39. Terimakasih

140 25 11
                                    

“Kita dilahirkan untuk menjadi nyata bukan menjadi sempurna”
-Daffa-

🍮Happy Reading🍮


"Lo punya adik?" tanya Alia.

"Iya, perempuan. Gimana, boleh?"

"Boleh kok.."

"Beneran, Al? Thanks.." gumam Daffa memegang tangan Alia di atas meja.

Alia mengangguk.

"Ohh iya, pasti adik gue kira lo itu Alya. Jadi, gue mohon sama lo buat ngaku aja kalau lo itu Alya bukan Alia. Boleh?"

"Enggak mudah sih. Tapi pasti gue coba kok," jawab Alia melihat Daffa yang masih menggenggam tangannya.

"Gue bersyukur bisa nemu pengganti Alya, yaitu lo. Doa-in gue agar bisa cepat move on dari kepergian Alya. Maaf juga.."

"Maaf, buat apa?"

"Maaf, gue gak bermaksud untuk menjadikan lo sebagai pelampiasan. Gue benar-benar sayang sama lo," ucapnya dengan tatapan serius.

"Malah, gue gak mikir ke sana. Gue juga gak merasa sebagai pelampiasan lo kok. Lo tenang aja.."

"Boleh jujur?" Daffa kembali serius.

"Kenapa enggak?"

"Sejak pertama kenal lo, perasaan gue bercampur aduk. Tau kenapa?"

Alia menggeleng dan menatap Daffa dengan heran.

"Karena perasaan gue lagi bimbang. Di satu sisi, gue belum menerima kepergian Alya. Di lain sisi lagi, gue kaget ketemu lo. Gue sampai mikir kalau gue lagi halu!" jelas Daffa.

"Alya, belum cerita? Gue sama Alya, gak terlalu dekat sih. Tapi walaupun begitu, kita suka rindu kalau gak ketemu. Alya di Indonesia, sedangkan gue? Gue ada di London selama 1 tahun.."

"Kok Alya gak ikut keluarga lo?"

"Eumm, sebenarnya sihh. Orang tua gue kadang ya kadang, lebih milih gue daripada Alya. Dan, gue juga dulu sebelum Alya pergi suka gak peduli sama Alya."

"Benar ya kata orang. Hargai seseorang sebelum kepergian itu menjelaskan artinya kehilangan," sambung Alia.

Alia tak sadar jika air matanya turun begitu saja.

"Heii.." Daffa mengusap air mata Alia yang turun.

"Maaf, gue jadi cerita.." Alia melebarkan senyumnya.

"Gapapa. Kita sama-sama jujur, bukan?"

Drtt

Dering handphone Daffa berbunyi, pertanda ada telepon masuk. Dering itu memecah keheningan Daffa dan Alia.

"Angkat aja," ujar Alia.

Daffa pun mengambil handphonenya yang tergeletak di atas meja makan. Di angkatnya telepon masuk itu, di layar terdapat nama bi Imah.

“Halo bi, kenapa?”

"Den, non Aletta badannya panas lagi. Den Daffa cepat pulang ya”

"Hah? Iya-iya, Daffa pulang sekarang”

Sambungan telepon di matikan secara sepihak oleh Daffa.

Daffa berdiri dan sontak membuat Alia bingung.

"Daff?"

"Al, lo mau pulang sekarang? Gue anterin," ucap Daffa tergesa-gesa.

"Pulang?"

My Name Is Alya (Alia?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang