Frustasi

261 10 0
                                    

"Sh*t!!" Mario melempar kertas di depannya dan segera berlari keluar dari ruangannya.

"Pak.. sebentar lagi kita mau rapat" kata-kata Sarah pun tidak ia gubris.

Dengan cepat ia melajukan mobilnya dan berhenti di tempat tujuannya.

Brakkk.. Suara pintu terbuka kasar.

"Lho Den.. ada apa?" tanya Bibinya yang heran melihat ekspresi marah di wajah Mario.

Mario tidak menjawab. Ia berjalan dengan cepat ke taman belakang.

"Ibu!! Apa maksud Ibu?"

Ibunya yang sedang memetik bunga lalu menoleh padanya.

"Maksud apa?"

"Pasti Ibu kan yang menyuruh Reina untuk resign dari kerjaannya."

"Kenapa kamu menuduh Ibu seperti itu?"

"Aku yakin itu pasti ulah Ibu. Ibu kan selalu begitu. Dulu juga begitu"

"Kapan sayang? Kenapa kamu berbicara sesuatu yang tidak masuk akal?"

"Ibu tidak usah berpura-pura. Dulu Abang juga Ibu yang paksa untuk menikah dengan kakak ipar kan. Aku tau betul Abang sempat stress karena ia tidak mau menikah dulu. Dan waktu abang meninggal. Ibu juga yang memaksaku untuk berpura-pura menikah dan menjadi pengganti abang. Semuanya Ibu yang atur. Semuanya harus ikut kemauan Ibu. Aku capek Bu. Aku sudah dewasa. Aku berhak memilih apa yang baik untukku."

"Itu terpaksa Rio. Kamu kan tau psikis kakak iparmu tidak baik. Ibu takut karena dia down waktu abangmu meninggal bisa membahayakan janinnya. Lagipula kan wajah kalian hampir sama."

"Tapi nyatanya sekarang kami tetap pisah kan. Ibu tau karena apa?"

Ibu menatap Mario.

"Karena diantara kita tidak ada cinta. Dan juga kita gak bisa membohongi diri untuk selalu berpura-pura menjadi suami istri. Padahal kami itu hanyalah pasangan palsu. Sampai waktu aku hilang ingatan aku juga gak merasakan apapun pada kakak ipar."

"Perasaan itu bisa dibina seiring waktu."

"Itu kata Ibu. Tapi pernahkan Ibu mencintai Ayah?"

Ibu terdiam.

Mario meringis. "Pernikahan tanpa cinta itu seperti makanan yang gak diberi bumbu. Hambar.."

"Tapi setidaknya cucu Ibu lahir dengan selamat dan ia punya seseorang untuk dia panggil ayah"

"Walau begitu kebenaran bahwa aku bukan ayah aslinya tetap ada. Sampai kapan Ibu harus membuat cerita yang tidak benar untuk cucu Ibu?? Sekarang bahkan aku bersyukur kalau kakak ipar membawa anaknya bersamanya. Setidaknya ia tidak diajarkan untuk menjadi orang bodoh yang bisa ditipu"

"Apa katamu?!! Kamu sudah berani ya pada Ibumu?!" Ibu marah. Ia hendak menampar Mario.

Mario menangkap tangan Ibu. "Pokoknya aku tidak mau tau. Reina itu adalah gadis pilihanku. Mau Ibu setuju atau tidak. Aku tetap akan mengejarnya dan membawanya kembali ke sisiku"

Setelah mengatakan itu, Mario langsung pergi.

"Awas saja kalau kamu membawanya kemari. Aku tidak akan merestui kalian" Ibu membuang bunga yang sudah dipetiknya dengan kasar. Ia mengepalkan tangannya marah.

*****

Mario melajukan mobilnya ke apartemen Reina.

Setelah membunyikan bel cukup lama, masih tidak ada jawaban. Ia lalu mencoba menelepon Reina. Ternyata teleponnya dimatikan.

Mario berjalan mondar mandir cukup lama. Tiba-tiba ada seorang nenek tua yang tinggal di sebelahnya menegur Mario.

"Kamu mencari siapa?"

"Oh Nek.. aku mencari gadis yang tinggal disini"

"Seingatku dia sudah pindah. Pagi ini aku bertemu dengannya. Ia membawa banyak sekali barang"

"Benarkah? Dia pindah kemana? Nenek tau?"

"Ee.. aku tidak tau. Aku tidak menanyakannya"

"Baiklah. Terimakasih ya Nek. Aku akan coba mencarinya sendiri"

"Sama-sama Nak. Semoga cepat bertemu ya" kata Nenek dengan senyum mengambang di wajah keriputnya.

"Terimakasih Nek" Mario balas tersenyum.

******

Waktu sudah menjelang malam ketika mobil Mario sampai di depan rumah Mama Reina.

Bel rumah dibunyikan beberapa kali sampai muncullah wajah wanita tua dengan senyum mengambang ramah.

"Cari siapa ya nak?" tanya wanita itu.

"Malam Bu.. Emm.. saya mau tanya apakah Reina ada disini?" tanya Mario kembali.

"Kamu.. Rio ya?"

Mario mengangguk kecil.

"Rei tidak ada disini. Ada apa nak?"

"Ohh.. tidak apa. Saya hanya berpikir bahwa dia ada kesini"

"Bukankah hari ini hari kerja? Apa dia tidak masuk ya hari ini?"

Mario takut Mama Reina bakal khawatir. Jadi dia pun mulai berbohong. "Ahh.. Saya kebetulan sedang ada kunjungan di daerah sini. Jadi saya mengira Reina bakal pulang jadi saya bermaksud untuk mencarinya. Saya lupa kalau hari ini bukan hari libur. Haha" Mario tertawa hambar sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Masih muda juga sudah pelupa" Mama Reina tertawa kecil.

"Maklum Bu. Terlalu banyak yang dipikirkan jadi begitulah"

"Oh ya.. ayo masuk dulu nak. Kamu sudah makan?"

"Sudah Bu. Terimakasih. Tapi aku masih harus balik ke kantor lagi jadi tidak bisa berlama-lama disini. Mungkin lain kali saya baru datang lagi kesini."

"Baiklah nak"

"Saya permisi dulu ya Bu.." Mario menganggukkan kepalanya.

Di dalam mobil, Mario kembali frustasi. Ia mencoba menelepon Reina lagi. Tapi ponselnya masih tidak aktif.

"Ugh!!!" Ia mengepalkan tangannya dan membaringkan kepalanya diatas setir mobil. 

"Dimana lagi aku harus mencarimu Rei.." ucapnya putus asa.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 23, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Selfish LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang