Searching

160 10 0
                                    

Esoknya, Reina mengajak Mario untuk ke rumah Mamanya. Dia sudah berjalan bolak balik di dalam kamarnya sebelum dia memutuskan membulatkan tekadnya untuk ke rumah Mamanya.

Reina juga ragu untuk membawa Mario ikut dengannya. Hanya saja ia juga takut jika Mario tiba-tiba menghilang jika ia tinggal. Tidak mungkin menyuruh Alex yang menjaganya kan.

Kenapa ia bahkan tidak memikirkannya semalam saat ia ingin mencari kerja. Sekarang ia malah takut Mario hilang??

"Arghhh sudahlah.. Aku tidak ingin berpikir terlalu banyak.." jerit Reina frustasi pada dirinya sendiri sebelum ia keluar kamar.

Mereka naik taxi kesana. Saat melewati sebuah belokan. Reina melihat toko Jessy.

"Mas.. Tolong berhenti disini saja" Kata Reina pada supir taxinya.

"Tapi tujuannya bukan disini?"

"Tidak apa-apa. Aku tiba-tiba teringat ada urusan sedikit disini." Reina lalu membayar biaya Taxinya dan mengajak Mario turun.

"Selamat datang" kata Jessy ramah saat ia mendengar bel pintunya dibuka.

"Jessy.." panggil Reina.

"Rei.. Wahh sudah lama kita tidak bertemu.." Jessy memeluk Reina.

"Baru juga seminggu lebih"

"Itu sudah lama juga. Dulu bukannya kamu selalu tiap hari disini"

Reina hanya tertawa. "Oh ya perkenalkan ini.." belum selesai kata-kata Reina. Sudah di potong Jessy.

"Dia Mario kan? Cin.." mulut Jessy langsung dibungkam Reina.

Reina menoleh pada Mario dan tersenyum sedikit padanya. Ia lalu menarik Jessy ke belakang.

"Ssttt.. Dia lagi amnesia. Jadi dia tidak ingat" bisik Reina.

"Benarkah?? Pantesan kalian bisa bersama"

"Iya.. Jadi aku disini mau minta bantuanmu"

"Apa?"

"Kamu masih ada buku kelulusan sekolah kita?" tanya Reina.

"Mau untuk apa?" Jessica bertanya balik.

"Aku mau nyari alamat rumahnya Mario. Dia kehilangan semua identitas dirinya. Jadi aku sedang membantunya mencari keluarganya"

"Ohh.. Sebentar ya. Kamu tolong jaga dulu tokoku. Biar aku cari dulu buku itu"

"Baik bos!!" Reina lalu berjalan keluar.

Matanya bertemu Mario. Reina sedikit gugup. "Ka.. Kamu mau minum kopi?"

Mario hanya menatapnya.

"Ini menunya.. Coba kamu lihat. Aku lumayan bisa membuat kopi" kata Reina yakin.

Mario kembali menatapnya. "Baiklah. Aku mau americano"

"Oke" Reina dengan percaya diri membuat segelas Americano untuk Mario.

Reina lalu menyodorkan segelas Americano itu pada Mario.

"Bagaimana?" tanya Reina penasaran.

Mario tersenyum kecut.

"Kenapa wajahmu begitu? Cepat katakan. Bagaimana??" tanya Reina lagi.

"Pahit"

"Ohh ya? Terlalu pahit ya?"

Mario tertawa. "Tidak kok. Sudah pas"

"Kamu beneran mengagetiku saja"

Dari dalam, Jessy keluar dengan lesu.
"Rei.." panggilnya.

"Ya.. Bagaimana?" Reina langsung menghampiri Jessy.

"Aku tidak menemukannya. Aku sudah lupa ntah kutaruh kemana. Semuanya sudah aku bongkar. Tapi tidak ada" jelasnya.

Reina lalu bergegas masuk ke dalam kamarnya. "Ya ampun.. Sampai berantakan begini"

Jessy hanya mengangguk.

"Aku bantu kamu rapihin ya." kata Reina.

"Tidak apa. Aku yang beresin saja."

"Jangan. Aku saja yang beresin."

"Tidak usah. Aku sekalian mau membuang buku yang tidak terpakai. Mau kuseleksi dulu. Aku tidak mau menyimpan buku-buku yang sudah tidak berguna. Beneran bikin semak ternyata"

"Ohh.. Tapi aku jadi gak enak gara-gara aku kamarmu jadi berantakan gini"

"Ya berkat kamu aku jadi punya space yg lebih lebar nantinya setelah aku buang barang yang sudah tidak berguna lagi" Jessy tersenyum lebar.

Reina lalu mengajak Mario ke rumah mamanya. Karena tetap tidak ada pilihan selain ke rumahnya kini.

Ia menjadi sedikit kasihan pada dirinya sendiri kenapa ia sangat introvert hingga hanya punya seorang sahabat saja. Kenapa ia tidak ada teman yang lain lagi.

Reina menghela nafas panjang.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Mario yang melihat Reina tampak depresi.

"Tidak apa" Reina tersenyum.

Kini ia sudah berdiri di depan sebuah pintu. Pintu pengadilan yang sangat mengerikan. Rasanya begitu pintu itu dibuka akan ada sebuah panggung yang sangat besar. Dimana disana ia akan berdiri menjadi tersangkanya.

Reina menggelengkan kepalanya membuyarkan lamunannya yang mengerikan.

Ting.. Tong..

Pintunya terbuka. Seorang wanita paruh baya dengan senyum mengambang di bibirnya keluar.

Tetapi kemudian senyum itu hilang. Berubah menjadi tatapan yang tajam.

"Ma.. Mama" panggil Reina pelan.

"Reina"

"Iya ma" Reina berusaha tersenyum.

Mama melirik ke Mario. "Dia siapa?"

"Dia.."

Belum sempat Reina berbicara. Mama sudah menariknya masuk ke dalam rumah meninggalkan Mario yang berdiri di luar.

"Kamu apa-apaan? Kamu baru saja bercerai. Kini kamu sudah datang mengenalkan cowok barumu. Kamu itu bercerai karena kamu itu selingkuh ya?" repet Mama sambil memukul-mukul pundak Reina hingga ia membungkuk dipukul mama.

"Tunggu ma. Bukan begitu kejadiannya!!!" teriak Reina.

"Apa?! Kamu sudah berani membentak mamamu ya?"

"Tunggu ma. Dengarkan dulu penjelasanku" Reina berlutut menatap mamanya.

Mama yang masih kesal pun diam. Menatap acuh tak acuh pada Reina.

"Ma.. Dia itu temanku. Dia habis kecelakaan. Dan dia amnesia. Jadi aku sedang membantunya menemukan keluarganya"

"Memangnya identitas dirinya tidak ada?" tanya Mama ketus.

"Hilang pada saat kecelakaan"

"Jadi kamu kesini ngapain?"

"Aku ingin mencari buku kelulusan sekolahku. Mana tau disana ada tertera alamat rumahnya kan"

"Ohh. Ya sudah.. Cari sana" nada suara Mama mulai rendah. Ia tampak lega.

"Tapi ma, aku boleh mempersilahkan dia masuk kan?"

"Tentu saja boleh jika begitu ceritanya."

"Iya memang seperti begitu ceritanya" ucap Reina pelan sebelum berlalu pergi.

Mama lalu mempersilahkan Mario masuk. Mama bahkan membuatkan segelas jus jeruk untuknya.

Reina bergegas ke kamarnya. Ia berharap menemukan titik terang dari masalah ini. Ia menatap berkotak-kotak buku yang sudah dipacking rapi di sudut kamarnya.

Kini saatnya ia membuka semua kotak itu kembali.

Selfish LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang