"Kamu.." perkataan Reina terhenti.
"Kamu Willy kan?" tanya Reina lagi setelah melihat dengan seksama wajah yang di depannya. Walau tertutup topeng, tapi Reina yakin bahwa hidung dan bibir itu adalah milik Willy.
Senyum merekah di wajah pria bertopeng di depannya.
"Kukira kamu tidak bakal bisa menebaknya. Ternyata kamu cukup memperhatikanku." bisik Willy.
Mendengar suara bisikan Willy di telinganya membuat bulu kuduk Reina berdiri. Ia tersipu malu. Ia menjadi gugup "Te.. tentu saja aku bisa. Siapa dulu donk?" katanya berusaha menyembunyikan kegugupannya.
"Ya kuakui kamu jago"
"Tapi aku kira kamu gak bakal ikut pesta ini" kata Reina.
Tanpa mereka sadari mereka tetap menikmati alunan musik dengan langkah pelan.
"Kenapa kamu mengira begitu?" tanya Willy.
"Habisnya kamu sama sekali gak kelihatan. Sibuk sekali kayaknya dari semalam."
"Aku mau mencarimu. Tapi bos ada disini kan. Nanti gara-gara aku nekat, kita berdua kena skors lagi. Jadi cara terakhir ya seperti ini"
"Ahh benar juga." Reina mengangguk kecil.
"Tapi sebenarnya ada sesuatu yang mengganjal di hatiku"
"Apa itu?" tanya Reina.
"Kamu dan bos ada hubungan apa sih sebenarnya?"
Reina kaget hingga ia menginjak kaki Willy lagi. "Maaf.. maaf.."
"Tidak apa"
Reina terdiam dan melanjutkan dansanya. Ia menunduk.
"Kenapa kamu diam Rei?"
"Ahh.. itu uda cerita lama sih.. ya sebenarnya kami itu pernah satu sekolah. Begitu saja sih"
"Lalu kenapa dia terlihat terobsesi denganmu? Apa jangan-jangan dia menyukaimu?"
"Mana mungkin. Haha" Reina tertawa garing. "Kami itu hanya teman lama"
"Benarkah?"
"Tentu sa.." perkataan Reina terhenti saat ada seorang pria bertopeng yang berdiri di samping mereka.
Mereka berdua memandangi secara bergantian pria aneh itu.
"Siapa?" tanya Willy.
"Tidak tau. Ayo kita pergi saja deh" bisik Reina.
Saat mereka beranjak dari sana. Pria itu langsung menarik tangan Reina dan dengan cepat menerobos orang-orang. Willy hanya melongo.
Mau tidak mau Reina mengikutinya karena genggaman pria itu terlalu kuat untuk dia lawan.
Setelah sampai di belakang panggung, pria itu melepaskan genggamannya.
"Aw.." rintih Reina. "Apa-apaan sih?! Kamu pasti Mario kan?"
Pria itu diam dan menatap tajam.
"Kalau kamu tidak mau jawab akan aku paksa buka topeng yang ada di wajahmu ya!" ancam Reina.
Pria itu masih diam.
Reina yang kesal hendak membuka topengnya. Tapi kemudian lagi-lagi pria itu menahan tangannya. Dan sedetik kemudian bibir pria itu menempel di bibir Reina.
Saking kagetnya Reina langsung mendorong kuat tubuh pria itu. Hingga tanpa sengaja topeng di wajahnya jatuh.
Dan benar saja terlihat ekspresi marah dari wajah Mario.
"Sudah kuduga itu pasti kamu. Apa maksudmu?!" hardik Reina.
"Aku yang harusnya bertanya apa maksudmu kita hanya teman biasa? Apa kamu lupa dengan hubungan kita?"
"Kamu sendiri yang memutuskan hubungan itu. Jadi aku anggap bahwa memang tidak ada yang pernah terjadi diantara kita."
"Bukankah itu semua karena kamu yang menuntunku untuk bertanggungjawab pada seorang wanita yang tidak pernah aku cintai"
"Apa maksudmu tidak pernah kamu cintai? Kalian bahkan punya anak. Jadi maksudmu itu bukan anakmu?"
"Iya"
"Hah?? Mana mungkin. Ya ampun apa ingatanmu masih belum kembali ya?" Reina memegang kepala Mario.
"Ingatanku sudah kembali. Semua ingatanku tidak terkecuali"
"Jadi?"
Mario menghela nafas. "Semuanya hanyalah kesalahpahaman"
"Maksudnya?!"
"Wanita itu sebenarnya adalah istri abangku. Tapi saat dia sedang mengandung tiga bulanan. Abangku meninggal karena kecelakaan. Dan ini membuatnya syok dan tidak terima kenyataan. Sehingga keluargaku takut jika dia menyakiti dirinya dan kandungannya. Jadi aku yang diminta untuk menggantikan posisi abangku menjadi suaminya sementara sampai dia lahiran. Dan malangnya aku juga mengalami kecelakaan dan amnesia. Jadi aku juga tidak ingat pada apa yang sedang terjadi saat itu"
Reina melongo. Dia speechless.
"Hei.. kenapa kamu menatapku begitu?" tanya Mario.
"Aku.. bingung.."
"Bingung?"
"Aku tidak tau bagaimana mengatakannya. Tapi hidupmu benar-benar seperti drama yang ada di televisi.."
"Apa maksudmu? Kamu mengejekku ya?"
"Bukan.. bukan seperti itu. Hanya saja seperti tidak nyata"
"Jadi sekarang aku yang bertanya padamu"
"Apa?"
"Apa hubunganmu dengannya? Kenapa dia memegang pinggangmu dengan intim?"
"Hah? Kamu bilang Willy?"
Mario mengangguk dengan wajah kesal.
Reina tertawa. "Namanya juga kita sedang berdansa. Kalau tidak pegang pinggang jadi pegang kepala?" Ia bahkan sampai menangis karena lucu pada ucapannya sendiri.
Mario mendengus.
"Kalau begitu ayo kita juga berdansa" Mario menarik pinggang Reina hingga tubuh mereka menempel dan wajah mereka begitu dekat.
Reina kembali mendorong tubuh Mario. "Ka.. kalau begitu kenakan lagi topengmu. Dan kita berdansa di arena dansa. Tidak valid jika kita berdansa dibelakang layar seperti ini"
Kali ini gantian Reina yang menarik Mario ke arena dansa.
Reina tertawa saat mengetahui bahwa dibalik dirinya yang kaku berdansa, rupanya ada yang lebih parah darinya. Yap Mario manusia super kaku. Dia bagai robot yang bergerak ke kanan dan ke kiri.
Tapi kini entah kenapa dia merasa lega saat mengetahui bahwa Mario bercerai bukan karena unsur perselingkuhan atau sejenisnya. Tapi karena memang tidak ada cinta diantara mereka.
Terbersit di ingatan Reina wajah wanita yang dia lupa namanya sedang tersenyum bahagia bersama anaknya saat ia tidak sengaja melihatnya di cafe. Setidaknya ia sudah menerima kenyataan dan bisa berbahagia kembali dengan anaknya. Walau pria yang ia cintai sudah tidak ada di dunia ini lagi. Setidaknya ia masih punya anaknya yang bersamanya.
Dalam diri Reina, ia sedikit iri padanya mengingat dirinya sama sekali tidak bisa bersama dengan anak semata wayangnya. Tapi ya bagaimanapun kehidupan tetap harus berjalan. Ia percaya selalu akan ada rencana yang indah dibalik semua yang terjadi.
Reina menatap langit yang indah bertaburan bintang. Ia juga tersenyum pada bulan yang bersinar terang. Malam itu adalah malam yang sangat indah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selfish Love
RomanceAku tidak pernah berharap kita bisa bertemu lagi. Tapi aku sangat mensyukuri kehadiranmu saat ini. Dan aku ingin memilikimu seutuhnya saat ini hanya untukku. Walaupun aku tau ini sangatlah egois. Memilikimu disaat kamu tidak mengingat apapun. Selfis...