina syok. Ia menutup mulutnya tidak percaya. Itu kan suara Sarah.

'Ya ampun.. apa benar Sarah itu memang selingkuhannya. Dan apa yang sedang mereka lakukan di dalam??' batin Reina pucat.

Sebelum imaginasinya berkembang lebih jauh. Ia segera mengatur langkah untuk pergi dari sana. Ia bergegas pulang dalam diam.

Ia masih tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Ia terlalu syok sampai ia lupa kalau tadi ia belum makan sama sekali. Rasa lapar yang tadi menerjang bahkan sudah hilang entah kemana.

****

Semalaman ia tidak bisa tidur sama sekali. Suara yang ia dengar terus menghantuinya.

Kini dibawah matanya sukses tercetak lingkaran hitam yang besar.

"Ya ampun.. kamu ini sedang syuting film horor ya?" tanya Anita yang kaget melihat Reina yang duduk tiba-tiba berbalik menatapnya.

"Aku tidak bisa tidur semalam"

"Gara-gara lembur ya kamu jadi begini?" tanya Anita.

"Tidak tau.." Reina menggeleng.

"Kasihannya adikku ini" Mimi mengelus kepala Reina pelan.

"Nih aku ada belikan kamu kopi susu. Minum dulu biar kamu tidak ngantuk" Mimi memberikan segelas kopi susu panas.

"Punyaku mana?" Anita menagih juga.

"Punyamu tidak ada"

"Ihh pelit.." Anita memoncongkan bibirnya.

Mimi tertawa. "Nangis dulu kamu. Baru kupertimbangkan mau kasih kamu atau tidak"

Anita memasang muka cemberut.

"Haha.. ini punyamu. Sudah jangan cemberut begitu. Uda jelek tambah jelek lagi kamu begitu"

"Ehh enak aja. Aku cantik ya"

"Iya cantik dari lobang pipet"

Seketika Reina ikut tertawa.

*****

"Rei.. kamu bisa copykan dokumen ini menjadi sepuluh rangkap?" tanya Sarah.

"Bisa"

"Sekalian nanti kamu antarkan dokumen ini tepat waktu ya ke ruang rapat"

"Baiklah"

Sarah lalu pergi.

Reina masih menatap kepergian Sarah dengan tatapan kosong.

Seketika suara yang samar-samar ia dengar semalam terngiang-ngiang di telinganya. Pikirannya mulai liar.

'Pergi pergi' usirnya dalam hati imajinasi liar itu.

Setelah sosok Sarah hilang dari pandangannya. Ia baru bergegas mengambil dokumen itu dan mulai mengerjakan apa yang diperintahkan padanya.

Setelah mengkopi semua dokumen itu menjadi sepuluh rangkap. Ia lalu bergegas ke ruang rapat yang ada di lantai sepuluh. Itu berarti ia harus naik lift untuk sampai kesana.

Dari jauh ia melihat pintu lift terbuka. Ia segera berlari.

"Semoga ia sempat masuk ke dalam" batinnya.

Ia langsung menahan pintu lift yang hampir tertutup itu dengan tangannya. Pintu lift kembali terbuka.

Dan Reina mematung melihat orang yang sedang berdiri di depannya. Kini pandangan mata mereka pun beradu.





Selfish LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang