Hurt

254 11 0
                                    

Ting tong.. Bunyi bel pintu yang dibuka.

"Selamat datang" sapa pemilik cafe.

"Taraaa.. suprise!!" ucap Reina mengagetkan Jessy.

"Reina.. suaramu kencang banget. Bikin kaget saja"

Reina tersenyum sumringah. "Ini untukmu" katanya meletakkan sebuah kantongan tas di meja.

Jessy lalu membuka dan mengeluarkan isinya. "Wah.. cookies.. banyak banget.. lucu-lucu lagi." Katanya senang.

"Aku tuh tau kamu itu paling suka makan cookies."

"Memang kamu yang terbaik" peluk manja Jessy pada Reina.

"Oh iya.. mana Mario? Uda kembali ke keluarganya ya?" Tanya Jessy yang heran tidak melihat Reina membawa Mario.

Reina menggeleng. "Dia sedang bekerja. Dan dia masih ingat apapun"

"Jadi dia bekerja dimana?"

"Di Restaurant siap saji sana. Kapan-kapan aku akan membawamu kesana melihat dia kerja"

"Ahhh.. ngapain? Aku juga tidak ngefans sama dia. Ngapain coba aku lihat dia bekerja. Kalau kamu yang lihat baru cocok. Kan dia first love mu" ledek Jessy.

"Ishhh.. itu kan sudah masa lalu."

"Jadi kamu tidak ada pikiran untuk membuatnya jatuh cinta padamu?" Lirik Jessy dengan nakal.

"Tidak. Percuma kalau dia jatuh cinta padaku atau aku cinta padanya lagi pada saat dia amnesia. Nanti kalau ingatannya kembali dia malah melupakanku kan jadinya aku yang susah move on."

"Ya bener juga sih katamu. Tapi kan jarang ketemu kesempatan seperti ini. Mumpung kamu juga uda single sekarang."

"Hushhh.. sudah sudah.. jangan bahas itu lagi. Nanti aku jadi kepikiran"

"Hayooo.. calon-calon insomnia ini" ledek Jessy lagi.

Reina mengambil sebuah cookies dan menyumpal mulut Jessy yang ribut.

Reina pulang dengan dua gelas kopi yang diberi cuma-cuma oleh Jessy. Kata Jessy satu untuknya dan satu lagi untuk Mario. Jessy masih berusaha menjodohkan ia dan Mario. Padahal itu mustahil, batin Reina. Tapi walau begitu ia senang-senang aja kalau ia malah dapat kopi gratis.

Dari arah depan Reina melihat sesuatu yang tak terduga. Di depannya Hery berjalan dengan seorang wanita cantik yang berpakaian super ketat. Wanita itu merangkul lengan Hery dengan manja. Sesekali wanita itu menyenggolkan buah dadanya yang montok itu ke lengan Hery. Hery yang kesenangan dengan tingkah manja wanita itu tidak menyadari bahwa ada Reina di depannya.

Reina ragu ia harus mengambil arah balik atau tetap jalan lurus ke depan. Ia mematung.

Lima menit berlalu, ia putuskan untuk berbalik arah.

"Reina" sebuah suara menghentikan langkahnya. Serangan panik menerjangnya. Setelah menghela nafas panjang, Reina menoleh. Ia tersenyum ramah.

"Sudah kuduga itu kamu. Tampaknya kamu tidak berubah sedikitpun. Masih tetap begitu lusuh.." kata Hery memandangnya dari atas ke bawah.

Reina mendengus "Aku lihat kamu yang sangat banyak berubah"

"Tentu saja. Oh ya kenalkan ini Vidi pacar aku. Vidi.. ini Reina.. mantanku"

"Mantan istri" gumam Reina pelan dengan wajah sebal.

"Hai.." sapa Vidi dengan suara manjanya yang terdengar menjijikkan di telinga Reina.

"Oh iya.. karena kebetulan kita bertemu disini, jadi aku sekalian mau mengatakan suatu kabar baik padamu. Bahwa tidak berapa lama lagi kami akan menikah"

"Oh ya? Cepat sekali.. Memangnya sejak kapan kalian pacaran?"

"Kami itu sudah pacaran setengah tahun. Dan hari ini itu Hery baru melamarku. Lihat!!" Vidi memamerkan cincin berlian yang ada di jari manisnya dengan gembira.

"Wah selamat ya.. ternyata aku baru tau sekarang. Baiklah aku juga tidak ingin menganggu kebahagian kalian. Aku pergi dulu ya" Reina pamit dengan senyum sinis di wajahnya.

Hery tampak pucat. Vidi yang tidak tau menahu hanya melambaikan tangannya masih dengan gayanya yang manja.

***

Reina berputar-putar di ranjangnya. Ia tidak bisa tidur. Waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam. Tapi otaknya masih terus memutar ulang kejadian saat bertemu Hery tadi. Ia masih sangat kesal kenapa ia harus bertemu mereka dan mendengar kabar sial itu.

Karena frustasi, ia memutuskan mengambil air minum.

Ia berjalan dengan gontai ke dapur. Iseng-iseng ia membuka kulkas hanya untuk melihat-lihat. Entah kenapa kulkas itu adalah benda wajib yang selalu ia buka ketika ia di dapur. Ia merasa puas walau hanya membuka dan menutup kulkas itu tanpa mengambil apapun. Sudah kebiasaannya sejak dulu.

Tapi kali ini samar-samar matanya tertuju pada kaleng minuman yang berwarna hijau dan berjejer di bawah.

"Sejak kapan ada minuman ini disini?" Reina yang penasaran mengambil sekaleng. Tanpa banyak pikir ia langsung meneguknya.

"Erghh.. Tidak enak.." gumamnya setelah meneguk hampir setengah kaleng.

"Minuman apa sih ini? Tenggorokanku terasa panas. Rasanya badanku juga menjadi panas. Lebih baik aku kembali ke kamar" Reina tidak menyadari bahwa yang diminumnya adalah minuman keras.

Reina yang hampir tidak pernah minum minuman keras tidak tau kalau dirinya sudah mulai mabuk.

Ia membuka pintu kamarnya. Tapi terkunci. Ia dengan keras mengayun kenop pintu yang tidak terbuka itu.

"Kenapa bisa terkunci lagi?! Dasar pintu jelek" ia menendang pintu itu dengan kesal.

Pintu tiba-tiba terbuka. Reina yang sudah mabuk masuk menerobos ke dalam. Ia lalu menabrak seseorang.

Dalam pandangannya yang mulai kabur, ia mengira kalau seseorang yang di depannya itu adalah Hery.

Reina yang kesal dan marah itu lalu mengumpat dan memukul dengan membabi buta "Dasar pria brengsek. Berani-beraninya kamu selingkuh saat masih belum cerai denganku. Pantas saja kamu selalu pulang malam. Alasanmu kamu tidak bisa tidur sehingga kamu pergi minum-minum. Tapi nyatanya kamu memang punya selingkuhan di luar sana. Tidak disangka kamu benar-benar menipuku. Dasar pria jalang. Brengsek brengsek brengsek!!!! Aku yang terlalu bodoh mempercayaimu.. sekarang kamu bersenang-senang dengan selingkuhanmu itu. Dan aku.. aku hanya menjadi wanita lusuh dan tidak berguna. Kenapa hidup begitu tidak adil padaku. Apa salahku hingga anakku pun kamu bawa pergi dariku?" Reina terisak.

Mario yang sedari tadi diam membiarkan Reina memukulnya pun kemudian memeluknya.

Ia memeluk Reina begitu kuat hingga ia dapat merasakan bajunya sudah basah oleh airmata Reina.

"Kenapa? Kenapa hidupku sungguh menderita.. kenapa aku bahkan tidak pantas untuk dicintai.. kenapa??" Lirihnya lagi.

"Tenanglah Rei.. ada aku disampingmu. Aku akan selalu bersamamu" bisik Mario.

Reina menatap wajah Mario. "Tapi kamu juga pasti akan hilang.. kamu hanyalah mimpi.."

"Tidak Rei.. buktinya aku ada disini.. didepanmu" Mario melepas pelukannya.

"Tidak.. tidak.. aku hanya bermimpi.. ini hanya mimpi" Reina menggelengkan kepalanya dan berjalan mundur.

Seketika Mario menariknya dan menciumnya. Reina masih berusaha melepaskan dirinya. Semakin Reina berontak semakin dalam juga ciuman Mario. Hingga Reina menyerah dan ia tertidur tak sadarkan diri.

Mario membaringkan tubuh Reina diatas tempat tidurnya. Ia memandangi wajah Reina yang sudah tertidur pulas dan menyeka sisa airmatanya sebelum ia tidur diatas lantai kamarnya yang dingin.

Selfish LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang