"Kak.. terimakasih. Saya permisi pulang dulu ya" kata Willy paginya. Ia sudah berpakaian rapi seperti kemarin saat dia datang.
"Kamu tidak sarapan dulu?" tanya Jessica yang sedang menggendong Max yang terbangun dan masih merengek di ruang televisi. Karena takut membangunkan Alex, maka Jessica membawa Max keluar kamar.
"Tidak kak. Saya masih ada urusan pagi ini. Jadi mungkin lain kali saja" kata Willy tersenyum.
"Kamu juga gak nunggu Reina bangun? Mau kakak bangunkan dia?"
"Tidak usah kak. Dia masih tidur tidak usah memanggilnya"
"Tapi diluar masih sangat gelap. Kamu yakin mau pulang pagi-pagi buta seperti ini?" tanya Jessica melihat keluar jendela langit masih sangat gelap. Waktu masih menunjukkan pukul setengah enam pagi.
"Iya Kak. Saya permisi dulu ya" Willy lalu memakai helmnya dan mendorong sepedamotornya keluar.
Jessica tampak khawatir. Tapi ia tau ia juga tidak bisa mencegah Willy.
"Hati-hati ya di jalan. Kalau sudah sampai rumah. Ingat kabarin kita ya" pesan Jessica.
"Iya kak. Kakak juga masuklah ke dalam." Willy lalu mengangguk sekali sebelum pergi.
Jessica masuk ke dalam dan menghela nafas panjang.
Setelah Max kembali tidur. Ia lalu menaruh Max ke dalam babybox.
Jessica pun duduk di atas sofa karena kelelahan. Ia memukul-mukul pelan pundaknya yang pegal.
Tidak berapa lama Alex datang dan menghampirinya. "Max rewel lagi ya?"
"Iya" jawab Jessica.
"Sini kubantu pijat pundakmu."
"Kamu kenapa sudah bangun?" tanya Jessica.
"Aku menyadari kamu tidak ada di kamar."
"Ohh.. oh ya itu teman Rei uda pulang"
"Pulang? Kapan?"
"Tadi jam setengah enam"
"Lho pagi sekali? Ini saja masih jam enam"
"Iya. Katanya dia ada urusan. Jadi harus segera pulang"
"Jadi Rei tau dia pulang?"
"Tidak. Dia kan belum bangun"
Jam tujuh pagi, saat sarapan sudah siap. Reina baru menunjukkan wajahnya.
"Pagi kak Jess.. kak Alex" sapanya dengan wajah masih mengantuk.
"Tidurmu nyenyak?"
"Lumayan.." jawab Reina. "Lho Willy belum bangun ya?" tanyanya yang menyadari hanya ada mereka bertiga di meja makan.
"Dia sudah pulang" jawab Alex.
"Ha?! Sudah pulang? Kok tidak mengabariku?"
"Dia pulangnya pagi-pagi buta. Kamu aja masih ngorok" lanjut Jessica.
"Ya setidaknya kabarin kek kalau mau pulang" kata Reina merengut.
"Ya sudah cek ponselmu sana. Mana tau dia ada mengabarimu"
Reina segera kembali ke kamarnya. Dengan arahan Jessica ia segera mengecek ponselnya.
'Rei.. aku sudah sampai di rumah ya. Terimakasih atas jamuan makannya. Kakakmu dan kakak iparmu juga ramah banget. Makasih ya.' tidak lupa ia menambahkan emot smile di akhir pesan.
"Kak.. dia sudah sampai katanya. Dia juga bilang makasih banget sama kalian berdua" kata Reina menggebu-gebu.
"Baguslah kalau begitu. Ayo cepat dimakan. Makanannya keburu dingin"
Jam sembilan pagi, Reina pun pamit pulang ke apartemennya.
Saat sampai di depan kamar apartemennya, ia kaget melihat dua orang pria berpakaian jas berdiri di depan kamarnya.
'Siapa mereka?? Kenapa mereka tampak mencurigakan?' batinnya takut.
Reina tidak jadi maju. Ia pun mundur perlahan hendak kabur sebelum mereka menyadari kehadirannya.
"Tunggu!!" Panggil salah seorang pria itu. "Anda nona Reina kan?" tanyanya.
Reina yang ketakutan lalu menjawab. "Bu.. bukan. Kalian salah orang. Bye" ia bergegas lari dari sana.
Tapi apa daya pria ini lebih cepat. Mereka berdua sudah berdiri tepat di depan Reina.
"Tunggu nona. Kami tidak berniat jahat" kata salah seorang pria.
"Kami adalah bodyguard nona" tambah yang seorang lagi.
"Bodyguard? Untuk apa?"
"Untuk menjaga agar nona aman."
"Hah?? Aku rasa tidak perlu. Aku tidak butuh bodyguard." Reina mengayunkan tangan menolak. "Melihat kalian berdua malah membuatku makin tidak aman." gumamnya ketakutan dalam hati.
"Tidak nona. Kami sudah diperintah untuk menjaga nona"
"Memangnya siapa yang menyuruh kalian berdua?" tanya Reina.
"Bu Sarah"
"Bu sarah??"
"Iya" mereka berdua mengangguk.
"Untuk apa dia mengutus bodyguard? Masa gara-gara aku di skors dia sampai mengirim bodyguard untuk menjagaku??" batin Reina bingung.
"Kalian pulang saja. Tidak usah menjagaku segala. Aku janji aku gak akan kemana-mana." kata Reina berusaha meyakinkan mereka.
"Walaupun nona tidak kemana-mana. Kami akan tetap berdiri disini menjaga nona." kata salah seorang pria dengan tegas.
"Tapi.." Reina terdiam saat melihat kedua pria itu menatapnya dengan tatapan tajam.
"Ya sudah. Terserah kalian deh." Reina lalu masuk ke dalam apartemennya dengan kesal.
Sudah tiga jam berlalu dan kedua pria itu masih tetap berdiri di depan pintunya.
"Sial. Apa mereka tidak makan, tidak minum? Tidak buang air kecil atau besar? Kok mereka tetap berdiri tegak begitu sih?" repet Reina yang melihat dari kamera pintunya.
Kedua pria itu benar-benar masih tidak bergeming dari sana.
Reina segera mengambil ponselnya. Ia menekan nomor telepon Willy.
'Halo Rei' jawab Willy dari seberang.
"Halo Wil.. kamu dimana?"
'Aku di rumah. Kenapa?'
"Aku mau tanya. Apa ada orang yang berdiri di depan pintu rumahmu?"
'Hah? Orang? Siapa maksudmu?'
"Ehmm.. Maksudnya kurir atau sejenisnya. Coba kamu lihat." katanya memutar otak. Ia ingin mendengar jawaban Willy dulu sebelum memberitahu tentang bodyguard itu.
'Bentar ya.. tidak ada tuh. Kenapa? Kamu mengirim sesuatu untukku ya?'
"Kamu sudah melihat keluar ya?"
'Iya sudah'
"Ohh.. tidak sih. Hanya mau tau saja. Memangnya kamu tidak order makanan? Kan sudah waktu makan siang?"
'Tidak. Kenapa? Kok pertanyaanmu sangat mencurigakan? Kamu mau mengajakku keluar makan ya?' goda Willy.
"Ahh bukan sih. Kamu orderlah makanan. Aku khawatir saja karena kamu pulang begitu awal tadi." tawa Reina.
'Iya. Aku akan segera mengorder makanan. Tidak usah khawatir ya'
"Baiklah. Aku tutup ya. Bye"
'Bye'
Telepon pun ditutup.
"Aneh.. kenapa hanya aku saja yang dikawal? Willy tidak dikawal.. aku curiga ini pasti ulah Mario.." ucap Reina sambil menggigit jarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selfish Love
RomanceAku tidak pernah berharap kita bisa bertemu lagi. Tapi aku sangat mensyukuri kehadiranmu saat ini. Dan aku ingin memilikimu seutuhnya saat ini hanya untukku. Walaupun aku tau ini sangatlah egois. Memilikimu disaat kamu tidak mengingat apapun. Selfis...