Discussion

150 6 0
                                    

Reina berguling ke kiri dan kanan. Bahkan terlentang dan telungkup juga sudah ia lakui. Tapi ternyata tidak mampu menghentikan perutnya yang keroncongan. Suara perutnya makin bersaut-sautan.

Reina bangkit dari tidurnya. Ia pasrah dengan perutnya. Sebenarnya ia malas, karena waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Tapi apa daya perutnya tidak bisa diajak kompromi.

Dengan malas ia berjalan ke dapur. Suasana dapur saat malam terasa menyeramkan. Reina berusaha menghilangkan semua pikiran-pikirannya. Dan fokus mencari dimana mie instan berada.

"Ketemu!!" Katanya girang. Mie itu tersimpan di rak atas.

Reina yang tidak terlalu tinggi agak kesulitan untuk mengambilnya. Ia berjinjit berusaha meraihnya.

Dari sampingnya sebuah tangan muncul. Reina yang kaget langsung menjerit histeris hingga tubuhnya sempoyongan.

Dengan cepat pinggangnya ditarik. Seseorang memeluknya. Reina membuka matanya. Ia terbelalak menatap Mario yang berdiri di depannya.

Wajah mereka begitu dekat. Hingga Reina dapat merasakan nafasnya.

Sontak Reina mendorong Mario. Wajahnya terasa panas dan dadanya berdebar kencang.

"Ka.. kamu mau makan mie?" kata Reina mengalihkan suasana.

Belum juga Mario menjawab, tetapi perutnya duluan merespon. Terdengar suara keroncongan dari perutnya. Membuat Reina menahan tawa. Mario hanya tersipu malu.

"Kamu duduk dulu ya. Aku akan buatkan mienya untukmu." ucap Reina. "Tapi sebelum itu bisakah kamu mengambilnya untukku?" Tunjuk Reina pada mie instan yang ada di lemari itu.

Setelah mienya selesai dimasak mereka lalu makan berdua.

"Hmm.. harum sekali.." sebuah suara mengagetkan mereka berdua. Itu adalah suara Jessica. Jessica muncul dengan sebuah botol minum di tangannya.

"Kakak.." Reina kaget melihat Jessica sudah berada disampingnya.

"Bagi donk.."

"Tidak.. tidak boleh.."

"Ayolah..." Rayu Jessica yang sudah mengelambir di pundak Reina.

Mario hanya tertawa melihat mereka.

Reina masuk ke kamarnya, kini perutnya sudah kenyang. Tapi hatinya yang masih belum tenang.

'Apa-apaan sih aku bisa-bisanya berdebar begitu? Aku ya sudah pernah menikah. Sudah punya anak juga. Kenapa aku malah bertingkah seakan aku ini masih anak remaja yang baru pertama kali jatuh cinta?? Gilaaaa!!!' Reina menutup wajahnya dengan bantal.

Ia lalu membaringkan tubuhnya dan menatap langit-langit kamar hingga ia tertidur.

Paginya, mereka sarapan bersama.

"Kak.." panggil Reina.

"Hmm.." jawab Jessica yang masih asik mengunyah.

"Kak.. kami sudah memutuskan untuk bekerja paruh waktu di restoran siap saji. Kakak tidak keberatan kan?"

Sontak Jessica tersedak. Alex juga ikut menoleh menatap Reina.

Setelah meneguk air, Jessica berkata "Kalian tidak salah? Kenapa juga kalian harus bekerja paruh waktu begitu?"

"Soalnya hanya pekerjaan itu yang tidak membutuhkan data-data ijazah hingga surat lamaran kerja.. "

"Tapi juga tidak seharusnya kalian sampai harus bekerja disana kan. Kalau kalian mau bekerja. Kalian bisa kerja di perusahaan kakak"

"Kami juga ingin begitu. Tapi kakak kan tau kalau Mario sedang hilang ingatan. Dan kita juga tidak tau kan kapan ingatannya akan kembali. Bisa saja besok, seminggu kemudian, sebulan atau setahun. Kan tidak lucu kalau nanti kita baru kerja tiba-tiba langsung berhenti begitu saja"

"Ya memang sih"

"Makanya jika kita bekerja paruh waktu begitu, itu kan tidak terikat. Kapan saja kita mau mengundurkan diri juga tidak akan berimbas pada kerjaannya."

Alex tampak setuju pada perkataan Reina. "Memang. Tampaknya itu lebih cocok untuk sementara ini"

"Ya sudah terserah kalian. Tapi Rei, kamu kan tidak hilang ingatan. Kenapa kamu mau ikut juga kerja disana?" tanya Jessica bingung.

"Karena sudah tanggungjawabku menjaga Mario. Bisa saja tiba-tiba dia ingat sesuatu dan menghilang. Kita bakal lebih susah mencarinya nanti. Kecuali kalau dia kembali ke keluarganya itu tidak sama ceritanya."

"Betul juga. Hanya saja kalian sudah diskusikan dengan baik belum? Dari Mario sendiri setuju tidak?" tanya Alex.

"Saya setuju kok kak.. saya juga malu jika bergantung terus dengan kakak. Saya sudah berhutang budi banyak pada kakak dan Reina. Jadi saya tidak ingin menambah beban kalian lebih banyak lagi" ujar Mario.

"Siapa bilang kalau kalian itu beban? Kami malah senang ada kalian disini. Setidaknya rumah ini menjadi lebih ramai daripada hanya ada kita berdua. Jadi jangan terlalu merasa membebani ya" hibur Jessica.

"Iya kak. Makasih kak" Reina memeluk kakaknya.

****

"Menyebalkan.. Sudah beberapa tempat kita lamar. Tapi kenapa mereka semua hanya mau menerima satu orang saja sih?" keluh Reina.

"Aku juga tidak mengerti."

Reina menghela nafas. "Semoga yang terakhir ini tidak begitu ya."

"Tapi.. kalau misalnya masih begitu bagaimana?" Tanya Reina lagi memandang Mario sedih.

Mario mengelus kepala Reina. "Tidak apa. Aku atau kamu yang bekerja juga tidak masalah. Jika aku yang bekerja, kamu kan bisa datang setiap hari kesana. Dan aku akan mentraktirmu cola setiap kamu datang. Jika kamu yang bekerja, aku juga akan datang. Tidak apa jika kamu hanya mentraktirku air putih"

Reina tertawa. "Aku tidak begitu tega juga ya" celutuknya.

Mario tersenyum melihat Reina kembali ceria.

"Ayo!!!"

Di dalam mereka sudah duduk berhadapan dengan seorang pria separuh baya yang merupakan manager restoran siap saji itu.

"Maaf.. tapi kami hanya bisa menerima satu orang saja. Dan yang kami butuhkan saat ini adalah tenaga kerja pria" kata Manager itu.

"Aku menjadi tukang bersih-bersih atau apapun tidak apa" tegas Reina yang menuntut ingin diterima juga.

"Maaf.. tapi sudah tidak ada lowongan untuk itu lagi"

Mario menatap Reina. Ia menghibur Reina dengan tatapannya.

"Bagaimana? Kalian keberatan?" Tanya manager itu.

"Tidak. Saya tidak keberatan"

"Kalau begitu besok pagi kamu sudah mulai bekerja disini ya"

"Iya.. terimakasih" Mario membungkuk saat Manager itu berdiri.

Reina tidak banyak bicara setelah keluar dari sana. Ia menunduk lemas.

"Sudah.. jangan sedih lagi. Bukankah kamu bilang mau menjagaku? Kalau aku kerja begini bukankah akan lebih mudah menjagaku? Aku tidak akan hilang kok." Hibur Mario.

"Ohh iya ya.. kalau aku yang kerja lebih bahaya. Kamu bakal bosan dan melalak kemana-mana. Hilang lagi mah aku gak bakal bisa keluar nyari kamu kalau aku kerja. Betul juga ya.."

Mario hanya mengangguk setuju.

Selfish LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang