Surprise

122 9 0
                                    

Rencana mereka berjalan mulus. Alex yang tidak menyadari bahwa ia berulangtahun, menyanggupi Jessica untuk menjemput Mamanya.

Seharian sangat tenang seperti biasanya. Tidak ada bedanya seperti hari sebelumnya.

Saat Alex keluar menjemput Mamanya. Itulah saat yang tepat untuk Reina dan Jessica mendekor ruangan dan menyiapkan kue dan sebagainya.

Jessica juga sudah memberitahu Mamanya untuk memberi kode jika mereka sudah dekat. Jadi dia bisa menunggu Alex ketika ia sampai di rumah nanti.

Mario yang baru pulang kerja langsung ditarik Reina. Ia bergegas menyuruh Mario berganti pakaian.

Satu jam berlalu.

"Rei.. ayo cepat. Alex sudah hampir sampai" Jessica memanggil Reina.

Jessica bertugas memegang cake. Reina bertugas menghidupkan lilin. Dan Mario bertugas mematikan lampu ketika Jessica memberi perintah.

"Mulai" kata Jessica memberi aba-aba.

Lampu langsung dimatikan sehingga ruangan menjadi gelap gulita. Kini hanya tinggal penerangan dari lilin saja.

Kret.. pintu dibuka.

"Happy birthday Alex" seru mereka rame-rame.

Alex yang baru buka pintu itu langsung speechless melihat Jessica dengan cake didepannya.

"Ayo make a wish dulu baru tiup lilinnya" kata Jessica.

Dibelakang Mario langsung memutar lagu ulangtahun. Dan Reina bergerak cepat mengambil kamera. Ia memfoto momen bahagia kakaknya itu. Mama Reina juga ikut bergabung dengan mereka.

Setelah meniup lilin, Alex langsung memeluk Jessica dan mengecup pipinya.

Di atas meja sudah dihidangkan steamboat lengkap dengan lauk dan sayurnya. Di sampingnya juga sudah tersedia alat panggang dan daging yang sudah ditata rapi.

"Wow.. rasanya tidak percaya kalian bisa menyiapkan semua ini disini" kata Alex kagum.

"Ini ideku. Mantap kan?"

"Banget"

Yang lain pun tertawa.

Setelah selesai makan. Jessica mengajak mereka bermain memecahkan balon sambil menutup mata.

Alex dan Mario lalu bertanding siapa yang duluan memecahkan balon yang sudah disiapkan diatas kursi. Peraturannya yaitu mereka duduk diatas kursi itu dan pecahkan balon dengan pantat mereka.

Setelah mata ditutup. Itulah saatnya mereka beraksi. Mario langsung membuka penutup matanya dan pergi menjauh. Ia tidak ikut memecahkan balon. Hanya Alex sendiri.

Reina bertugas merekam.

Mereka cekikikan melihat Alex yang kesusahan memecahkan balon dengan pantatnya.

Hingga akhirnya balon itu pecah. Sontak Alex kaget. Segera ia membuka penutup matanya.

Mereka bersorak untuknya.

"Apa ini?" tanyanya saat melihat sesuatu dibalik pecahan balon.

Jessica pura-pura tidak tau. Ia mengangkat tangannya.

Alex mengambilnya. Ia melihat dengan seksama. "Apa ini Bu?" tanyanya pada Mama Jessica.

Mama Jessica menutup mulutnya. Matanya membelalak.

Alex makin bingung. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sementara Jessica dan Reina senyum-senyum melihat tingkahnya.

"Itu alat testpack." Kata Mama Jessica kemudian.

"Alat testpack?"

"Iya. Istrimu hamil"

"Apa?! Jessica hamil??" Alex menatap Jessica tak percaya. Terlihat jelas kebahagiaan di wajahnya. Ia segera memeluk Jessica dan menggendongnya seraya berputar.

"Aku akan menjadi seorang ayah. Aku akan menjadi seorang ayah" katanya girang.

Mama terharu. Begitu juga Reina.

Mario yang berdiri di samping Reina lalu merangkul bahu Reina.

Alex sedang menyuapi kue untuk Jessica dengan mesra di dalam ketika Reina sudah duduk di teras sendirian ketika acaranya sudah selesai. Ia melamun. Pikirannya kosong.

"Hei.. awas kerasukan!" Sebuah suara menyadarkan lamunannya.

"Ehh Rio"

"Aku boleh duduk?" tanya Mario.

"Silahkan.." jawab Reina tersenyum.

"Apa yang kamu lakukan disini?"

"Tidak ada. Aku hanya sedang menikmati angin malam disini"

"Kamu tidak ikut makan kue di dalam?"

"Tidak. Aku tidak ingin menganggu kebahagiaan mereka berdua."

"Iya juga ya. Disini juga enak. Banyak anginnya. Hanya saja sedikit dingin.."

Reina mengangguk.

"Rei.. berikan tanganmu"

"Ya??" Reina mengulurkan tangannya.

"Kamu tebak. Aku ingin memberimu apa?" Mario mengepalkan tangannya di depan Reina.

"Permen??"

Mario menggeleng.

"Coklat??"

Mario kembali menggeleng. "Kamu masih lapar ya?" katanya sambil tertawa.

"Jadi apa dong?"

Mario memegang tangan Reina dan membaliknya. Ia menyematkan sebuah cincin ke jari manisnya.

"Memang aku belum bisa memberimu cincin yang mahal. Tapi suatu hari aku pasti akan memberimu cincin yang terbuat dari permata"

Reina tak percaya pada apa yang dia dengar. Rasanya airmatanya akan jatuh.

Reina langsung memeluk Mario dengan erat.

Tiba-tiba Reina melihat ada bintang jatuh di langit. Ia segera melepas pelukannya.

"Ayo cepat berdoa. Ada bintang jatuh" katanya cepat. Ia langsung memejamkan matanya berdoa.

Mario hanya menatapnya dengan senyum di wajahnya.

"Memangnya apa permohonanmu?" tanya Mario penasaran.

"Rahasia dong!!" Reina menjulurkan lidahnya.

Di dalam kamar, Reina merebahkan dirinya. Ia menatap cincin yang ada dijarinya.

Ya, jari itu sudah beberapa bulan ini terasa kosong. Seperti juga hatinya.

Walau ia senang bisa berpacaran dengan Mario. Tapi entah kenapa seperti ada sesuatu yang mengganjal dihatinya.

Ia memejamkan mata dan berhenti memikirkan sesuatu terlalu banyak. Tidak berapa lama ia sudah terlelap.

Selfish LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang