Reina duduk sendirian di taman setelah sesaat kakaknya pergi bekerja. Dia memandang taman yang tidak begitu besar itu. Saat menikmati angin sepoi yang berhembus. Reina memikirkan banyak hal.
Dia harus mencari tempat tinggal sendiri. Dia harus mencari kerja. Ya dia harus belajar mandiri.
Selama ini dia hanya dirumah menjaga anak. Memang dia juga sadar dia bukanlah tamatan sekolah tinggi.
Lulus SMA juga adalah pencapaiannya yang paling jauh. Karena saat itu dia masih seorang anak yang labil dan tidak berpikiran panjang. Begitu diajak menikah oleh Hery dia langsung menerimanya. Dia terlalu bahagia kala itu.
Sekarang menyesali tidak belajar sungguh-sungguh juga sudah terlambat. Bahkan gelar juga tidak ada.
Siapa yang mau menerima karyawan tanpa gelar zaman sekarang ini???
Tapi bagaimanapun dia tidak mungkin terus bergantung pada kakaknya kan.
Reina mengambil ponselnya. Dia menscroll daftar nama kontak di ponselnya. Tapi ntah kenapa rasanya dia lebih tertarik pada sesuatu daripada nama-nama kontak itu.
Tangannya menekan tombol album. Ya dia tertarik pada folder album itu. Disana terdapat banyak foto Felix. Ada juga fotonya dengan Felix bersama.
Dia rindu.. Rindu pada anak semata wayangnya. Airmata mulai jatuh. Semakin di slide semakin dia rindu.
"Itu anakmu?" tiba-tiba sebuah suara membuyarkan lamunannya.
Reina langsung menyeka airmatanya. Dia menoleh dan mendapati Alex sudah berdiri di belakangnya. "I.. Iya.."
"Dia mirip denganmu" katanya lagi.
"Iya.." reina tersenyum. "Itulah mengapa mereka bilang anak laki-laki selalu mirip ibunya"
"Ya.. Aku juga setuju. Siapa namanya?" Alex sudah duduk disampingnya.
"Namanya Felix"
"Nama yang bagus."
"Ya.." Reina mengangguk.
"Kamu merindukannya?"
"Iya.. Aku tau aku yang mengajukan perceraian ini. Pada mulanya aku pikir aku mampu tanpa mereka. Karena aku juga ingin bebas. Tidak ingin terikat lagi. Tapi ntah kenapa kini aku sedikit menyesalinya. Kamu tau sekarang aku sedikit merasa hampa.. Ternyata kenyataan tidak selalu sama dengan apa yang kupikirkan" Reina mulai terisak.
Alex menepuk bahu Reina pelan. "Yang sudah terjadi terjadilah. Keadaan sudah seperti ini juga tidak mungkin bisa kembali lagi. Anggaplah ini pelajaran untukmu kedepannya lebih baik lagi. Jangan mengambil keputusan yang sesaat lagi"
Reina mengusap hidungnya. "Iya. Aku harus kuat."
Alex tersenyum.
"Oh ya bang.. Boleh minta tolong carikan pekerjaan untukku?"
"Kalau itu harus minta persetujuan dari kakakmu dulu. Kamu kan tau dia lebih mengerikan dari singa. Jadi jika dia memperbolehkanmu kerja baru aku bisa membantumu mencari lowongan." kata Alex dengan mimik ngeri.
Reina tertawa. "Masa kakak se singa itu?"
"Kamu tidak tau saja kakakmu itu bagaimana. Tidak ada yang berani membantahnya. Jadi kamu harus minta izinnya dulu jika ingin bekerja"
"Baiklah. Nanti akan kudiskusikan dengan kakak"
"Okay. Kalau yang lain aku siap membantu. Jangan sungkan untuk meminta bantuan ya" ucapnya sambil menepuk kembali pundak Reina sebelum dia masuk ke dalam ruangan fitnessnya.
Reina memandang Alex yang berlalu pergi.
'Hmm.. Untung Alex tidak segenit dugaannya. Ternyata dia sangat baik. Memang kakak tidak salah memilih calon suami' batinnya memuji kakak dan abang iparnya.
****
Malamnya, Jessica pulang. Dan mereka makan bersama. Alex sudah menyuruh koki menyiapkan makan malam yang lezat.
Kali ini Reina baru melihat bagaimana sibuknya sang kakak saat dirumah. Bahkan saat makan juga teleponnya tidak berhenti berdering.
Ntah sudah panggilan keberapa yang dijawab kakaknya. Sambil makan sambil menjawab telepon.
"Kakak memang selalu seperti itu ya?" tanya Reina yang heran.
"Ya begitulah" jawab Alex santai sambil memotong steak didepannya.
"Bang Alex sudah terbiasa dengan pemandangan seperti ini ya?"
"Tentu saja. Kalau tidak begini bukan kakakmu namanya" Alex mengangkat bahunya sambil tersenyum.
Reina sedikit bergidik ngeri. Dia tidak ingin kerja yang seperti kakaknya. Bahkan waktu makan juga tidak tenang. Rasanya rasa steak yang dimakan juga ntah gimana rasanya kalau seperti itu.
Apakah dunia kerja semua seperti itu?? Reina yakin dia tidak akan mampu bertahan kalau harus bekerja seperti kakaknya itu. Otaknya tidak secemerlang kakaknya. Dia benar-benar harus berpikir panjang kalau harus mencari kerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selfish Love
RomanceAku tidak pernah berharap kita bisa bertemu lagi. Tapi aku sangat mensyukuri kehadiranmu saat ini. Dan aku ingin memilikimu seutuhnya saat ini hanya untukku. Walaupun aku tau ini sangatlah egois. Memilikimu disaat kamu tidak mengingat apapun. Selfis...